Masjid Katangka
Masjid Al-Hilal atau Masjid Katangka adalah salah satu masjid tertua di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Dinamakan Masjid Katangka karena berlokasi di kelurahan Katangka, kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Selain itu, masjid ini disebut Katangka, karena bahan baku dasar dari masjid tersebut diyakini diambil dari pohon Katangka.[1] Bentuk Masjid Katangka menyerupai Joglo pada arsitektur suku Jawa dan tidak menggunakan model suku Bugis maupun suku Makassar. Masjid Katangka digunakan sebagai masjid dan dahulu digunakan juga digunakan sebagai kediaman para aristokrat yang berasal dari Pulau Jawa.[2]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Sebuah prasasti menginformasikan bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1603, tetapi beberapa sejarawan meragukan informasi ini. Pendapat lain mengatakan bahwa masjid dibangun pada awal abad ke-18.[3]
Masjid Al Hilal Katangka dulunya merupakan masjid Kerajaan Gowa. Letak masjid berada di sebelah utara kompleks makam Sultan Hasanuddin. Lokasi makam yang diyakini sebagai tempat berdirinya Istana Tamalate, istana raja Gowa ketika itu. Sebuah jalan yang dikenal sebagai Batu Palantikang, merupakan jalan yang sering dilintasi raja dan keluarga menuju masjid.[4]
Arsitektur
[sunting | sunting sumber]Masjid Katangka didirikan di atas lahan sekitar 150 meter persegi. Masjid ini memiliki ciri khas seperi memiliki satu kubah, atap dua lapis menyerupai bangunan joglo. Bangunan ini juga memiliki empat tiang penyangga, yang berbentuk bulat dan memiliki ukuran yang besar dibagian tengah. Jendela masjid ini berjumlah enam serta memiliki lima pintu. Atap dua lapis berarti dua kalimat syahadat, empat tiang berarti empat sahabat nabi, jendela bermakna rukun iman ada enam dan lima pintu bermakna rukun Islam.[1]
Bagian kubah dipengaruhi oleh arsitektur Jawa dan lokal, tiang dipengaruhi oleh budaya Eropa, sedangkan bagian mimbar sangat kental dengan pengaruh kebudayaan China, ini terlihat pada atap mimbar yang mirip bentuk atap klenteng. Di sekitar mimbar juga masih terpasang keramik dari Cina yang konon dibawa oleh salah satu arsiteknya yang berasal dari sana.[5]
Ciri khas lainnya, dan ini terjadi di hampir seluruh bangunan kuno adalah pada bagian dinding yang terbuat dari batu bata itu cukup tebal, yakni mencapai 120 sentimeter (cm). Penyebab utamanya karena masjid ini juga pernah dijadikan sebagai benteng pertahanan saat Raja Gowa melawan penjajah.[1]
Renovasi
[sunting | sunting sumber]Masjid ini telah mengalami enam kali renovasi. Pertama pada tahun 1816, atau pada masa Raja Gowa XXX atas nama Sultan Abd Rauf. Kemudian pada 1884, yang dilakukan oleh Raja Gowa XXXII, Sultan Abd Kadir. Berturut-turut kemudian pada tahun 1963 oleh Gubernur Sulsel, tahun 1971 oleh Kanwil Dikbud Sulsel, tahun 1980, Swaka Sejarah dan Purbakala sulsel dan terakhir tahun 2007. Pada renovasi terakhir, itu dilakukan atas swadaya dari pengurus masjid dan bantuan dari masyarakat.[1]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d Masjid Katangka, Tonggak Islam di Sulsel[pranala nonaktif permanen]. www.vivanews.com. Diakses pada 23 Juli 2012
- ^ Duli, dkk. (2013). Monumen Islam di Sulawesi Selatan (PDF). Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. hlm. 39. ISBN 978-602-8405-50-8.
- ^ Al-Hilal (Katangka) Mosque Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine.. www.melayuonline.com. Diakses pada 23 Juli 2012
- ^ Masjid Al-Hilal Katangka Diarsipkan 2013-09-27 di Wayback Machine.. www.majalahversi.com. Diakses pada 23 Juli 2012
- ^ Masjid Tertua di Makassar Diarsipkan 2012-07-26 di Wayback Machine.. www.mymakassar.com. Diakses pada 23 Juli 2012