22 - Pregnant

15.6K 649 6
                                    


Selamat membaca♡

~•~

"Dari sebuah perbuatan, pasti akan selalu ada yang menghasilkan. Entah itu membahagiakan, atau sebaliknya. Terimalah!"

____________________________

Senin pagi Aderald melarang keras Beyca yang kekeuh ingin bersekolah. Bukannya apa, Aderald masih khawatir akan terjadi sesuatu pada Beyca seperti tengah malam tadi. Harusnya mereka ke rumah sakit kemarin, tapi hari minggu biasanya tutup jadilah senin ini mereka ke sini.

Dia memaksa Beyca, agar mau periksa ke rumah sakit. Seperti sekarang mereka tengah berdebat di sepanjang lorong rumah sakit, bahkan tak jarang setiap orang melihat ke arah mereka berdua.

"Katanya ketos teladan, tapi bolos. Apaan? Gak bisa kasih contoh yang bener," sindir Beyca pada Aderald yang berjalan di depannya.

Lelaki itu menghentikan langkah, berbalik menatap sinis pada Beyca, "Heh Munaroh!" tangan nya menggapai lengan Beyca, menarik untuk mendekat. "Banyak bacot lu ye!"

"Gue tuh khawatir sama lo, inget gak malem kemarin gue rela balik jam sebelas malem demi lo. Harusnya lo tuh terharu sama kebaikan gue yang sungguh amat mulia itu," cerocos Aderald, sambil menyampirkan tangannya di bahu Beyca.

Beyca mendengkus, dia hendak memprotes tapi tak jadi saat perut nya merasakan kembali mual. Dia menutup mulut menahan mual yang sudah di ujung.

"Tuh kan, lo mual kan." Aderald berseru panik.

"Parfum lo bau bangke!" Masih dengan menutup mulut Beyca mendorong Aderald menjauh. Lalu berjalan, mendahului lelaki itu yang tercengang dengan tingkahnya.

"Lahh, kenapa tuh anak?" Aderald mencium bau nya sendiri. "Wangi gini kaya biasa, wangi parfum pelicin yang sering gue beli di warung."

"Tau, akh. Meresahkan tuh anak!" Aderald mengendik tak acuh, dengan cepat berlari menyusul Beyca yang sudah sedikit menjauh.

-------

Sekarang mereka berdua tengah berada di ruang obgyn, menunggu hasil pemeriksaan Beyca. Aderald juga bingung sebenarnya, mengapa Beyca harus di rujuk ke dokter obgyn?

"Gimana dok, dia gak kenapa-napa kan?"

Mbak Dokter tersenyum ramah, menatap pasangan itu, "Bapak ten-"

"Duh mbak dokter, gak usah bertele-tele dah. Apaan manggil gue bapak segala, gue bukan bapak lo ya mbak Dokter!" potong Aderald cepat.

Beyca menahan malu, dia menginjak kaki Aderald membuat lelaki itu memekik tertahan. "Bisa diem gak? Lo malu-maluin sumpah!" bisik Beyca penuh penekanan.

"Deg-degan gue Bey." Lelaki itu balas berbisik, sambil mengusap kaki nya.

Dokter di depan mereka tersenyum melihat tingkah keduanya. "Mbak, Mas," panggil Dokter itu membuat keduanya menoleh.

Beyca mengangguk, tersenyum sungkan. Dia menatap Aderald tajam. "Diem gak usah ngomong!" titah nya dingin.

"Iya, iya. Gue jahit nih mulut!" Aderald menutup mulut nya rapat, dengan malas menatap Dokter tadi yang hendak mengeluarkan suara.

B E Y C A [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang