Gereja Maruniyah
Gereja Suryani Maruniyah Antiokhia (Arab: الكنيسة الأنطاكية السريانية المارونية al-Kanīsa al-Anṭākiyya al-Suryāniyya al-Mārūniyya, Syria Klasik: ܥܕܬܐ ܣܘܪܝܝܬܐ ܡܪܘܢܝܬܐ ܕܐܢܛܝܘܟܝܐ, rumi: ʿĪḏto Suryoyṯo Morunoyṯo d'Anṭiokia ), Gereja Maruniyah atau Gereja Maronit adalah gereja khusus sui iuris Katolik Timur dalam persekutuan penuh dengan paus dan Gereja Katolik seluruh dunia namun diperintah sendiri di bawah Kanun Gereja-gereja Timur. Aliran ini diasaskan Marun, seorang rahib yang berhijrah ke Timur Tengah dari Pergunungan Taurus di Turki memulakan suatu biara di Harmal, utara Lubnan pada abad ke-4 M.
Klasifikasi utama | Gereja Katolik Timur |
---|---|
Orientasi | Syriac |
Kitab suci | Peshitta[1][2] |
Teologi | Catholic theology |
Bentuk pemerintahan | Episcopal |
Badan pemerintahan | Holy Synod of the Maronite Church[3] |
Paus | P. Franciscus |
Ketua[4][5] | Patriark Bechara Boutros al-Rahi |
Pemimpin pertama Patriark | St. Yuhanna Marun |
Wilayah | Lubnan, Syria, Israel, Cyprus, Jordan dan seluruh dunia |
Bahasa | bahasa Arab[6][7] bahasa Aramia (Suryani) |
Liturgi | Ritus Suryani Barat |
Kantor pusat | Bkerké, Lebanon |
Pendiri | Marun; Yuhanna Marun |
Didirikan | 410 TM Biara Santo Marun, Phoenicia, Empayar Rom |
Umat | 3,498,707 orang[8] |
Laman web rasmi | http://www.bkerki.org |
Lambang |
Meskipun jumlahnya kini berkurang, umat beranutan ini masih merupakan salah satu kelompok etnik keagamaan utama di Lubnan, dengan kelompok-kelompok yang lebih kecil di Syria, Cyprus, Israel, dan Jordan; lebih dari 3,198,600 orang masih tekun menjalankan syariat agama ini.[9]
Gereja ini diketuai oleh Patriark Bechara Boutros al-Rahi yang bertempat di Bkerke, timur laut Beirut sejak 2011.
Sejarah perkembangan
suntingPara pengikut Yesus Kristus pertama kali disebut "orang Kristian" di Antiokhia (Kisah Para Rasul 11:26), dan kota itu menjadi pusat agama Kristian - terutama sesudah kehancuran Yerusalem pada 70 Masihi. Menurut tradisi Katolik, Uskup Antiokhia pertama adalah Santo Petrus sebelum perjalanannya ke Roma. Uskup Antiokhia ketiga adalah Sang Bapa Apostolik Ignatius dari Antiokhia. Antiokhia menjadi salah satu dari lima kebatrikan perdana (pentarki) setelah Agama Kristian diakui oleh Maharaja Konstantinus.
Marun, seorang rahib abad ke-4 yang sezaman dan sahabat St. Yohanes Krisostomus pindah dari Antiokhia ke Sungai Orontes untuk menjalani hidup sebagai seorang pertapa mengikut teladan Antonius Agung dari gurun dan Pakomius. Banyak pengikutnya juga menjalani hidup kebiaraan. Setelah kematian Marun pada 410 Masihi, murid-muridnya mendirikan sebuah biara untuk mengenangnya dan membentuk cikal bakal Gereja Maruniyah.
