Cerpen

(Dilencongkan daripada Cerita pendek)

Cerita pendek (Jawi: چريتا ڤينديق, juga disingkatkan kepada cerpen چرڤين‎) ialah suatu bentuk prosa naratif dan bersifat cereka. Biasanya cerpen mengandungi jumlah watak yang sedikit di antara satu sehingga empat orang dengan tema yang satu dan plot yang ringkas. Cerpen berasal dari cerita lucu berprosa, keadaan yang dilakar dengan pantas yang dengan cepat sampai kemuncaknya, selari dengan tradisi penceritaan lisan.

Cerpen berasal dan tumbuh di Eropah atau Barat dengan tokoh-tokohnya yang mengembangkannya seperti Edgar Allan Poe, Nikolai Gogol, Guy de Maupassant dan Anton Chekhov. Pengarang-pengarang tersebut meletakkan asas yang konkrit, terutama berkaitan definasi dan ciri-ciri bagi sebuah cerpen.[1]

Pandangan

sunting

Terdapat beberapa pandangan berbeza oleh ahli sastera dalam mendefinasikan cerpen. Hashim Awang mengatakan cerpen ialah cereka pendek yang membawa persoalan bagi menghasilkan kesan yang indah dan juga memusatkan diri kepada watak dalam situasi, di tempat dan ketika yang sesuai.[2] Othman Puteh mengatakan cerpen ialah cerita pendek yang direka, berbentuk prosa, relatif pendek dan mengutamakan kekuatan daya imaginasi, kreativiti, kecerdasan akal bagi mengusik kepekaan pembaca.[3] Teori Herati pula berkata cerpen bukan tulisan yang dikemukakan pada halaman pertama editorial dan berbeza dengan cerita kerana cerita hanya deretan peristiwa, sedangkan cerpen ialah peristiwa ataupun cerita yang mempunyai plot yang kemas dengan sejumlah watak yang terhad.

Latar belakang

sunting

Asal usul

sunting

Cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama. Adapun irama tersebut berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.

Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya, konon dianggap oleh sejarahwan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang budak Yunani yang bernama Aesop pada abad ke-6 SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia seringkali diartikan cerita tentang binatang sebagai pemeran (tokoh) utama. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya.

Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan misalnya Joko Dolog. Mite atau mitos lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu, contohnya Nyi Roro Kidul. Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul terjadinya suatu tempat, contohnya Banyuwangi.

Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, popular pada masa Empayar Rom. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah cerita realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di Eropa hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley diterbitkan.

Di Eropah, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya The Canterbury Tales karya Geoffrey Chaucer dan Decameron karya Giovanni Boccaccio. Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah cerita kerangka), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah "novella" kelam yang tragis karya Matteo Bandello (khususnya dalam terjemahan Prancisnya). Pada masa Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita pendek.

Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada 1690-an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan moden pertama Seribu Satu Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12) menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa karya Voltaire, Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18.

Cerita-cerita pendek moden

sunting

Cerita-cerita pendek moden muncul sebagai genrenya sendiri pada awal abad ke-19. Contoh-contoh awal dari kumpulan cerita pendek termasuk Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara (1824–1826), Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832) karya Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque and Arabesque (1836), karya Edgar Allan Poe dan Twice Told Tales (1842) karya Nathaniel Hawthorne. Pada akhir abad ke-19, pertumbuhan majalah dan jurnal melahirkan permintaan pasar yang kuat akan fiksi pendek antara 3.000 hingga 15.000 kata panjangnya. Di antara cerita-cerita pendek terkenal yang muncul pada periode ini adalah "Kamar No. 6" karya Anton Chekhov.

Pada paruhan pertama abad ke-20, sejumlah majalah terkemuka, seperti The Atlantic Monthly, Scribner's, dan The Saturday Evening Post, semuanya menerbitkan cerita pendek dalam setiap terbitannya. Permintaan akan cerita-cerita pendek yang bermutu begitu besar, dan bayaran untuk cerita-cerita itu begitu tinggi, sehingga F. Scott Fitzgerald berulang-ulang menulis cerita pendek untuk melunasi berbagai utangnya.

Permintaan akan cerita-cerita pendek oleh majalah mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-20, ketika pada 1952 majalah Life menerbitkan long cerita pendek Ernest Hemingway yang panjang (atau novella) Lelaki Tua dan Laut. Terbitan yang memuat cerita ini laku 5.300.000 eksemplar hanya dalam dua hari.

Sejak itu, jumlah majalah komersial yang menerbitkan cerita-cerita pendek telah berkurang, meskipun beberapa majalah terkenal seperti The New Yorker terus memuatnya. Majalah sastra juga memberikan tempat kepada cerita-cerita pendek. Selain itu, cerita-cerita pendek belakangan ini telah menemukan napas baru lewat penerbitan online. Cerita pendek dapat ditemukan dalam majalah online, dalam kumpulan-kumpulan yang diorganisir menurut pengarangnya ataupun temanya, dan dalam blog.

