Lompat ke isi

Salat berjemaah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Shalat berjemaah (bahasa Arab: صلاة الجماعة) merujuk pada aktivitas shalat yang dilakukan secara bersama-sama. Salat ini dilakukan oleh minimal dua orang dengan salah seorang menjadi imam (pemimpin) dan yang lainnya menjadi makmum.

Landasan hukum

[sunting | sunting sumber]

Fardhu 'ain

[sunting | sunting sumber]

Salat berjemaah merupakan ibadah wajib bagi muslim bila merujuk kepada Surah An-Nisa' ayat 102. Dalam ayat ini, perintah salat berjamaah oleh Allah diadakan dalam keadaan perang. Ayat ini berisi ketentuan-ketentuan posisi salat ketika dalam keadaan perang. Pada ayat ini, jemaah salat dibagi menjadi dua kelompok. Ayat ini juga menjelaskan tentang tidak wajibnya beberapa hal yang wajib di dalam salat ketika perang.[1] Melalui ayat ini, diketahui bahwa salat berjamaah lebih utama diadakan dalam kondisi yang aman. Sementara itu, hukum salat berjemaah ini menjadi fardu ain karena salat berjemaah harus dilakukan oleh semua muslim yang sedang berperang.[2]

Fardhu `ain adalah wajib, dalam salat berjemaah, yang memiliki pendapat fardhu `ain ini adalah Atha` bin Abi Rabah, Al Auza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atha` berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar azan, haruslah dia mendatanginya untuk salat.[3]

Ada hadits yang mengatakan bahwa jika seorang mendengar azan, kemudian tidak salat berjemaah maka orang itu tidak menginginkan kebaikan maka kebaikan itu sendiri tidak menginginkannya pula.[4] Dengan demikian bila seorang muslim meninggalkan salat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun salatnya tetap syah. Kemudian ada hadits yang menjelaskan jika ada orang yang tidak salat berjemaah, maka nabi akan membakar rumah-rumah orang yang tidak menghadiri salat berjemaah.[5]

Fardhu kifayah

[sunting | sunting sumber]

Yang mengatakan fardhu kifayah adalah Al Imam Asy Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al Ifshah jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya (mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Al Hanafiyah dan Al Malikiyah.

Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan salat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal itu karena salat jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam.

Di dalam kitab Raudhatut Thalibin karya Imam An Nawawi disebutkan bahwa: "Salat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk salat Jumat. Sedangkan untuk salat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tetapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain."

Mereka berpegangan dengan memakai dalil yang mengatakan bahwa, jika ada orang yang tidak melaksanakan salat berjemaah maka setan telah menguasai mereka, dalam hadits tersebut, Muhammad menganalogikan orang yang meninggalkan salat jamaah dengan seekor domba yang terpisah dari kelompoknya makanakan diterkam oleh serigala.[6]

Hadits dari Malik bin Huwairits menjelaskan ia mendengar ada hadits yang menjelaskan pentingnya mengajarkan salat kepada keluarga bila waktu salat telah tiba, maka lantunkanlah azan dan yang tertua maka menjadi imam salat.[7] Kemudian ada penjelasan bahwa salat berjemaah lebih utama sebanyak 27 derajat dibandingkan salat sendirian.[8]

Sunnah muakkadah

[sunting | sunting sumber]

Sunnah muakkadah adalah sunnah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan, dan sangat dianjurkan agar tidak ditinggalkan. Pendapat ini didukung oleh mazhab Al Hanafiyah dan Al Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh Imam As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Ia berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah hukum salat berjemaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat syahnya salat, tentu tidak bisa diterima.

Al Karkhi dari ulama Al Hanafiyah berkata bahwa salat berjemaah itu hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib.[9]

Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab Al Malikiyah dalam kitabnya Al Mukhtashar mengatakan bahwa salat fardhu berjamaah selain salat Jumat hukumnya sunnah muakkadah.[10]

Ibnul Juzzi berkata bahwa salat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah.[11][12]

Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka antara lain adalah dalil bahwa salat berjemaah memiliki keutamaan derajat lebih banyak jumlah 27 derajat,[8] Kemudian pendapat lain menjelaskan lagi bahwa salat jamaah berjamaah tidak wajib.[13]

Selain itu mereka juga menggunakan hadits yang mengatakan bahwa orang yang salat berjemaah hanya mendapatkan ganjaran (pahala) terbesar adalah orang yang menunggu salat berjemaah bersama imam, daripada salat sendirian.[14]

Keutamaan

[sunting | sunting sumber]

Salat berjemaah diadakan di masjid. Kegiatan salat berjemaah merupakan suatu kewajiban di dalam Islam dan sesuai dengan petunjuk dari Nabi Muhammad.[15] Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, salat berjemaah mendapatkan ganjaran pahala sebanyak 25 kali lipat. Namun, pahala ini hanya didapatkan jika memenuhi tiga syarat. Pertama, melakukan wudu sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Kedua, memiliki niat yang tulus untuk pergi ke masjid hanya untuk salat berjemaah. Ketiga, bersegera untuk menunaikan salat berjemaah di masjid.[16] Adapun keutamaan salat berjama'ah dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Salat berjemaah lebih utama daripada salat sendirian, dengan pahala 70 derajat[8]
  • Setiap langkahnya diangkat kedudukannya 1 derajat dan dihapuskan baginya satu dosa[17]
  • Dido'akan oleh para malaikat[17][18][19]
  • Terbebas dari pengaruh (penguasaan) setan[6]
  • Memancarkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat[20]
  • Mendapatkan balasan yang berlipat ganda[21]
  • Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain[22]
  • Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma'mum, misalnya tidak boleh menyamai apalagi mendahului gerakan imam dan menjaga kesempurnaan shaf-shaf salat[23][24]
  • Merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan[25]

Kriteria pemilihan imam

[sunting | sunting sumber]

Kriteria pemilihan Imam salat tergambar dalam hadits Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan oleh Abu Mas'ud Al-Badri:

"Yang boleh mengimami kaum itu adalah orang yang paling pandai di antara mereka dalam memahami kitab Allah (Al Qur'an) dan yang paling banyak bacaannya di antara mereka. Jika pemahaman mereka terhadap Al-Qur'an sama, maka yang paling dahulu di antara mereka hijrahnya ( yang paling dahulu taatnya kepada agama). Jika hijrah (ketaatan) mereka sama, maka yang paling tua umurnya di antara mereka".[26]
Sebuah infografik mengenai posisi salat berjemaah sesuai sunnah dari Nabi Muhammad ﷺ.
Posisi bahu, sikut, dan kaki yang saling merapat, dan diusahakan tidak ada celah.[27]

Dalam shalat jamaah Muslim diharuskan mengikuti apa yang telah Nabi Muhammad ajarkan, yaitu dengan merapatkan barisan, antara bahu, lutut dan tumit saling bertemu,[27][28][29][30][31] dilarang saling renggang (berjauhan) antara yang lain.

Berikut adalah keterangan bagaimana shalat berjemaah, sesuai beberapa dalil hadits-hadits yang shahih, beserta infografik yang terdapat pada sebelah kanan:

  1. Dua orang pria, posisi imam sejajar dengan makmum[32]
  2. Tiga orang pria atau lebih, imam paling depan dan makmum berjajar di belakang imam[33]
  3. Satu orang pria dan satu wanita, imam paling depan, makmum wanita persis di belakangnya[34]
  4. Dua orang pria dan satu wanita atau lebih, imam sejajar dengan makmum pria, sedangkan makmum wanita di belakang tengah antara imam dan makmum pria[32][34]
  5. Dua orang wanita, posisi imam wanita sejajar dengan makmum[32]
  6. Tiga orang wanita atau lebih, imam wanita ditengah shaf sejajar dengan makmum wanita[35]
  7. Beberapa pria dan wanita, imam paling depan, shaf kedua makmum pria dan shaf ketiga makmum wanita[36]
  8. Bila ada anak-anak, maka mereka ditempatkan ditengah antara shaf makmum pria dan shaf makmum wanita[37]

Jamaah wanita di dalam masjid

[sunting | sunting sumber]

Wanita diperbolehkan hadir berjama'ah di masjid dengan syarat harus menjauhi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya syahwat ataupun fitnah. Baik karena perhiasan atau harum-haruman yang dipakainya.

  • Kaum wanita dilarang menggunakan parfum atau wewangian[38][39]
  • Shalat dirumah lebih utama bagi kaum wanita[40]
  • Para pria dilarang untuk melarang para wanita yang ingin shalat di masjid[41]

Pengecualian

[sunting | sunting sumber]

Salat berjemaah di masjid dapat tidak dilakukan ketika ada halangan tertentu.[42]

Pemenuhan

[sunting | sunting sumber]

Salat berjemaah terhitung ketika seseorang salat minimal sebanyak satu rakaat penuh bersama dengan imam. Sementara itu, makmum yang tidak salat satu rakaat penuh bersama dengan imam dianggap tidak melaksanakan salat berjemaah. Pendapat ini didasarkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Nabi Muhammad menyebutkan bahwa salat berjamaah hanya diperoleh oleh seseorang yang mendapatkan satu rakaat salat.[43] Satu rakaat salat hanya dapat diperoleh ketika makmum rukuk bersama dengan imam. Hitungan rakaatnya tetap satu meskipun tidak membaca Surah Al-Fatihah bersama dengan imam.[44]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Adil 2018, hlm. 86-87.
  2. ^ Adil 2018, hlm. 87.
  3. ^ Lihat Mukhtashar Al Fatawa Al Mashriyah halaman 50.
  4. ^ Dari Aisyah berkata, “Siapa yang mendengar azan tetapi tidak menjawabnya (dengan salat), maka dia tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya.” (Al Muqni` 1/193)
  5. ^ Dari Abu Hurairah bahwa rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan salat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri salat dan aku bakar rumah rumah mereka dengan api.” (Hadits riwayat Bukhari 644, 657, 2420, 7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).
  6. ^ a b Dari Abu Darda` bahwa rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung atau pelosok tetapi tidak melakukan salat jamaah, kecuali syetan telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu memakan domba yang lepas dari kawanannya.” (Hadits riwayat Abu Daud 547 dan Nasai 2/106 dengan sanad yang hasan).
  7. ^ Dari Malik bin Al Huwairits bahwa rasulullah ﷺ, “Kembalilah kalian kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka salat dan perintahkan mereka melakukannya. Bila waktu salat tiba, maka hendaklah salah seorang kalian melantunkan azan dan yang paling tua menjadi imam.” (Hadits riwayat Muslim nomor 292 dan 674).
  8. ^ a b c Dari Ibnu Umar bahwa rasulullah ﷺ bersabda, “Salat berjemaah itu lebih utama dari salat sendirian dengan 27 derajat.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim no. 650 dan no. 249). Al Khatthabi dalam kitab Ma`alimus Sunan jilid 1 halaman 160 berkata bahwa kebanyakan ulama As Syafi`i mengatakan bahwa salat berjemaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan berdasarkan hadits ini.
  9. ^ Silahkan periksan kitab Bada`ius Shanai` karya Al Kisani jilid 1 halaman 76.
  10. ^ Lihat Jawahirul Iklil jilid 1 halaman 76.
  11. ^ Lihat Qawanin Al Ahkam As Syar`iyah halaman 83.
  12. ^ Ad Dardir dalam kitab Asy Syarhu As Shaghir jilid 1 halaman 244 berkata bahwa salat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain Jumat, hukumnya sunnah muakkadah.
  13. ^ Ash Shan`ani dalam kitabnya Subulus Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa salat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib.
  14. ^ Dari Abi Musa berkata bahwa rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya orang yang mendapatkan ganjaran paling besar adalah orang yang paling jauh berjalannya. Orang yang menunggu salat jamaah bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang salat sendirian kemudian tidur.” (lihat Fathul Bari jilid 2 halaman 278)
  15. ^ Adil 2018, hlm. 76.
  16. ^ Adil 2018, hlm. 90-91.
  17. ^ a b Dari Abu Hurayrah, katanya: Rasulallah bersabda, "Salatnya seorang lelaki dengan berjamaah itu melebihi salatnya di pasar atau rumahnya (secara sendirian atau munfarid) dengan dua puluh lebih (tiga sampai sembilan tingkat derajatnya). Yang sedemikian itu ialah karena apabila seorang itu berwudhu dan memperbaguskan cara wudhunya, kemudian mendatangi masjid, tidak menghendaki ke masjid itu melainkan hendak bersalat, tidak pula ada yang menggerakkan kepergiannya ke masjid itu kecuali hendak salat, maka tidaklah ia melangkahkan kakinya selangkah kecuali ia dinaikkan tingkatnya sederajat dan karena itu pula dileburlah satu kesalahan daripadanya (yakni tiap langkah tadi) sehingga ia masuk masjid. Apabila ia telah masuk ke dalam masjid, maka ia memperoleh pahala seperti dalam keadaan salat, selama memang salat itu yang menyebabkan ia bertahan di dalam masjid tadi, juga para malaikat mendoakan untuk mendapatkan kerahmatan Tuhan pada seorang dari engkau semua, selama masih berada di tempat yang ia bersalat disitu. Para malaikat itu berkata: "Ya Allah, kasihanilah orang ini, wahai Allah, ampunilah ia, ya Allah, terimalah taubatnya." Hal sedemikian ini selama orang tersebut tidak berbuat buruk (berkata-kata soal keduniaan, mengumpat orang lain, memukul dan lain-lain) dan juga selama ia tidak berhadats (tidak batal wudhunya)." (Muttafaq'alaih, Riyadush Shalihin Bab 1. Keikhlasan dan Menghadirkan Niat dalam Segala Perbuatan, Ucapan dan Keadaan yang Nyata dan yang Samar - Hadits No.10)
  18. ^ Rasul bersabda: "Sesungguhnya malaikat mendoakan orang yang berada di tempat duduknya (untuk menunggu datangnya salat berjemaah) selama belum berhadats (batal wudhunya) dan malaikat berdoa: "Ya Allah, ampunilah segala dosanya ya Allah, sayangilah dia"." (Hadits riwayat Muslim no. 469)
  19. ^ Rasul bersabda: "Sesungguhnya Allah bersama malaikat mendoakan kepada orang-orang yang salat di shaf (barisan) pertama." (Hadits riwayat Abu Dawud)
  20. ^ Rasulullah ﷺ bersabda: "Berikanlah khabar gembira orang-orang yang rajin berjalan ke masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat." (Hadits riwayat Abu Daud, Turmudzi dan Hakim)
  21. ^ Rasulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang salat Isya dengan berjama'ah maka seakan-akan ia mengerjakan salat setengah malam, dan barangsiapa yang mengerjakan salat shubuh berjama'ah maka seolah-olah ia mengerjakan salat semalam penuh. (Hadits riwayat Muslim dan Turmudzi dari Utsman)
  22. ^ Rasulullah ﷺ terbiasa menghadap ke ma'mum begitu selesai salat dan menanyakan mereka-mereka yang tidak hadir dalam salat berjama'ah, para sahabat juga terbiasa untuk sekadar berbicara setelah selesai salat sebelum pulang kerumah. Dari Jabir bin Sumrah berkata: "Rasulullah ﷺ baru berdiri meninggalkan tempat salatnya diwaktu shubuh ketika matahari telah terbit. Apabila matahari sudah terbit, barulah dia berdiri untuk pulang. Sementara itu di dalam masjid orang-orang membincangkan peristiwa-peristiwa yang mereka kerjakan pada masa jahiliyah. Kadang-kadang mereka tertawa bersama dan nabi ﷺ pun ikut tersenyum." (Hadits riwayat Muslim)
  23. ^ Rasulullah ﷺ bersabda: "Imam itu diadakan agar diikuti, maka jangan sekali-kali kamu menyalahinya! Jika ia takbir maka takbirlah kalian, jika ia ruku' maka ruku'lah kalian, jika ia mengucapkan 'sami'allaahu liman hamidah' katakanlah 'Allahumma rabbana lakal Hamdu', Jika ia sujud maka sujud pulalah kalian. Bahkan apabila ia salat sambil duduk, salatlah kalian sambil duduk pula!" (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim, shahih)
  24. ^ Dari Barra' bin Azib berkata: "Kami salat bersama nabi ﷺ. Maka diwaktu dia membaca 'sami'alLaahu liman hamidah' tidak seorang pun dari kami yang berani membungkukkan punggungnya sebelum nabi ﷺ meletakkan dahinya ke lantai. (Jama'ah)
  25. ^ Allah berfiman: "Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan salat." (At-Tawbah 9:18)
  26. ^ Dari Malik bin Al Huwairits bahwa rasulullah ﷺ, “Kembalilah kalian kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka salat dan perintahkan mereka melakukannya. Bila waktu salat tiba, maka hendaklah salah seorang kalian melantunkan azan dan yang paling tua menjadi imam.” (Hadits riwayat Muslim nomor 292 dan 674)
  27. ^ a b Dari Abu Qosim Al-Jadali berkata, “Saya mendengar Nu’man bin Basyir berkata, ‘Rasulallah ﷺ menghadapkan wajahnya kepada manusia dan bersabda, ‘Luruskan shaf-shaf kalian! Luruskan shaf-shaf kalian! Luruskan shaf-shaf kalian! Demi Allah benar-benar kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan menjadikan hati kalian berselisih.’ Nu’man berkata, ‘Maka saya melihat seseorang melekatkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, mata kaki dengan mata kaki kawannya.’’” (Hadits riwayat Abu Dawud 662, Ibnu Hibban 396, Ahmad 4272. Dishahihkan Syaikh Al-Albany dalam As-Shahihah no.32)