Para pengikut Marun berpegang teguh pada ajaran Konsili Kalsedon pada 451 Masihi. Ketika kaum monofisit Antiokhia membantai 350 rahib, kaum Maruniyah mengungsi ke pergunungan Lubnan. Surat-menyurat sehubungan dengan peristiwa tersebut menghasilkan pengakuan kepausan dan ortodoksi atas kaum Maruniyah, yang dikukuhkan oleh Paus Hormisdas (514-523 Masihi) pada 10 Februari 518 Masihi. Sebuah biara dibangun di sekitar makam St. Marun sesudah Konsili Kalsedon.[10]
Kemartiran Patriark Antiokhia pada dasawarsa pertama abad ke-7 baik oleh serdadu Persia ataupun kaum Yahudi setempat,[11] membuat kaum Maruniyah kehilangan pemimpin. Keadaan ini berkepanjangan akibat Perang Bizantin–Sassanid pada 602–628 yang terakhir dan terparah. Seusai perang, Maharaja Heraclius mengedepankan sebuah doktrin kristologi baru sebagai upaya menyatukan berbagai Gereja Kristian di Timur. Ajaran ini, yakni monotelitisme, dimaksudkan sebagai semacam kompromi antara para pendukung Kalsedon, seperti kaum Maruniyah, dengan lawan-lawannya, seperti kaum Yakobit. Ajaran baru ini justru menimbulkan pertentangan yang lebih besar lagi, dan dinyatakan sebagai bidaah oleh konsili ekumenis ke-6 pada 680-681. Meskipun demikian, sumber-sumber Yunani dan Arab sezaman mendakwa bahawa kaum Maruniyah menerima monotelitisme, menolak konsili ke-6 dan terus berpegang pada ajaran sesat itu dan baru melepaskannya pada zaman perang salib agar tidak dicap sesat oleh para tentara salib. Gereja Maruniyah modern menolak anggapan bahawa kaum Maruniyah pernah menjadi penganut monotelitisme, dan persoalan tersebut masih dipertentangkan sampai hari ini.[12]
Pada 687 Masihi, Maharaja Justinianus II menyetujui rancangan memindahkan ribuan kaum Maruniyah dari Lubnan untuk ditempatkan di kawasan lain. Timbullah kekacauan dan ketakutan yang mendorong kaum Maruniyah pada tahun itu juga memilih batrik pertama mereka, Yuhanna Marun. Oleh kerana itu, ketika Islam mulai tampak di perbatasan Empayar Bizantium dan baris depan yang padu dibutuhkan untk menahan infiltrasi Islam, kaum Maruniyah justru sibuk mempertahankan kebebasan mereka dari kekuasaan kekaisaran. Keadaan ini dialami pula oleh masyarakat-masyarakat Kristian lainnya dalam Empayar Bizantium, sehingga mempermudah penaklukan kaum Muslim atas belahan Timur dunia Kristian di penghujung abad itu.
Zaman pemerintahan Muslim
suntingSetelah tunduk di bawah pemerintahan Arab usai penaklukan kaum Muslim atas Suriah, hubungan baik kaum Maruniyah dengan Empayar Bizantium mulai pulih. Dewan kekaisaran, belajar dari kesalahan masa lalu, melihat mengambil keuntungan dari situasi tersebut. Kerana itu Maharaja Bizantium Constantinus IV memberi dukungan langsung kepada kaum Maruniyah baik dalam bidang gerejawi, politik, dan ketenteraan. Persekutuan baru ini segera mengatur serangan-serangan mematikan terhadap bala tentara Muslim, memberi kelegaan yang disambut gembira oleh umat Kristian yang terkepung di seluruh Timur Tengah. Pada masa itu sebagian kaum Maruniyah dipindahkan ke Gunung Lubnan dan membentuk beberapa paguyuban yang kemudian dikenal sebagai kaum Marada. Ini adalah menurut pandangan Batrik Maruniyah abad ke-17 Estephan El Douaihy (juga dikenal sebagai Istifan Al Duwayhi, أسطفان الدويهي, "Bapak Sejarah Maruniyah" dan "Soko guru Gereja Maruniyah").