Perkembangan di alam Nusantara

sunting
Di Indonesia
Di Malaysia

Cerpen yang pertama di Tanah Melayu, secara rasminya bertajuk ’’Kecelakaan Pemalas’’ ditulis oleh Nor bin Ibrahim Al-Madrasi dalam penerbitan majalah Pengasoh(Jil. 2.40, 4 Februari 1920). [4]

Menurut Hashim Awang, terdapat 1,500 buah cerpen yang diterbitkan di Tanah Melayu sebelum Perang Dunia Kedua. Sekretariat Panel Hadiah Karya Sastera pula pada tahun 1976 berjaya mengumpul 614 buah cerpen dari berbagai majalan, akhbar dan kumpulan atau antalogi cerpen.[5]

Di Singapura dan Brunei

Format

sunting

Menetapkan apa yang memisahkan cerita pendek dari format cereka lainnya yang lebih panjang adalah sesuatu yang problematik. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek ialah bahawa ia harus dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali diajukan dalam esai Edgar Allan Poe berjudul "The Philosophy of Composition" pada 1846). Definisi-definisi lainnya menyebutkan batas panjang cereka dari jumlah kata-katanya, iaitu 7,500 patah perkataan. Dalam penggunaan kontemporer, istilah cerita pendek umumnya merujuk kepada karya cereka yang panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak kurang dari 1.000 kata.

Cerita yang pendeknya kurang dari 1,000 patah kata tergolong pada genre fiksi kilat (flash fiction). Fiksi yang melampuai batas maksimum parameter cerita pendek digolongkan ke dalam novelette, novella, atau novel.

Kategori

sunting

Cerpen dapat dikategorikan kepada tiga kategori iaitu;[6]

  1. Cerita pendek sekitar 700 patah perkataan atau kurang
  2. Cerita pendek panjangnya antara 1000 hingga 1500 patah perkataan
  3. Cerita pendek panjangnya antara 2500 hingga 5000 patah perkataan

Ini berbeza di Indonesia yang mana cerpen dibahagikan kepada dua kategori iaitu "cerpen majalah", sekitar 6-8 halaman, dan "cerpen akhbar", sekitar 8-12 halaman.[7]

Pendekatan penulisan

sunting

Sudut pandangan

sunting

Sama seperti teknik penceritaan lain, cerpen mempunyai tiga sudut pandangan iaitu sudut pandangan orang pertama, sudut pandangan orang ketiga dan sudut pandangan orang kedua.[6]

Sudut pandangan orang pertama dan ketiga menjadi pilihan yang paling mudah bagi penulis baharu dalam menulis cerpen mereka, manakala sudut pandangan orang kedua adalah paling sukar untuk ditulis.

Proses penciptaan

sunting

Setiap penulis mempunyai gaya tersendiri dalam menulis cerpen mereka.[8] Tiada teknik atau kaedah jelas bagaimana seorang penulis itu harus ikut bagi mengolah cerpen karangannya.

Tujuan penulisan

sunting

Lazimnya, terdapat sembilan tujuan seorang penulis cerpen menghasilkan karyanya[8] iaitu;

  1. Mencari kepuasan
  2. Melakukan kritikan
  3. Melakukan teguran
  4. Melepaskan geram
  5. Memenuhi fitrah kesenian
  6. Menulis cerpen untuk memberi pengalaman keagamaan, untuk berdakwah dan menerbitkan propaganda
  7. Menulis cerpen untuk memberi ilmu
  8. Menulis cerpen untuk tujuan propaganda
  9. Ingin dikenali

Unsur dan ciri khas

sunting

Cerita pendek cenderung tidak kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

Dalam bentuk-bentuk cereka yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatik: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bahagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya.

Format ia yang pendek mendorong sama ada pola sebegini dapat dimuatkan mahupun sebaliknya. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek moden hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis. Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuah cerita pendek berbeda-beda menurut pengarangnya. Cerpen mempunyai 2 unsur iaitu:

Unsur intrinsik

sunting

Unsur ini bersifat membangun karya itu sendiri. Ia mencakup aspek-aspek berikut:

  • Tema: ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber pada cerita.
  • Latar (setting): tempat, waktu, suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas di mana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
  • Jalan cerita / alur (plot): susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita. Ia bisa dibahagikan menjadi 3:
  1. Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak ke depan terus.
  2. Alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak mundur (flashback).
  3. Alur campuran adalah campuran antara alur maju dan alur mundur.

Alur meliputi beberapa tahap:

  1. Pengantar: bagian cerita berupa lukisan, waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal cerita.
  2. Penampilan masalah: bagian yang menceritakan masalah yang dihadapi pelaku cerita.
  3. Puncak ketegangan / klimaks: masalah dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
  4. Ketegangan menurun / antiklimaks: masalah telah berangsur–angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
  5. Penyelesaian / resolusi: masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
  • Perwatakan - menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga segi yaitu melalui:
  1. Dialog tokoh
  2. Penjelasan tokoh
  3. Penggambaran rupa atau fizikal tokoh
  • Tokoh - orang yang diceritakan serta banyak mengambil peranan dalam cerita:
  1. Protagonis: tokoh utama cerita
  2. Antagonis: tokoh penentang atau lawan dari tokoh utama
  3. Tritagonis: penengah dari tokoh utama dan tokoh lawan
  • Nilai (amanat) - pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita.

