Longser
Longser adalah salah satu jenis teater rakyat tatar Sunda yang hidup di daerah Priangan, Jawa Barat. Sebagai teater rakyat, longser dipentaskan di tengah-tengah penonton. Bahkan, pada awal perkembangannya longser hampir tidak pernah dipentaskan di sebuah panggung yang ditata sedemikian rupa. Tempat pementasannya dilakukan di alun-alun, terminal, stasiun, atau bahkan di pinggir jalan. Sebuah pergelaran longser biasanya dilengkapi oleh nayaga (penabuh musik), pemain, bodor (pelawak), dan ronggeng (penari) merangkap penyanyi untuk daya tarik tersendiri bagi penonton.[1] Longser hidup dan berkembang di daerah Priangan, terutama di daerah Bandung.[2] Sekitar tahun 1915 di Bandung ada sebuah pagelaran rakyat yang terkenal dengan nama doger. Kemudian nama doger berubah menjadi lengger dan pada akhirnya berubah lagi menjadi longser yang cukup berjaya antara tahun 1920-1960-an.[3]
Bentuk pertunjukan longser terdapat unsur tari, nyanyian, lakon yang dibumbui dengan lelucon khas masyarakat Sunda. Biasanya pertunjukan dilakukan malam hari di tempat terbuka dengan tikar sebagai alas duduk penonton. Secara otomatis penonton membuat setengah lingkaran mirip dengan bentuk tapal kuda. Di tengah arena biasanya diletakkan oncor atau corong bersumbu tiga sampai lima untuk alat penerangan pertunjukan.[4] Gamelan disimpan di belakang yang sekaligus dijadikan tempat berganti pakaian atau kostum oleh seluruh anggota rombongan. Walaupun sering ditampilkan malam hari, namun apabila cuaca tidak mendukung dipertunjukan pula pada siang hari dengan istilah yang berganti menjadi pertunjukan lontang. Longser dikenal juga dengan kemasan mengamen di pinggir jalan, walaupun sekali-kali ada yang memanggil untuk acara hajatan.[3]
Waditra dan Kostum
[sunting | sunting sumber]Waditra (alat musik) yang digunakan dalam pertunjukan Longser adalah ketuk, kendang, dua buah saron, kempyang, kempul, gong, kecrek, dan rebab. Dalam perkembangannya waditra yang digunakan semakin lengkap yaitu ditambah dengan terompet, bonang, kecapi, gambang, dan jenglong yang berlaras salendro.
Dalam longser ada pemain perempuan yang terkenal dengan sebutan ronggeng. Salah seorang di antara penari tersebut ada yang disebut Sripanggung. Ia merupakan primadona dari para penari ronggeng. Para ronggeng menggunakan kain dan kebaya juga menggunakan selendang atau karembong. Hiasan kepala bersanggul yang dihiasi dengan kalungan mangle (rangkaian antara bunga melati dan bunga sedap malam) yang dironce.[1] Pelengkap pakaian yang digunakan biasanya ada subang (hiasan di telinga), gelang, kalung, cincin, dan bros. Para pemain laki-laki mengenakan pakaian untuk jawara, yaitu pakaian kampret, kain sarung, ikat kepala barangbang seplak, golok yang diselipkan pada sabuk kulit lebar, juga menggunakan gelang akar bahar dan cincin batu yang berukuran besar-besar.[3]
Urutan Pertunjukan
[sunting | sunting sumber]- Pertunjukan Longser dimulai dengan penari ronggeng yang masuk. Adegan ini disebut dengan wawayangan atau mamarung. Setelah itu, para ronggeng bernyanyi dan menari. Hal ini sebagai cara menarik hati penonton. Apabila ada penonton laki-laki yang tertarik pada salah satu penari ronggeng, biasanya akan memakaikan salah satu barang yang dimilikinya kepada penari ronggeng. Bila selesai, barang tersebut akan dikembalikan dengan tebusan uang.
- Setelah itu, datang bodor (pelawak) untuk memberikan ucapan terima kasih kepada seluruh penonton atas partisipasi dalam menari ronggeng. Pemain bodor biasanya pemimpin rombongan. Sambil melawak, ia mengenalkan rombongan, Sripanggung, para ronggeng kepada seluruh penonton.
- Jawara dan Sripanggung menari berpasang-pasangan kemudian diikuti oleh ronggeng yang lain berpasangan dengan para penonton yang menaksirnya. Penonton juga diperbolehkan meminta lagu kesenangannya dengan imbalan uang. Lagu-lagu yang diminta seperti Awi Ngarambat, Geboy, Berenuk, undur-undur, dan lagu-lagu ketuk tilu yang lain.
- Menyajikan lakonan atau cerita. Lakon-lakon yang sering ditampilkan biasanya diangkat dari kisah hidup masyarakat sehari-hari. Di antaranya adalah Si Keletek jeung Si Kulutuk, Suganda-Sugandi, Rusiah Geulang Rantai, Pahatu Lalis, Karnadi Anemer Bangkong, Kelong, dan lain-lain.[3]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b "Longser-Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat". www.disparbud.jabarprov.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-10-31. Diakses tanggal 2020-04-27.
- ^ Billah, M. Arif (2020-04-17). "Sistem Pewarisan Budaya pada Kesenian Longser Grup Pancawarna di Desa Rancamanyar Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung". Jurnal Budaya Etnika (dalam bahasa Inggris). 3 (2). ISSN 2549-032X.
- ^ a b c d Hariyono, Apriliani (2016-03-23). "Ateng Japar: Sang Legenda Seni Pertunjukan Longser dan Peranannya di Kabupaten Bandung, Tahun 1975 – 2002". MIMBAR PENDIDIKAN. 1: 87. doi:10.17509/mimbardik.v1i1.1756.
- ^ "Asal Longser, dari Melong Lahirlah Seredet". kumparan. Diakses tanggal 2020-04-27.