Pandangan lain dikemukakan oleh Ibn al-Qilaii, seorang sarjana Maruniyah abad ke-16, yang mengatakan bahawa umat Maruniyah mengungsi dari penindasan Kekhalifahan Umayyah pada akhir abad ke-9 Masihi.
Teori yang paling umum dikemukakan oleh Sergius dari Tirus, seorang sarjana abad ke-10 Masihi, adalah bahwasanya umat Maruniyah melarikan diri berlindung dari keganasan kaum Yakobit monofisit kerana anutan monotelitisme mereka dianggap bidaah oleh kaum Yakobit. Teori ini lebih dapat dipercaya, kerana hampir semua masyarakat Kristian menganut monotelitisme sesudah diperkenalkan oleh Patriark Sergius I. Migrasi umat Maruniyah ke wilayah pergunungan berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, tetapi kemuncaknya diketahui pasti terjadi pada abad ke-7.
Sekitar 1017 Masihi, muncullah sebuah sekte Muslim baru yang menyebut dirinya kaum Duruzi. Umat Maruniyah pada masa ini berstatus dzimmi yang diwajibkan mengenakan jubah dan serban hitam agar mudah dikenalpasti selain juga dilarang menunggang kuda.
Sesudan ditaklukannya belahan Timur dunia Kristian di luar Anatolia dan Eropah oleh kaum Muslim, dan ditetapkannya batas-batas kekuasaan antara para Khalifah Islam dan para Maharaja Bizantium, jarang terdengar kabar tentang umat Maruniyah selama 400 tahun. Hidup dibentengi pergunungan sampai dijumpai kembali di gunung-gunung sekitar Tripoli oleh tentara Salib Raymond dari Toulouse dalam perjalanannya menaklukkan Yerusalem pada Perang Salib Pertama. Kelak Raymond kembali untuk mengepung Tripoli setelah menaklukkan Yerusalem, dan hubungan antara umat Maruniyah dengan umat Kristian Eropah pun terjalin kembali.
Zaman perang salib
suntingPada penghujung abad ke-11, tatkala para tentara Salib bergerak menuju kawasan Levant untuk menumbangkan pemerintahan Islam, mereka melintasi pergunungan Lubnan dan berpapasan dengan kaum Maruniyah. Kaum Maruniyah telah hidup terpisah dari dunia Kristian selama kurang lebih 400 tahun. Gereja di Roma tidak menyangka kalau kaum Maruniyah masih eksis. Para tentara Salib dan kaum Maruniyah menjalin hubungan baik dan sejak itu saling bantu satu sama lain.
Selama perang Salib pada abad ke-12 Masihi, kaum Maruniyah membantu para tentara Salib dan meneguhkan keterikatan mereka dengan Tahta Suci pada 1182 Masihi. Mulai saat itu kaum Maruniyah tak terpisah dari ortodoksi gerejawi dan kesatuan Gereja Katolik. Sebagai tanda ikatan itu, Batrik Maruniyah Youseff Al Jirjisi menerima tajuk dan tongkat lambang kekuasaan dari Paus Paschalis II pada 1100 Masihi. Pada 1131, Batrik Maruniyah Gregorios Al-Halati menerima surat dari Paus Innosensius II yang berisi pengakuan kepausan atas otoritas Kebatrikan Maruniyah.
Dalam waktu yang lama kaum Maruniyah hidup terisolasi dari umat Kristian Empayar Bizantium dan Eropah Barat. Akibatnya mereka mengangkat batrik sendiri, mulai dari Yohanes Marun, yang sebelumnya menjabat sebagai Uskup Batroun, Gunung Lubnan. Dari dialah kaum Maruniyah sekarang ini mendakwa suksesi apostolik penuh melalui tahta keuskupan Antiokhia. Meskipun demikian, timbul kontroversi seputar dakwaan ini, mengingat bahawa sebagian kaum Maruniyah didakwa telah sepenuhnya mengadopsi bidaah monotelitisme. Kontroversi ini mengakibatkan beberapa kali terjadi perang saudara (misalnya pada 1282 dan 1499 Masihi).
