Frustrasi
Frustrasi, berasal dari bahasa Latin frustratio, adalah perasaan kecewa akibat terhalang dalam pencapaian tujuan. Makin penting tujuannya, makin besar frustrasi dirasakan.
Frustrasi merupakan emosi yang kompleks dan bisa menimbulkan dampak yang besar pada orang yang mengalaminya.[1] Kompleksitas frustrasi ditunjukkan dengan munculnya respon emosi seperti kemarahan, kesedihan,[2] dan bisa menjurus ke stres, depresi, hingga kehilangan minat dalam hidup.[1] Namun, frustrasi juga bisa menjadi indikator yang berguna bagi masalah hidup seseorang, yaitu menjadi motivasi untuk berubah dan bangkit dari masalah.[3]
Sumber Frustrasi
[sunting | sunting sumber]Frustrasi dapat berasal dari dalam (internal) atau dari luar diri (eksternal) seseorang.[3]
Internal: saat seseorang tidak berhasil mendapatkan sesuatu yang diinginkan maka akan timbul rasa kecewa hingga frustrasi. Hal tersebut merupakan akibat dari hilangnya rasa percaya diri dan ketakutan untuk menghadapi situasi sosial. Konflik juga dapat menjadi sumber internal dari frustrasi saat seseorang mempunyai beberapa tujuan yang saling berinterferensi satu sama lain.
Eksternal: faktor di luar diri seseorang juga bisa menjadi sumber frustrasi, seperti orang lain, tempat, dan hal-hal lain yang menjadi hambatan bagi seseorang dalam meraih tujuannya. Faktor eksternal dari frustrasi tidak dapat dihindari, tetapi bisa diatasi.[3] Contohnya mencari rute alternatif saat seseorang terjebak kemacetan lalu lintas.
Tanda-Tanda Frustrasi
[sunting | sunting sumber]Tanda Fisiologis
[sunting | sunting sumber]Frustrasi dapat dianalisis dari perubahan-perubahan yang terjadi secara fisiologis, seperti respon kulit terhadap aliran galvanis, tekanan darah, aktivitas saraf, dan ketegangan otot.[4] Saat mengalami frustrasi respon kulit terhadap aliran galvanis (sentuhan dari luar) cenderung berkurang. Tekanan darah juga menjadi indikator seseorang mengalami frustrasi, makin tinggi tekanan darah, makin tinggi level frustrasi atau stres. Berdasarkan penelitian juga ditemukan perubahan ketegangan pada otot wajah. Selain itu, stres atau frustrasi bisa meningkatkan temperatur pada wajah sehingga wajah menjadi memerah.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Masoudi Alavi, Negin (2013-09-01). "Frustration: a challenge in chronic conditions". Nursing and midwifery studies. 2 (3): 1–2. doi:10.5812/nms.14166. ISSN 2322-1674. PMC 4228539 . PMID 25414868. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-26. Diakses tanggal 2022-03-11.
- ^ Bierzynska, Maria; Bielecki, Maksymilian; Marchewka, Artur; Debowska, Weronika; Duszyk, Anna; Zajkowski, Wojciech; Falkiewicz, Marcel; Nowicka, Anna; Strelau, Jan (2016-01-11). "Effect of Frustration on Brain Activation Pattern in Subjects with Different Temperament". Frontiers in Psychology. 6: 1989. doi:10.3389/fpsyg.2015.01989. ISSN 1664-1078. PMC 4708012 . PMID 26793136. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-11. Diakses tanggal 2022-03-11.
- ^ a b c "Understanding Frustration | PsychologistAnywhereAnytime.com". www.psychologistanywhereanytime.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-23. Diakses tanggal 2022-03-10.
- ^ Downs, Jhon. "The Psychology of User Frustration" (PDF). www.cs.auckland.ac.nz. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-07-02. Diakses tanggal 2022-03-11.