Unsur ekstrinsik

sunting

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi:

  • Nilai-nilai dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi)
  • Latar belakang kehidupan pengarang
  • Situasi sosial ketika cerita itu diciptakan

Cerita pendek pada umumnya adalah suatu bentuk karangan cereka, dan yang paling banyak diterbitkan adalah cereka seperti cereka sains, cereka seram, cereka detektif, dan sebagainya. Cerita pendek kini juga mencakup bentuk bukan cereka seperti catatan perjalanan, prosa lirik dan varian-varian pascamoden serta non-fiksi seperti fikto-kritis atau jurnalisme baru.


Lihat juga

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ Othman Puteh. 1993. Penulisan Cerpen: Visi dan Langgam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
  2. ^ Hashim Awang (1998). Penciptaan dan kemanusiaan dalam cerpen dan novel. Kuala Lumpur: Fajar Bakti.
  3. ^ Othman Puteh (1988). Persediaan menulis cerpen. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
  4. ^ Reading the Malay World. edited by Rick Hosking, Susan Hosking, Noritah Omar, Washima Che Dan
  5. ^ Abdulah Hussain. 1980. Penulisan Cerpen: Kaedah dan Pengalaman. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
  6. ^ a b Bahasa Melayu: dimensi pengajaran dan pembelajaran, By Sulaiman Masri, Abdullah Yusof, Mohd Ra'in Shaari
  7. ^ Jasni Matlani (2011). Panduan menulis cerpen. Batu Caves: PTS Profesional Sdn. Bhd.
  8. ^ a b _. 2011. Bagaimana saya menulis: Proses penciptaan cerpen. penyusun: Mawar Safei, Nisah Haji Haron. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Bacaan lanjutan

sunting
  • Browns, Julie, penyunting (1997). Ethnicity and the American Short Story. New York: Garland.
  • Goyet, Florence (2014). The Classic Short Story, 1870–1925: Theory of a Genre. Cambridge: Open Book Publishers.
  • Gelfant, Blanche; Lawrence Graver, penyunting (2000). The Columbia Companion to the Twentieth-Century American Short Story. Columbia University Press.
  • Hart, James; Phillip Leininger, penyunting (1995). Oxford Companion to American Literature. Oxford University Press.
  • Ibáñez, José R; José Francisco Fernández; Carmen M. Bretones, penyunting (2007). , Contemporary Debates on the Short Story. Bern: Lang.
  • Iftekharrudin, Farhat; Joseph Boyden; Joseph Longo; Mary Rohrberger, penyunting (2003). Postmodern Approaches to the Short Story. Westport, CN: Praeger.
  • Kennedy, Gerald J., penyunting (2011). Modern American Short Story Sequences: Composite Fictions and Fictive Communities. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Lohafer, Susan (2003). Reading for Storyness: Preclosure Theory, Empirical Poetics, and Culture in the Short Story. Baltimore, MD: Johns Hopkins University Press.
  • Magill, Frank, penyunting (1997). Short Story Writers. Pasadena, California: Salem Press.
  • Patea, Viorica, penyunting (2012). Short Story Theories: A Twenty-First-Century Perspective. Amsterdam: Rodopi.
  • Scofield, Martin, penyunting (2006). The Cambridge Introduction to the American Short Story. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Watson, Noelle, penyunting (1994). Reference Guide to Short Fiction. Detroit: St. James Press.
  • Winther, Per; Jakob Lothe; Hans H. Skei, penyunting (2004). The Art of Brevity: Excursions in Short Fiction Theory and Analysis. Columbia, SC: University of South Carolina Press.
  • Eikhenbaum, Boris, "How Gogol's 'Overcoat' is Made" in Elizabeth Trahan (ed.) (1982). Gogol's "Overcoat" : An Anthology of Critical Essays,. Ann Arbor, MI: Ardis.CS1 maint: multiple names: authors list (link) CS1 maint: extra text: authors list (link)
  • Hanson, Clare (1985). Short Stories and Short Fictions, 1880–1980. New York: St. Martin's Press.
  • LoCicero, Donald (1970). Novellentheorie: The Practicality of the Theoretical. (About the German theories of the Short Story) The Hague: Mouton.
  • Lohafer, Susan; Jo Ellyn Clarey, penyunting (1990). Short Story Theory at a Crossroads. Baton Rouge, LA: Louisiana State University Press.
  • Mann, Susan Garland (1989). The Short Story Cycle: A Genre Companion and Reference Guide. New York: Greenwood Press.
  • O'Connor, Frank (1963). The Lonely Voice: A Study of the Short Story. Cleveland, OH: World Publishing Company.
  • O'Faoláin, Seán (1951). The short story. Cork: Mercier, 1948; New York: Devin-Adair.
  • Rohrberger, Mary (1966). Hawthorne and the Modern Short Story: A Study in Genre. The Hague: Mouton.