  28. ^ Rasulallah ﷺ bersabda, “Luruskan shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk kesempurnaan shalat.” (Hadits riwayat Bukhari, dalam Fath al-Bari’ No.723)
  29. ^ Rasulallah ﷺ bersabda, “Benar-benarlah kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan membuat berselisih di antara wajah-wajah kalian.” (Hadits riwayat Bukhari 717, Imam Muslim 127, Lafadz ini dari Imam Muslim). Berkata Al-Imam An-Nawawi, “Makna hadits ini adalah akan terjadi di antara kalian permusuhan, kebencian dan perselisihan di hati.”
  30. ^ Rasulallah ﷺ bersabda, “Luruskan shaf kalian, jadikan setentang di antara bahu-bahu, dan tutuplah celah-celah yang kosong, lunaklah terhadap tangan saudara kalian dan jangan kalian meninggalkan celah-celah bagi setan. Barangsiapa menyambung shaf maka Allah menyambungkannya dan barangsiapa yang memutuskannya maka Allah akan memutuskannya.” (Hadits riwayat Bukhari, Abu Dawud 666. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Shahih Sunan Abu Dawud)
  31. ^ Rasul bersabda: "Sesungguhnya Allah dan malaikatNya mendoakan orang-orang yang merapatkan barisan salat. Barangsiapa yang menutup (merapatkan) barisan yang renggang, maka Allah akan mengangkat derajatnya." (Hadits riwayat Ibnu Majah)
  32. ^ a b c Hadits Ibnu Abbas, "Saya shalat bersama nabi ﷺ disuatu malam, saya berdiri di samping kirinya, lalu nabi memegang bagian belakang kepala saya dan menempatkan saya di sebelah kanannya." (Hadits riwayat Bukhari)
  33. ^ Hadits Jabir, "Nabi ﷺ berdiri shalat maghrib, lalu saya datang dan berdiri disamping kirinya. Maka dia menarik diri saya dan dijadikan disamping kanannya/ Tiba-tiba sahabat saya datang (untuk shalat), lalu kami berbaris di belakang dia, dan shalat bersama rasulallah ﷺ." (Hadits riwayat Ahmad)
  34. ^ a b Hadits Anas bin Malik, "Bahwa dia shalat di belakang rasulallah ﷺ bersama seorang yatim sedangkan Ummu Sulaim berada di belakang mereka." (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
  35. ^ Hadits Aisyah, "Bahwa Aisyah salat menjadi imam bagi kaum wanita dan dia berdiri ditengah shaf." (Hadits riwayat Baihaqi, Hakim, Daruquthni dan Ibnu Abi Syaibah)
  36. ^ Hadits Abu Hurayrah, "Sebaik-baiknya shaf pria adalah yang pertama, dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir, dan sebaik-baiknya shaf wanita adalah yang paling akhir, dan seburuk-buruknya adalah yang pertama." (Hadits riwayat Muslim)
  37. ^ Hadits Abu Malik Al-Asy'ari, "Bahwa nabi ﷺ menjadikan (shaf) pria didepan anak-anak, anak-anak di belakang mereka sedangkan kaum wanita di belakang anak-anak. (Hadits riwayat Ahmad)
  38. ^ Rasulullah ﷺ bersabda: "Janganlah kamu larang wanita-wanita itu pergi ke masjid-masjid Allah, tetapi hendaklah mereka itu keluar tanpa memakai harum-haruman." (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Abu Huraira)
  39. ^ "Siapa-siapa di antara wanita yang memakai harum-haruman, janganlah ia turut shalat Isya bersama kami." (Hadits riwayat Muslim, Abu Daud dan Nasa'i dari Abu Huraira, isnad hasan)
  40. ^ Hadits dari Ummu Humaid As-Saayidiyyah bahwa Ia datang kepada rasulullah ﷺ dan mengatakan: "Ya rasulullah, saya senang sekali shalat di belakang Anda." Diapun menanggapi: "Saya tahu akan hal itu, tetapi shalatmu di rumahmu adalah lebih baik dari salatmu di masjid kaummu, dan salatmu di masjid kaummu lebih baik dari salatmu di masjid Umum." (Hadits riwayat Ahmad dan Thabrani)
  41. ^ Rasulullah ﷺ bersabda: "Janganlah kalian melarang para wanita untuk pergi ke masjid, tetapi (shalat) di rumah adalah lebih baik untuk mereka." (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar)
  42. ^ Adil 2018, hlm. 88.
  43. ^ Adil 2018, hlm. 221-222.
  44. ^ Adil 2018, hlm. 222.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Adil, Abu Abdirrahman (2018). Mujtahid, Umar, ed. Ensiklopedi Salat. Jakarta: Ummul Qura. ISBN 978-602-7637-03-0. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]