Lompat ke isi

Drupada

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Drupada
द्रुपद
Drupada (kanan) menjamu para Pandawa (kiri), dalam lukisan gaya Kangra dari India (abad ke-18).
Drupada (kanan) menjamu para Pandawa (kiri), dalam lukisan gaya Kangra dari India (abad ke-18).
Tokoh Mahabharata
NamaDrupada
Ejaan Dewanagariद्रुपद
Ejaan IASTDrupada
Arti namakaki yang kokoh[1]
Nama lainYadnyasena
Kitab referensiMahabharata
AsalKerajaan Pancala
KediamanKampilya[2]
Kastakesatria
AyahPersata
IbuWisaka
Anak

Drupada (Dewanagari: द्रुपद; ,IASTDrupada, द्रुपद), atau sering pula disebut Yadnyasena (Dewanagari: यज्ञसेन; ,IASTYajñasena,; arti: "[memiliki] pasukan rela berkorban"[3]), adalah nama raja Kerajaan Pancala dalam wiracarita Mahabharata. Dalam banyak versi Mahabharata disebutkan bahwa ia merupakan ayah bagi Srikandi, Drestadyumna, dan Dropadi. Versi lain juga menceritakan bahwa ia ayah bagi Satyajit, Yudamanyu, dan Utamoja. Dikisahkan bahwa semasa muda ia bersahabat dengan Drona, guru para Pandawa dan Korawa. Namun persahabatan mereka kemudian berubah menjadi permusuhan; Drupada akhirnya tewas di tangan Drona dalam perang besar di Kurukshetra, atau Bharatayuddha.

Masa muda

[sunting | sunting sumber]
Ilustrasi Drona dan Drupada semasa muda dalam buku Indian tales of the great ones among men, women, and bird-people (1916) karya Cornelia Sorabji, digambar oleh Warwick Goble.

Drupada adalah putra dari Persata (पृषट Pṛṣaṭa), Raja Pancala.[4] Sewaktu muda ia belajar bersama dengan Drona, seorang brahmana miskin putra Bharadwaja. Keduanya menjalin persahabatan akrab, bahkan Drupada berjanji apabila kelak ia menjadi raja menggantikan ayahnya, maka Drona akan diberinya sebagian dari wilayah Pancala.[4]

Drupada akhirnya benar-benar mewarisi takhta Pancala sepeninggal ayahnya. Sementara itu, Drona menikah dengan Krepi, adik perempuan Krepa, seorang brahmana di Kerajaan Kuru yang beribukota Hastinapura.

Beberapa versi Mahabharata mencatat detail keluarga Drupada secara berbeda-beda. Dalam Mahabharata, istri Drupada disebut dengan nama panggilan "Persati" (Pṛṣati) yang secara harfiah berarti "putri [menantu] dari Persata".[5] Wiracarita tersebut juga menyatakan bahwa setelah Drupada memohon kepada Dewa Siwa, akhirnya Srikandi lahir (sebagai reinkarnasi dari Putri Amba).

Dalam banyak versi disebutkan bahwa Srikandi dan Satyajit merupakan anak kandungnya Drupada, sedangkan Drestadyumna dan Dropadi adalah anak yang berasal dari api ritual yang diselenggarakan olehnya. Sementara itu, dalam beberapa versi disebutkan bahwa Yudamanyu dan Utamoja — dua perwira yang melindungi sayap kanan dan kiri kesatria Arjuna dalam perang Kurukshetra — adalah dua putra Drupada juga. Versi kompilasi Caturdhara menyebutkan bahwa Drupada memiliki enam putra lagi selain putra-putra yang disebutkan tadi, yaitu: Kumara, Wreka, Pancalya, Surata, Satrunjaya, Janamejaya. Maka jumlah seluruh putra Drupada yaitu sebelas orang.[6]

Ayah Srikandi

[sunting | sunting sumber]

Dalam Adiparwa yang ditulis ulang Kamala Subramaniam diceritakan bahwa seorang putri dari Kasi bernama Amba menemui Drupada, dengan tujuan meminta bantuan untuk membunuh Bisma dari Hastinapura. Drupada menolak karena takut akan kesaktian Bisma. Amba pun pergi dengan kecewa dan meninggalkan untaian bunga di pintu gerbang Kerajaan Pancala. Untaian bunga tersebut adalah pemberian Dewa Skanda (Kartikeya) dan barangsiapa yang memakainya akan menjadi penyebab kematian Bisma.

Drupada melarang semua warganya agar tidak menyentuh untaian bunga peninggalan Amba. Sampai beberapa tahun kemudian, putri sulung Drupada yang bernama Srikandi berani mangambil dan memakainya sebagai kalung. Adapun Srikandi tidak lain adalah reinkarnasi dari Amba sendiri. Srikandi tertarik mempelajari ilmu perang. Dalam kitab Udyogaparwa dikisahkan, atas bantuan seorang yaksa, ia mengalami pergantian kelamin menjadi laki-laki. Meskipun demikian, ia tidak bisa menjadi pria seutuhnya sehingga lebih cenderung seperti seorang waria.

Permusuhan dengan Drona

[sunting | sunting sumber]

Drona yang telah menikah dengan Krepi dikaruniai seorang putra bernama Aswatama. Demi untuk mencukupi makanan istri dan anaknya yang masih kecil, Drona datang ke Pancala meminta Drupada menepati janji persahatannya dulu. Namun, Drupada justru menghina Drona dengan mengatakan kalau persahabatan hanya berlaku di antara orang-orang yang sederajat.[7]

Drona kecewa dan menetap di Hastinapura, ibukota kerajaan Kuru. Di sana ia menjadi guru para pangeran Korawa dan Pandawa. Beberapa tahun kemudian, Drona mengirim para Korawa untuk menangkap Drupada. Meskipun Korawa membawa banyak pasukan Hastinapura, tetapi Drupada dengan dibantu panglimanya yang bernama Satyajit berhasil memukul mundur mereka semua.[8]

Setelah kekalahan Korawa, para Pandawa berangkat untuk menyerang Pancala. Meskipun tanpa membawa pasukan, kelima putra Pandu tersebut berhasil menangkap Drupada dan menyerahkannya kepada Drona. Dengan demikian, Drona telah berhasil merebut kekuasaan Pancala. Ia pun memberikan setengah dari wilayah kekuasaannya tersebut kepada Drupada.[9]

Upacara memohon anak

[sunting | sunting sumber]
Ilustrasi kelahiran Dropadi dari api ritual suci.

Drupada merasa sangat terhina atas perlakuan Drona kepadanya. Ia juga iri mengetahui Drona memiliki banyak murid yang patuh dan setia, sedangkan dirinya hanya memiliki seorang anak yang bersifat waria. Drupada kemudian bertapa di hutan dan bertemu dua orang pendeta bernama Yodya dan Upayodya. Keduanya sanggup membantu Drupada. Maka diadakanlah upacara putrakama yang dipimpin oleh kedua pendeta tersebut. Dari dalam api pengorbanan kemudian muncul seorang pemuda membawa senjata lengkap, disusul seorang putri cantik di belakangnya. Drupada mengakui keduanya sebagai anak. Yang laki-laki diberi nama Drestadyumna, sedangkan yang perempuan diberi nama Kresna (कृष्ण Kṛṣṇa, arti harfiah: 'hitam'), tetapi kemudian lebih terkenal dengan sebutan Dropadi (द्रौपदी Draupadī), yang bermakna "anak Drupada".[10]

Drestadyumna kemudian berguru kepada Drona, musuh ayahnya. Drona menyadari bahwa Drestadyumna dilahirkan ke dunia untuk membunuhnya. Namun ia tetap menerimanya sebagai murid dan mengajarinya segala jenis ilmu perang sebagaimana ia telah mengajari Korawa dan Pandawa sebelumnya.

Sayembara Dropadi

[sunting | sunting sumber]
Ilustrasi sayembara memperebutkan Dropadi, dalam buku Hindu Mythology, Vedic and Puranic (1882) karya William J. Wilkins.

Kecantikan Dropadi yang luar biasa membuat banyak orang ingin menikahinya. Drupada pun mengadakan sayembara memanah untuk memilih kesatria mana yang paling tepat untuk menjadi menantunya. Sayembara tersebut hampir saja dimenangkan oleh Karna, sahabat para Korawa. Namun Dropadi dengan tegas menolak menjadi istri anak seorang kusir kereta. Karna yang sakit hati mengumumkan bahwa Dropadi akan menjadi perawan tua karena sayembaranya terlalu sulit dan tidak ada lagi kesatria yang mampu memenangkannya. Versi lain menceritakan bahkan Karna pun tidak mampu memenangkan sayembara tersebut.[11] Kemudian Drupada mengumumkan siapa saja yang hadir di sana boleh untuk mengikuti sayembara, yang sebelumnya hanya terbatas untuk kaum kesatria saja.

Akhirnya yang berhasil memenangkan sayembara memanah ialah Arjuna, salah satu dari lima Pandawa yang saat itu sedang menyamar menjadi brahmana muda. Dropadi pun diserahkan kepadanya. Namun karena kesalahpahaman, ia diperistri oleh kelima Pandawa sekaligus. Mengetahui hal tersebut, Drupada awalnya tidak setuju, karena ia lebih mendukung Arjuna sebagai menantunya. Akhirnya Yudistira meyakinkan Drupada, ditambah lagi persetujuan dari Byasa (resi bijak yang masyhur kesaktiannya) dan Kresna (orang bijak yang dihormati), maka Drupada merestui pernikahan Dropadi dengan kelima Pandawa.[12]

Kematian di Kurukshetra

[sunting | sunting sumber]

Beberapa tahun kemudian terjadi perang saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa di Kurukshetra, India Utara. Dalam hal ini Drupada bertindak sebagai salah satu sekutu penting para Pandawa, sedangkan Drona berada di pihak Korawa. Bisma menyebut Drupada sebagai salah satu maharathi pihak Pandawa.[13]

Perang Kurukshetra atau Bharatayuddha memakan waktu 18 hari. Pada hari ke-15, Drona bertanding melawan Wirata, raja Kerajaan Matsya. Dalam pertempuran tersebut Wirata tewas. Drupada kemudian maju menghadapi Drona. Pertempuran antara keduanya akhirnya dimenangkan oleh Drona. Drupada tewas di tangan bekas sahabatnya. Drona sendiri akhirnya tewas pula pada hari yang sama setelah kepalanya dipenggal oleh Drestadyumna putra Drupada.[14]

Versi pewayangan Jawa

[sunting | sunting sumber]
Drupada sebagai tokoh wayang, dengan gaya Surakarta.

Dalam pewayangan Jawa, Drupada mewarisi Kerajaan Pancala bukan dari ayahnya melainkan dari mertuanya. Menurut versi ini, Drupada adalah sepupu Drona. Ayahnya bernama Resi Dwapara merupakan kakak dari Resi Baradwaja, ayah Drona. Drupada sendiri memiliki nama asli Sucitra.

Pada suatu hari Sucitra pergi meninggalkan negeri Atasangin untuk mengabdi kepada Pandu, raja Kerajaan Hastina. Pandu menyukai tingkah laku Sucitra dan manganggapnya sebagai saudara. Sucitra kemudian didaftarkan sayembara di Pancala, yaitu mengalahkan Gandamana putra Gandabayu, raja negeri tersebut. Adapun hadiah sayembara ialah kakak perempuan Gandamana yang bernama Gandawati. Sucitra yang sudah dibekali pusaka berwujud sumping (perhiasan telinga) milik Pandu akhirnya berhasil mengalahkan Gandamana yang terkenal sakti. Ia pun berhak menikahi Gandawati. Bahkan, setelah Gandabayu meninggal, Sucitra naik takhta sebagai raja Pancala karena Gandamana memilih mengabdi kepada Pandu sebagai patih.

Sucitra yang telah resmi menjadi raja Pancala memakai gelar Prabu Drupada. Dari perkawinannya dengan Gandawati lahir tiga orang anak yang urutannya berbeda dengan versi aslinya. Mereka adalah Drupadi, Srikandi, dan Drestadyumna.

Kematian Drupada versi pewayangan juga terjadi dalam perang Bharatayuddha. Diceritakan bahwa ia tewas terkena panah pusaka Simbarmanyura milik Drona pemberian gurunya, yaitu Ramaparasu.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Sanskrit Dictionary for Spoken Sanskrit". spokensanskrit.de. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 October 2014. Diakses tanggal 2015-05-20. 
  2. ^ "Mahabharat - Draupadi'S Swayamvar". urday.in. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 March 2014. 
  3. ^ Hiltebeitel, Alf (2011-08-17). Dharma: Its Early History in Law, Religion, and Narrative (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press, USA. ISBN 978-0-19-539423-8. 
  4. ^ a b Puranic Encyclopedia: a comprehensive dictionary with special reference to the epic and Puranic literature, Vettam Mani, Motilal Banarsidass, Delhi, 1975, 251
  5. ^ Karve, Irawati (July 2006). Yuganta: The End of an Epoch (dalam bahasa Inggris). Orient Longman. ISBN 978-81-250-1424-9. 
  6. ^ Story of Drupad Diarsipkan 28 June 2012 di Wayback Machine.
  7. ^ "The Mahabharata, Book 1: Adi Parva: Sambhava Parva: Section CXXXII". 
  8. ^ "The Mahabharata, Book 1: Adi Parva: Sambhava Parva: Section CXL". www.sacred-texts.com. Diakses tanggal 2018-01-15. 
  9. ^ Mani, Vettam (2015-01-01). Puranic Encyclopedia: A Comprehensive Work with Special Reference to the Epic and Puranic Literature (dalam bahasa Inggris). Motilal Banarsidass. ISBN 978-81-208-0597-2. 
  10. ^ Bonnefoy, Yves (1993). Asian Mythologies. University of Chicago Press. hlm. 56. ISBN 978-0-226-06456-7. 
  11. ^ "The Mahabharata in Sanskrit: Book 1: Chapter 179". www.sacred-texts.com. Diakses tanggal 2018-01-15. 
  12. ^ Kapoor, Subodh (2002). The Indian Encyclopaedia. Cosmo Publications. hlm. 6894. ISBN 978-81-7755-257-7. 
  13. ^ "MAHABHARATA - Yudhistra's Permission". urday.in. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 May 2014. Diakses tanggal 20 May 2015. 
  14. ^ Ganguli, K.M. (2014). The Mahabharata, Book 7: Drona Parva. Netlancers Inc. [pranala nonaktif permanen]