Bab 10 How Can?

28 4 2
                                    


Tema ke-10: Buat karya dengan prompt>>Dunia dimana menulis cerita adalah kegiatan ilegal.

Ya Allah, Sis Shirei ... Idemu makin puyeng aja. Bismillah.

Kagome menepuk bantal alas duduk yang akan ia gunakan untuk menulis pembukuan pengeluaran hari ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kagome menepuk bantal alas duduk yang akan ia gunakan untuk menulis pembukuan pengeluaran hari ini. Termasuk mentraktir atasannya, ralat- Sesshoumaru. Pria berumur 32 tahun itu makan dengan tenang. Walau hanya takoyaki, negiyaki, dan kitsune udon sudah cukup baginya. Bukan pelit, ia harus menghemat dan menekan biaya pengeluaran. Termasuk gaji pun di tulis dalam buku pengeluaran.

Sikutnya tak sengaja menyenggol buku Ray Bradbury yang berjudul  Fahrenheit 451. Ia membalik belakang sampul buku. "Membakar semua buku karena buku menyebabkan sumber segala kekacauan dan ketidakbahagiaan," Kagome bermonolog seraya membuka halaman depan.

Temperatur yang bisa menghanguskan dan membakarnya.

Sebuah kata pembuka yang membuat penasaran bagi siapa saja. Namun, selain membaca buku apakah jaman dulu kegiatan menulis adalah ilegal? Atau misalkan meniru karya fiksi penulis lain?

Kagome paham, meniru karya fiksi penulis lain adalah ilegal, termasuk plagiat.  Dulu, ia pernah ingin menjadi author novel, tapi baginya itu terlalu sulit. Ia lebih suka pelajaran berhitung. Yah mungkin itu adalah kelebihan dan hal tersebut patut dibanggakan. Gadis kuil kini  bekerja di bawah naungan Sesshoumaru, sang CEO Taisho Group terbesar di Jepang.

Kagome menopang dagu dengan tangan kanan. Bagaimana jika ia hidup di jaman dulu,  wanita dilarang menulis. Belajar pun mungkin tabu. Wanita hanya di rumah, di dapur, mengurus anak, dan melayani suami. Kagome tak bisa membayangkan betapa mengerikan apabila tak bisa membaca dan menulis, bisa-bisa buta huruf.

Tanpa sadar bahunya bergidik.  Ia lalu menulis di buku khusus keuangan seraya menyeruput secangkir kopi hitam. Sekarang pikirannya melayang kepada sosok pria berambut perak. Kagome menolak laki-laki itu menawarkan mengantar Kagome sampai ke depan pintu apartemen kecilnya. Mereka berdiri di atas jembatan kecil di bawahnya air sungai jernih berisi bermacam ikan koi. Pohon sakura berjejer di pinggir jalan.

"Terima kasih banyak sudah mengantar ke sini, Sesshoumaru." Kagome membungkuk dalam. Ia sangat bersyukur berkurang lagi pengeluarannya. Walaupun ongkor dari rumah ke perusahaan ditanggung, tetap saja menghemat biaya. Kan lumayan untuk tabungan masa depan. Kagome pun bertekad menyisihkan uang gaji tiap bulan  untuk diberikan pada keluarganya.

Pria tanpa ekspresi hanya menjawab, "Hn." Manik ambernya menatap daerah menurutnya sedikit kumuh. Jalan tampak bersih, baginya tetap saja terasa kotor. "Aku antar."

Kagome lekas-lekas mengibas tangan. "Tidak usah, Sesshoumaru. Dekat, kok."

"Sesshoumaru ini tidak mau membiarkan 'kalkulator berjalan' melangkah di jalan sepi begini. Ayo!"

"Siapa yang kalkulator berjalan?"

"Kau," jawabnya santai sambil lalu meninggalkan Kagome sedang misuh-misuh dibelakangnya.

You And IWhere stories live. Discover now