36 - Kabar buruk

38.7K 4.1K 628
                                    

Arga menatap wajah pucat Clara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arga menatap wajah pucat Clara. Kedua tangannya menggenggam erat tangan dingin gadis itu. Hati Arga mencelos saat mengetahui penyakit yang diderita oleh Clara.

Kanker otak stadium 4. Begitulah yang dokter katakan. Saat mendengar itupun Arga sedikit tidak percaya, apalagi kanker yang diderita Clara sudah memasuki stadium akhir. Itu tandanya, harapan untuk Clara sembuh hanya 10%. Bahkan hidup Clara sudah divonis oleh dokter. Membuat Arga emosi. Hampir saja ia menghantam dokter tersebut. Syukurlah tidak jadi, karna tiba-tiba suster mencegah Arga dan membawanya keluar.

Arga mengusap wajahnya kasar. Dilihatnya jam yang berada di pergelangan tangannya. Sudah hampir jam 10 pagi, dan Clara tak kunjung membuka matanya.

Arga merogoh saku celananya. Mengambil ponselnya dan mencari sebuah nomor yang akan ia hubungi. Setelahnya, ia menempelkan benda pipih itu ke telinga.

Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi.

Shit!

Arga mengeram kesal. Disaat keadaan genting seperti ini, papa nya nyaris tak mengangkat teleponnya. Arga memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana. Dia memandangi wajah Clara yang tampak damai dengan mata terpejam. 

Arga tersenyum simpul. RALAT. Bisa dibilang kini dia berusaha tegar demi adik kesayangannya. Mau tidak mau, Arga harus menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia tak ingin Clara melihatnya menangis, dan akan membuat kesehatan gadis itu semakin parah. Clara tipe orang yang gampang khawatir, dia rela mengorbankan semuanya demi orang yang dia sayang.

Mata Arga terbuka sempurna saat tangan Clara bergerak-gerak. Ia beranjak, berniat untuk memanggil dokter, namun sebuah tangan menghentikan pergerakannya.

Clara, dengan senyum tipisnya, menahan lengannya yang hendak beranjak. "Ng-nggak usah," ucapnya terbata-bata.

Arga kembali duduk. Menggenggam tangan Clara lebih erat dari sebelumnya. Dia tak bisa membendung air matanya. "Gue seneng lo bangun,"

Clara tersenyum tipis. "Lo nggak boleh nangis. Nggak boleh cengeng," jemari Clara mengusap lembut sebelah pipi Arga. Menghilangkan jejak air mata yang sempat jatuh melewati pipi lelaki tampan itu. Walau dengan tangan yang sedikit bergetar.

"Shh," Clara memegangi kepalanya yang kembali terasa berdenyut. Nafasnya tak teratur, dia merebahkan badannya dengan kedua mata memicing. Menahan sakit yang menjalar hampir keseluruh tubuhnya.

Arga beranjak hendak memanggil dokter, lagi, Clara menahan lengannya.

"Gue nggak butuh dokter," ujar Clara. "Gue cuma butuh lo disini. Gue nggak mau sendiri,"

"Tapi lo butuh penanganan dokter Clara."

"Pleasee.." mohon Clara.

Arga menghembuskan nafasnya. Kemudian mengangguk.

Acha Milik Gara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang