13

20.2K 1.7K 41
                                    

Curiga, Adalah Hal Yang Wajar
.

.

.

Seusai dari belanja untuk makan siang dan juga ingin membuat kudapan manis. Bukan hanya Haidee yang sibuk di dapur, Winda dan juga Desi yang baru tiba ikut bergabung.

"Dwina gak ke sini, Des?" tanya Winda sembari mengupas kulit jagung karena mereka akan membuat hidangan makan siang, bubur manado.

"Gak, Mbak," balas Desi, sibuk memotong bawang, cabe serta kawan-kawannya. Walau ada dua ART, tapi para menantu Gandhi Pramunaja tersebut turun tangan, kapan lagi membuat makan siang bersama, walau hanya ada mereka bertiga.

"Saka perginya pagi banget, ya?" Merasa ditatap, Haidee balas menatap Desi. Mengikuti sang suami yang tak memakai embel-embel 'om' pada Saka.

"Ya," jawab Haidee ragu. Karena tak tau apakah Saka berangkat pagi atau subuh.

"Ekhm..." Desi berdehem pelan gestur tubuhnya membuat Haidee dan Winda saling tatap. Lalu ibu dua anak itu, perlahan mencondongkan tubuhnya kemudian berujar sangat pelan.

"Dee, gak curiga sama Saka?" Haidee mengernyit bingung menatap Desi. Wanita yang masuk dalam golongan cerewet tersebut, tak seperti Winda yang lemah-lembut-kalem.

"Curiga apa?"

"Masa hari Minggu kerja juga. Mas Haryan aja yang supervisor lapangan, kerjanya gak sampai hari minggu juga. Ya cuma sesekali sih, tapi gak sering."

"Tapi kan kerjanya Saka Quality Control, kan? Beda dong sama supervisor lapangan," timpal Winda.

"Ya, tapi beda tipis lah, Mbak," ujar Desi.

Winda mumukul pelan lengan wanita itu. "Jangan nyulut api kamu!" desis Winda pelan seraya melirik Haidee yang hanya diam.

"Hehe aku gak nuduh macem-macem kok, Dee. Ya, rasa curiga pada suami itu wajar. Seperti aku ke Mas Haryan. Curigaan mulu ke dia."

"Ya itu mah kamu cemburuan, Des!" sahut Winda membuat Desi menyengir lalu tertawa. Kemudian mereka membahas hal yang lain, kali ini Haidee sesekali menimpali mereka.

Haidee tak sampai sore hari di rumah mertuanya karena mendapat kabar jika Mami masuk rumah sakit. Alhasil Galih mengantarnya ke rumah sakit. Tapi, sebelumnya ia singgah lebih dulu ke supermarket membeli bingkisan untuk Mami.

Sesampainya di ruang rawat VVIP tersebut, Haidee terdiam melihat Mami yang tertidur.

Sendirian.

Tanpa perlu bertanya, Haidee sudah tau jika Papi dan kedua kakaknya sibuk dengan dunia mereka sendiri. Bahkan tadi yang menghubunginya ART rumah yang sudah lama bekerja di sana, bahkan ART tersebut yang membawa Mami ke rumah sakit.

Menghela nafas pelan, Haidee berjalan perlahan mendekati Mami. Lalu duduk di kursi yang disediakan setelah menaruh bingkisan beberapa buah di atas nakas.

Dalam diam Haidee menatap Mami. Tangannya sangat ingin mengelus tangan Mami, tapi ia tahan.

Mami dan Haidee tidak seperti ibu dan anak yang normal. Sejak kecil Haidee hanya diurus pengasuh. Mungkin Mami berperan sebagai orang yang melahirkannya. Mengurus, memberinya susu serta memanjakannya, tidak pernah Mami lakukan. Semuanya dilakukan pengasuh, sehingga Haidee tak pernah merasakan kasih sayang dari Mami.

Mami orangnya cuek, bukan hanya pada Haidee, tapi pada kedua kakaknya. Bahkan pada Papi. Karena Mami selalu fokus pada pekerjaannya. Menjadi pengacara yang cukup terkenal membuat Mami masih aktif bekerja di usianya yang harusnya bersantai saat ini.

LACUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang