Islam Tua
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Agama asli Nusantara |
---|
Sumatra |
Ugamo Malim • Pemena • Arat Sabulungan • Fanömba adu • Melayu |
Jawa |
Sunda Wiwitan (Madraisme & Buhun) • Kapitayan • Kejawen • Hindu Jawa • Saminisme |
Nusa Tenggara |
Hindu Bali • Halaika • Wetu Telu • Marapu • Jingi Tiu • Koda Kirin • Makamba Makimbi |
Kalimantan |
Kaharingan • Momolianisme • Bungan |
Sulawesi |
Aluk Todolo • Tolotang • Tonaas Walian • Adat Musi • Masade • Hindu Sulawesi |
Maluku dan Papua |
Naurus • Wor • Asmat |
Organisasi |
Portal «Agama» |
Islam Tua atau Masade adalah agama yang berkembang di Kepulauan Sangihe. Islam Tua adalah sebutan yang diberikan orang luar kepada penganut kepercayaan ini karena menganggap sebagian ajarannya lebih dekat pada agama Islam, sedangkan para pemeluknya sendiri menyebut agama ini Masade.[1]
Akibat tekanan pemerintahan dan berkembangnya zaman, agama ini mengalami beberapa perubahan nama. Pertama kali agama ini dikenali sebagai agama Masade, kemudian Islam Handung, kemudian Penghayat, dan pada akhirnya agama ini disebut oleh sebagian orang Sangihe sebagai Islam Tua.[2] Para penganut Islam Tua pun dikucilkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perkawinan dengan cara Islam Tua tidak diakui dan harus melalui pengadilan. Di kolom agama KTP, mereka diwajibkan menulis agama Islam.[2] Beberapa peneliti menghubungkan agama Islam Tua dengan penyebaran Islam Syiah di Nusantara.[3]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Agama Islam pertama kali diperkenalkan di wilayah Kepulauan Sangihe oleh seseorang dari semenanjung Arab yang bernama Maulana Moe'min pada abad ke-15 M. Ia menyebarkan Islam dengan dukungan Kerajaan Lamauge, yang merupakan salah satu kerajaan Islam di Sangihe dan masih bagian dari kekuasan Kerajaan Tabukan. Islamisasi ini juga ditunjang oleh perdagangan dan kekerabatan dengan kerajaan-kerajaan sekitar kepulauan Sulu dan Mindanao yang kini bagian dari Filipina.
Selain itu, Raja Syam Alam atau Samangsialang juga menjadi pelopor penyebaran Islam kala itu. Ketika ia berkuasa, muncullah sesosok imam bernama Imam Masade atau lebih dikenal dengan sebutan Mawu Masade.[3]
Persebaran
[sunting | sunting sumber]Persebaran pemeluk agama Islam Tua meliputi Kampung Pindang, kecamatan Manganitu Selatan (sekarang sudah tidak ada), Kampung Lenganeng (pusat agama Islam Tua), Kampung Kalekube dan Pulau Enggohe, kecamatan Tabukan Utara, dan di Kota Bitung. Dari data 2007, diperkirakan pemeluk agama ini mencapai 3.000 jiwa.[2]
Keagamaan
[sunting | sunting sumber]Beberapa tata cara keagamaan yang berbeda dengan agama Islam:[3]
- Diko'u Soro, acara yang hanya dilakukan tiga hari sebelum Idul Fitri.
- Sembahyang, ajaran ini mengajarkan salat yang hanya seminggu sekali, yakni hari Jumat. Seorang imam berada di tengah-tengah jemaah yang melingkarinya dan berdoa bersama.
- Pemilihan Imam, penunjukan seorang Imam yang diberikan kepada seorang yang dirasa mampu dalam pengetahuan agama Masade atau Islam Tua.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Ikanubun, Yoseph (2017-10-06). Syaiful, Anri, ed. "Menelusuri Keberadaan Islam Masade di Kepulauan Sangihe". Liputan6.com. Diakses tanggal 2019-08-14.
- ^ a b c "Sejarah - Sejarah Islam Tua Lenganeng". sangihekab.go.id. Diakses tanggal 2019-08-14.
- ^ a b c naufal, kevin. "Mengenal Islam Tua di Ujung Utara Indonesia". Good News From Indonesia. Diakses tanggal 2019-08-14.