Lucius Cornelius Sulla
Lucius Cornelius Sulla | |
---|---|
Diktator Republik Romawi | |
Masa jabatan 82 atau 81 SM – 81 SM | |
Konsul Republik Romawi | |
Masa jabatan 88 SM – 88 SM | |
Konsul Republik Romawi | |
Masa jabatan 80 SM – 80 SM | |
Informasi pribadi | |
Lahir | sek. 138 SM Roma, Republik Romawi |
Meninggal | 78 SM (usia sek. 60) Puteoli, Republik Romawi |
Partai politik | Optimas |
Suami/istri | istri pertama Julia Caesaris, istri kedua Aelia, istri ketiga Cloelia, istri keempat Caecilia Metella, istri kelima Valeria |
Anak | Pompeia, Lucius Cornelius Sulla, Cornelia, Faustus Cornelius Sulla, Cornelia Fausta, Cornelia Postuma |
| |
Sunting kotak info • L • B |
Lucius Cornelius Sulla Felix (138 SM – 78 SM) adalah seorang negarawan dan jenderal Romawi yang memainkan peran penting dalam transisi Republik Romawi menuju Kekaisaran Romawi. Sulla terkenal karena menjadi diktator Romawi pertama yang meraih kekuasaan melalui kudeta militer, serta memberlakukan reformasi politik dan konstitusional yang berpengaruh besar terhadap sejarah Romawi.
Kehidupan Awal dan Karier Awal
[sunting | sunting sumber]Lucius Cornelius Sulla dilahirkan pada tahun 138 SM dalam keluarga patrician Cornelii, salah satu keluarga tertua dan paling terhormat di Roma. Meskipun keluarganya memiliki status patrician, mereka tidak kaya, dan Sulla menghabiskan sebagian besar masa mudanya dalam kondisi relatif sederhana. Di usia muda, Sulla tertarik pada kehidupan politik dan militer.
Karier politik Sulla dimulai dengan berbagai posisi militer dan sipil yang menunjukkan kemampuannya dalam perang dan pemerintahan. Pada awal kariernya, ia bertugas di bawah komando Gaius Marius dalam Perang Jugurtha (111–105 SM), yang memberi Sulla pengalaman militer penting dan meningkatkan reputasinya sebagai seorang pemimpin.
Perang Sosial dan Awal Pertikaian dengan Marius
[sunting | sunting sumber]Pada awal abad ke-1 SM, Republik Romawi terlibat dalam Perang Sosial (91–88 SM), perang antara Roma dan sekutunya di Italia yang menuntut hak kewarganegaraan penuh. Sulla menunjukkan keterampilannya sebagai jenderal yang tangguh dalam perang ini, yang pada akhirnya dimenangkan oleh Roma.
Selama Perang Sosial, Sulla berselisih dengan mantan mentornya, Gaius Marius, seorang jenderal terkemuka yang terkenal dengan reformasi militernya. Persaingan antara Marius dan Sulla semakin intens ketika Sulla ditunjuk sebagai komandan untuk memimpin perang melawan Mithridates VI, raja Pontus. Marius yang ambisius berhasil merebut komando dari Sulla melalui jalur politik di Senat, yang memicu konflik internal di Roma.
Kudeta Pertama dan Perang Saudara
[sunting | sunting sumber]Setelah dicopot dari komandonya, Sulla melakukan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Romawi: ia memimpin legiunnya kembali ke Roma, melanggar tradisi kuno bahwa pasukan tidak boleh memasuki kota. Pada tahun 88 SM, ia merebut kota Roma dengan kekuatan militer, mengusir Marius dan pendukungnya, serta memulai pemerintahannya.
Namun, konflik antara Sulla dan Marius belum berakhir. Setelah Sulla meninggalkan Roma untuk berperang melawan Mithridates VI di Timur, Marius kembali dari pengasingan dan, bersama sekutunya, mengambil alih Roma. Situasi ini mengarah pada Perang Saudara Romawi yang berlangsung hingga 82 SM.
Diktator dan Reformasi
[sunting | sunting sumber]Pada 82 SM, setelah kemenangannya dalam Perang Saudara, Sulla kembali ke Roma dan mengumumkan dirinya sebagai diktator tanpa batas waktu, suatu langkah yang tidak biasa karena jabatan diktator biasanya hanya diberikan selama krisis yang singkat. Dalam perannya sebagai diktator, Sulla memulai serangkaian proskripsi, yaitu daftar orang-orang yang dianggap sebagai musuh negara dan dapat dibunuh tanpa proses hukum. Melalui proskripsi ini, Sulla menyingkirkan musuh-musuh politiknya dan menyita kekayaan mereka untuk memperkuat posisinya.
Sulla juga memberlakukan reformasi konstitusional yang bertujuan untuk memperkuat kekuasaan Senat dan melemahkan kekuasaan tribuni rakyat, yang sering kali menjadi sumber ketidakstabilan politik. Reformasi ini termasuk pembatasan wewenang tribuni rakyat, mengembalikan kekuasaan yudisial kepada Senat, dan membatasi kekuasaan para gubernur provinsi.
Pengunduran Diri dan Kematian
[sunting | sunting sumber]Salah satu tindakan Sulla yang paling mengejutkan adalah pengunduran dirinya dari jabatan diktator pada tahun 79 SM, setelah ia merasa bahwa tujuannya telah tercapai. Ia pensiun ke tanah miliknya di Campania dan menjalani sisa hidupnya dalam ketenangan, meskipun masih terlibat dalam urusan politik dari kejauhan. Sulla meninggal pada tahun 78 SM karena penyakit yang diduga terkait dengan sirosis hati.
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- Badian, E. (1970). Sulla: The Last Republican. Oxford: Oxford University Press.
- Keaveney, Arthur. (2005). Sulla: The Last Republican. Routledge.
- Appian. The Civil Wars.
- Plutarch. Life of Sulla.
- Keaveney, Arthur, Sulla: The Last Republican, Routledge; 2 edition (June 23, 2005). ISBN 978-0-415-33660-4.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Gnaeus Pompeius Strabo dan Lucius Porcius Cato |
Konsul Republik Romawi bersama Quintus Pompeius Rufus 88 SM |
Diteruskan oleh: Lucius Cornelius Cinna dan Gnaeus Octavius (Suffect: Lucius Cornelius Merula) |
Didahului oleh: Gnaeus Cornelius Dolabella dan Marcus Tullius Decula |
Konsul Republik Romawi bersama Quintus Caecilius Metellus Pius 80 SM |
Diteruskan oleh: Appius Claudius Pulcher dan Publius Servilius Vatia |
Didahului oleh: Gaius Servilius Geminus pada 202 SM, then lapsed |
Diktator Republik Romawi 82/1 SM-81 SM |
Diteruskan oleh: Lapsed, next taken up Gaius Julius Caesar pada 49 SM |