"Kak?"
"Iya bun, bentar!"
Ara berlari-lari dari kamar mandi menuju pintu kamarnya. "Kenapa, bun?" tanyanya setelah membuka pintu kamarnya setengah.
"Dibawah ada Arkan, mau ketemu kamu."
"Iya, sebentar lagi."
Ara menutup pintu kamarnya, setelah bundanya pergi. Ia melirik jam dinding yang ada dikamarnya. Jam menunjukkan pukul 7 malam.
"Ngapain dia kesini?" gumamnya pelan.
Hari ini, dan 3 hari kedepan, Ara sedang libur kerja, karna restoran tempatnya bekerja sedang direnovasi besar-besaran.
Ara berdiri didepan kaca. "Pake ini aja kali ya? Iya, Ara! Kamu harus pede didepan calon suami."
Ara keluar dari kamarnya, dengan pakaian tidur bergambar spongebob.
"Udah dikasih minum, bun?" tanya Ara pada bundanya seraya membenahi jepitan yang ada digulungan rambutnya.
"Kamu mau pakai kayak begitu?"
Ara pura-pura menggaruk hidungnya, untuk menutupi lukanya. Ia belum menceritakan perihal kejadian hari ini. Biarlah ia menutupi dari bundanya. Kalau soal Dita, gadis itu tidak akan berani membocorkan hal ini pada bundanya.
"Ya kenapa, sih? Kita itu mau menikah bun, gak perlu ada yang ditutup-tutupin."
"Kak, tapi lihat deh tampilan kamu. Pakaian tidur spongebob, rambut digulung acak-acakan, kayak penjual cabe."
"Udah, gak papa. Aku kedepan dulu."
Lia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, dan mengusap dadanya.
"Maaf ya mas, lama." ucap Ara mendudukkan dirinya disofa single, samping Arkan.
Arkan menatap Ara dengan kedua alis yang naik ke atas.
Ara menatap Arkan dengan santai. "Apa?"
"Kamu manggil aku, mas?"
"Iyalah. Mana ada seorang istri manggil suaminya om. Lagipula kita juga mau menikah, kan. Biar terbiasa aja."
"Terserah."
"Mas ngapain kesini?"
Arkan menyipitkan matanya. "Bibir kamu kenapa?"
Ara buru-buru menutupinya, ia benar-benar melupakan si kecil yang bersarang di sudut bibirnya.
"Gak papa."
"Kamu berantem?"
"Enggak. Ini kejedot meja."
"Kamu ditonjok sama siapa?"
Ara membulatkan matanya. Kok Arkan tau, kalau dia ditonjok?
"Saya laki-laki, Ara. Saya tau betul itu bekas tonjokan."
Ara menggeret Arkan untuk mengikutinya ke teras depan. "Kita ngobrol disini aja, mas."
"Kamu ikut tawuran?"
"Enak aja! Mas kenapa sih suka banget fitnah."
"Saya gak fitnah. Saya cuma tanya."
Ara menatap rumput-rumput kecil yang ada dibawahnya. "Gak sengaja kepukul."
"Sama laki-laki?"
"Iya. Mas, jangan bilang sama bunda, ya?" ucap Ara memohon.
Arkan mengerutkan keningnya. "Kenapa?"
"Nanti bunda khawatir, mas. Lagipula ini luka kecil, kok."
"Kamu kenapa bisa ketonjok?"
Ara berdecak kesal. "Janji dulu, jangan bilang sama bunda."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY FUTURE HUSBAND [END]
General Fiction[PART MASIH LENGKAP] [BELUM DI REVISI] Ara tidak memiliki pilihan lain selain menerima perjodohan ini. Ia juga membutuhkan uang untuk menghidupi bunda dan adiknya. Ara ikhlas mengorbankan masa mudanya untuk menikah dengan seorang pria yang berumur...