Sulfonilurea
Sulfonilurea adalah salah satu golongan obat antidiabetik oral (ADO) yang digunakan untuk pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2, yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik.[1] Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan diabetes melitus tipe 2 sejak tahun 1950-an.[2]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Sulfonilurea ditemukan pada tahun 1942, ketika ahli kimia Marcel Janbon dan kawan-kawannya mengamati bahwa beberapa sulfonamida menghasilkan hipoglikemia pada hewan percobaan. Dari pengamatan ini, karbutamid (1-butil-3-sulfonilurea) disintesis. Karbutamid adalah sulfonilurea pertama yang digunakan untuk mengobati diabetes, tetapi kemudian ditarik dari pasaran karena efeknya yang merugikan pada sumsum tulang.[3]
Mekanisme kerja
[sunting | sunting sumber]Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β Langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membran dan akan membuka kanal Ca sehingga ion Ca akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan terjadilah sekresi insulin dengan jumlah yang seimbang dengan peptida-C. Oleh karena itu, golongan obat ini bisa disebut sebagai insulin secretagogues. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis besar dapat menyebabkan hipoglikemia.[1]
Golongan
[sunting | sunting sumber]Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi pertama terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid, dan klorpropamid.[1]
Sedangkan, generasi kedua yang memiliki efek hipoglikemik lebih besar yaitu glibenklamid/gliburid, glipizid, gliklazid, glimepirid, dan glikuidon.[4]
Efek samping
[sunting | sunting sumber]Pada generasi pertama, insidens efek samping yang timbul sekitar 4%, dan lebih rendah untuk generasi kedua. Efek samping lain yaitu hipoglikemia hingga koma. Reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal terutama pada pemakaian jangka panjang, dan dapat disebabkan karena dosis yang tidak tepat.[1]
Reaksi alergi yang jarang terjadi yaitu mual, muntah, diare, gejala hematologik, susunan saraf pusat, mata, dan sebagainya. Gejala hematologik seperti leukopenia dan agranulositosis. Gejala susunan saraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia, dan sebagainya.[1]
Efek samping lain yaitu gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktuf, yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid.[1]
Interaksi
[sunting | sunting sumber]Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu penggunaan sulfonilurea yaitu insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin, anabolic steroid, fenfluramin, dan klofibrat.[1]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g Suherman, Suharti K (2016). Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta: FKUI. hlm. 499–501. ISBN 9789791610414.
- ^ Decroli, Eva (2019). Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: FK Unand. hlm. 34. ISBN 9786021332252.
- ^ Sola, Daniele; Rossi, Luca; Schianca, Gian Piero Carnevale; Maffioli, Pamela; Bigliocca, Marcello; Mella, Roberto; Corlianò, Francesca; Fra, Gian Paolo; Bartoli, Ettore (2015-08-12). "Sulfonylureas and their use in clinical practice". Archives of Medical Science : AMS. 11 (4): 840–848. doi:10.5114/aoms.2015.53304. ISSN 1734-1922. PMC 4548036 . PMID 26322096.
- ^ Andrajati, Retnosari (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta Barat: PT. ISFI. hlm. 28–29. ISBN 9789791851411.