Peristiwa Andi Azis
pemberontakan makassar | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia | |||||||
Batalyon Worang pemerintah pusat, menduduki Pelabuhan Makassar, 20–21 April 1950 | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Angkatan Darat Indonesia | Pemberontak Indonesia Timur | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Andi Aziz | |||||||
Pasukan | |||||||
Pasukan Anti-Indonesia |
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Peristiwa Andi Azis adalah upaya pemberontakan yang dilakukan oleh Andi Azis, seorang mantan perwira KNIL, yang berusaha untuk mempertahankan keberadaan Negara Indonesia Timur dan enggan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Andi Azis, para perwira APRIS (ABRI) (dari kalangan mantan anggota KNIL) harus bertanggung jawab terhadap gangguan keamanan di wilayah Negara Indonesia Timur yang menurutnya didalangi oleh pemerintah.
Awal gerakan
[sunting | sunting sumber]Andi Azis adalah seorang mantan perwira KNIL yang bergabung menjadi perwira APRIS (ABRI), kemudian ia diterima sebagai perwira APRIS. Pelantikannya disaksikan oleh Letkol Ahmad Yunus Mokoginta, yang merupakan Panglima Tentara Teritorium Negara Indonesia Timur. Namun kemudian, ia justru menggerakkan pasukannya dari para mantan perwira KL/KNIL lainnya untuk menyerang markas APRIS dan menyandera sejumlah perwira APRIS, termasuk Letkol A. Y. Mokoginta. Setelah menguasai Makassar, ia menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan. Ia menuntut agar para perwira APRIS (dari kalangan mantan anggota KNIL) harus bertanggung jawab terhadap gangguan keamanan di wilayah Indonesia Timur yang menurutnya didalangi oleh pemerintah.
Pada tanggal 8 April 1950, pemerintah membuat ultimatum yang meminta Andi Azis agar segera datang ke Jakarta. Karena, apabila ia tidak mengindahkan ultimatum tersebut, maka Kapal Angkatan Laut Hang Tuah akan mem-bom kota Makassar. Selain itu, ultimatum pemerintah tersebut juga meminta agar Andi Azis mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam waktu 4 x 24 jam, tetapi ultimatum tersebut tetap juga tidak diindahkan. Setelah batas waktu terlewati, pemerintah mengirimkan pasukan di bawah Kolonel Alex Kawilarang. Dan akhirnya, pada tanggal 15 April 1950, Andi Azis datang ke Jakarta dengan perjanjian dari Sri Sultan Hamengkubuwana IX bahwa ia tidak akan ditangkap. Namun, ketika Andi Azis datang ke Jakarta, ia justru langsung ditangkap.
Pertempuran
[sunting | sunting sumber]Gerakan ini diawali dengan kegiatan pasukan APRIS (ABRI) yang diganggu oleh KL/KNIL dan kerap kali melakukan provokasi serta konflik dengan pasukan APRIS. Pertempuran keduanya meletus pada tanggal 5 Agustus 1950. Tentara KL/KNIL berhasil ditaklukkan oleh APRIS dengan mengerahkan seluruh kekuatan pasukan dari angkatan darat, laut, dan udara.
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Pada bulan April 1950, terjadi kerusuhan di Sulawesi Selatan yang disebabkan oleh demonstrasi masyarakat yang anti federal dan pro federal. Sehingga Andi Aziz merasa bahwa tanggung jawabnya adalah menstabilkan kondisi di Sulawesi Selatan. Namun ia malah ingin mempertahankan negara Indonesia Timur dan menolak bergabung dengan Republik Indonesia.