Struktur
suntingPentadbiran
suntingKetua Gereja Maruniyah Antiokhia dipilih para uskup Gereja tersebut dan kini berkedudukan di Bkirki, sebelah utara dari Beirut (Batrik Maruniyah berdiam di Utara kota Dimane selam bulan-bulan musim panas). Batrik saat ini (menjabat sejak tahun 1986) adalah Kardinal Mar Nasrallah Boutros Sfeir. Pada saat seorang batrik baru terpilih dan dilantik, dia mengajukan permohonan persekutuan gerejawi kepada Paus, dan dengan demikian memelihara persekutuan Gereja Katolik. Para batrik juga disetarakan dengan Kardinal, pada jenjang Kardinal-Uskup (jenjang tertinggi dalam dewan Kardinal).
Umat Maruniyah memiliki doktrin yang sama dengan umat Katolik lainnya, namun mereka mempertahankan liturgi dan hierarki sendiri. Singkatnya, Gereja Maruniyah tergolong dalam Tradisi Antiokhia dan termasuk Ritus Siro-Antiokhia Barat. Bukan Bahasa Latin melainkan Bahasa Syria yang digunakan sebagai bahasa liturgisnya. Komitmen pribadi Kardinal Sfeir untuk melakukan reformasi liturgis pada tahun 1980an dan 1990an, membuahkan hasil pada tahun 1992 dengan terbitnya buku tata ibadah Maruniyah yang baru. Buku ini mewakili suatu usaha untuk kembali ke bentuk asli dari liturgi Antiokhia. Ibadat Sabda digambarkan lebih kaya daripada dalam tata ibadah sebelumnya, dan tata ibadah baru ini memperkenalkan enam Anafora (Doa Ekaristi).
Hidup selibat tidak diwajibkan bagi para diakon atau imam paroki, akan tetapi para biarawan diwajibkan selibat, kerana para uskup lazimnya dipilih dari biara-biara. Para uskup yang menjabat sebagai epark dan Arkepark dari Eparki dan Arkeparki (setara dengan keuskupan dan keuskupan agung dalam Gereja Barat) bertanggung jawab kepada batrik.
Cabang gereja
suntingRujukan
sunting- ^ Assemani, Maronite Light from the East for the Church and the World
- ^ Studia Humana Volume 2:3 (2013), pp. 53—55
- ^ Synod of the Maronite Church Patriarchal Synod
- ^ Cardinal Nasrallah Boutros Sfeir, head of the Maronite Church who steered a difficult course between factions in the Middle East – obituary
- ^ Maronite patriarch elevates St. Maron pastor to chorbishop during Detroit visit
- ^ Maronite liturgy draws from Eastern and Western traditions, Catholics and cultures
- ^ The Maronite Divine Liturgy, By Dr Margaret Ghosn, Our Lady of Lebanon parish Australia
- ^ "Archived copy" (PDF). Diarkibkan daripada yang asal (PDF) pada 24 Oktober 2018. Dicapai pada 15 October 2019.CS1 maint: archived copy as title (link)
- ^ "There are 3,198,600 Maronites in the World". Maronite-heritage.com. 3 January 1994. Dicapai pada 3 Januari 2015.
- ^ Attwater, Donald; The Christian Churches of the East
- ^ J. D. Frendo, "Who killed Anastasius II?" Jewish Quarterly Review Jilid 72 (1982), 202-4)
- ^ Matti Moosa, The Maronites in History (Syracuse, N.Y.: Syracuse University Press, 1986), 195-216.
Pautan luar
sunting