Tari Ratu Balu
Tari Ratu Balu adalah sebuah tarian yang berasal dari daerah Bekoso, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Tari Ratu Balu merupakan tarian yang digelar dalam rangka membayar nadar setelah suksesnya musim panen.
Tari Ratu Balu dilakukan oleh empat orang penari pria yang memakai kopiah dan ikat kepala pesapu, serta empat orang penari wanita yang mengenakan baju dan celana panjang. Tarian dilakukan dalam formasi berbanjar atau segiempat, dengan mengelilingi sebuah gong, dilanjutkan dengan seorang penari wanita menari diatas gong tersebut. Tarian ini diiringi dengan musik kelentangan (musik tradisional suku Dayak Benuaq),[1] gendang, dan gong.[2]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Tari Ratu Balu dikaitkan dengan sebuah cerita rakyat tentang seorang janda miskin yang bernama Ratu Balu. Ia memiliki bayi yang masih menyusu. Pada suatu hari ketika ia sedang mencari rumput di ladangnya, tangannya terluka karena terkena rumput yang ada di tangannya, lalu ia meninggal. Malam harinya, bayinya pun menangis karena kelaparan lalu, terdengar suara Ratu Balu yang mengatakan bahwa ia kini telah menjelma menjadi sebuah gong. Ia mengatakan bahwa untuk memberi makan bayinya, seseorang bisa mengambil tujuh butir padi yang ada di samping gong tersebut, lalu ditanam sebutir demi sebutir. Setelah butir-butir padi tersebut ditanam, padi-padi pun tumbuh dengan subur, dan bayinya dapat tumbuh hingga dewasa.
Oleh karena itu, sekarang gong ini menjadi tempat meminta warga setempat agar panenan dapat berlimpah, selain itu agar panenan juga terhindar dari hama dan penyakit. Namun, apabila gong tersebut digunakan untuk meminta hal-hal yang tidak baik, maka yang meminta dapat celaka.[2]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya (2018-01-01). "Kelentangan". Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Diakses tanggal 2020-05-16.
- ^ a b Ensiklopedi Tari Indonesia Seri P-T. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1986. hlm. 34.