Lompat ke isi

Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
المجلس الأعلى الإندونيسي للدعوة الإسلامية
Peta dunia
Daerah pengaruh
Tanggal pendirian26 Februari 1967
PendiriMohammad Natsir; Mohammad Rasjidi; Buchari Tamam; Nawawi Duski; Hasan Basri
TipeLembaga
TujuanKeagamaan Islam; dakwah, pendidikan
Kantor pusatJakarta, Indonesia
Lokasi
Wilayah layanan
Indonesia
Ketua Umum
drh. H. Adian Husaini, M.Si., Ph.D.
Situs webdewandakwah.com

Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII) (bahasa Arab: المجلس الأعلى الإندونيسي للدعوة الإسلامية, translit. Al-Majlisu Al-A'lā Al-Indūnisī Li Ad-Da'wah Al-Islāmiyyah) adalah organisasi Islam Sunni di Indonesia yang bertujuan dakwah.[1] Organisasi ini dianggap sebagai salah satu organisasi da'wah paling terkemuka di Indonesia modern.[2]

Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (disingkat: Dewan Da’wah) didirikan pada 26 Februari 1967. Para pendirinya adalah tokoh-tokoh Islam terkemuka di Indonesia, yang juga para pendiri bangsa (founding fathers), seperti Mohammad Natsir (Perdana Menteri pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia), Mr. Mohammad Roem (Menteri Luar Negeri RI, dan penandatangan Perjanjian Roem-Van Roejen), Mr. Sjafroedin Prawiranegara (Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia pertama), Prof. Dr. HM Rasjidi (Menteri Agama pertama RI, yang memimpin Kementerian Agama), Mr. Burhanuddin Harahap (Perdana Menteri RI ke-9), Prawoto Mangkusasmito (Ketua Partai Islam Masyumi terakhir), Prof. Kasman Singodimedjo (Jaksa Agung Pertama), dan sebagainya.[3]

Dalam usianya yang ke-54 tahun, di tahun 2021, Dewan Da’wah telah memiliki perwakilan di 32 provinsi dan lebih dari 200 daerah tingkat II di Indonesia. Kini, ribuan dai Dewan Da’wah aktif berdakwah di seluruh pelosok Indonesia; baik di kota-kota maupun di daerah-daerah pedalaman. Sekitar 600 dai mendapatkan ‘mukafaah’ (insentif) bulanan secara rutin dari Dewan Da’wah pusat. Ratusan lagi dibiayai dakwah mereka oleh beberapa Dewan Da’wah daerah.

Ada sekitar 800 masjid yang telah didirikan di Dewan Da’wah, tersebar di seluruh pelosok Nusantara. Saat ini keluarga besar Dewan Da’wah mengelola ribuan pondok pesantren, sekolah, dan perguruan tinggi. Pada kepengurusan Dewan Da’wah masa khidmat 2020-2025 dibentuk tiga bidang khusus yang menangani dan membina tiga poros dakwah, yaitu masjid, kampus, dan pondok pesantren.

Kampus utama Dewan Da’wah, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir, telah meluluskan sekitar 600 alumni. Mereka berkiprah dalam bidang dakwah di berbagai pelosok Nusantara. Disamping itu, tahun 2020 ini, Dewan Da’wah juga telah mendirikan 16 Kampus Akademi Dakwah Indonesia (ADI) di 23 kota/kabupaten.

Dewan Da’wah juga dikenal dengan Program Kaderisasi Seribu Ulama (PKSU) yang awalnya bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Program ini telah melahirkan puluhan dortor dan ratusan master, dalam berbagai bidang keilmuan. Banyak diantara mereka yang telah berkiprah dalam bidang pendidikan dan pemikiran Islam, seperti Dr. Tiar Anwar Bahtiar, Dr. Dinar Dewi Kania, Dr. Ujang Habibie, Dr. Ahmad Alim, Dr. Imam Zamroji, Dr. Budi Handrianto, dan sebagainya.

Sejak didirikan tahun 1967 hingga kini, Mohammad Natsir dan Dewan Da’wah telah mengirim dan memberikan rekomendasi kepada ribuan mahasiswa yang menimba ilmu di Timur Tengah, Amerika, Eropa, dan Malaysia. Para kader Dewan Da’wah itu – atau para kader Mohammad Natsir itu—masih banyak yang aktif berkiprah di tengah masyarakat, baik sebagai dosen, politisi, guru, maupun pimpinan Lembaga Pendidikan Islam.

Saat ini, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia berkantor di Gedung Menara Dakwah, yang berlokasi di pusat kota Jakarta, di Jalan Kramat Raya 45. Gedung sembilan lantai ini bisa dikatakan sebagai gedung dakwah tertinggi di Jakarta. Nama “Gedung Menara Da’wah” diberikan oleh KH Ali Yafie yang pernah menjadi Rois Am Nahdlatul Ulama. Gedung ini dimanfaatkan untuk perkantoran Dewan Da’wah, ruang kuliah STID Mohammad Natsir, perpustakaan, pusat multimedia, dan sebagainya.

Perpustakaan Dewan Da’wah memiliki berbagai koleksi yang unik. Diantaranya adalah Ruang khusus koleksi pribadi Prof. HM Rasjidi. HM Rasjidi adalah Menteri Agama pertama RI dan sekaligus dikenal sebagai salah satu cendekiawan hebat yang pernah menjadi pengajar di McGill University di tahun 1960-an. HM Rasjidi dikenal sangat kritis terhadap pemikiran para orentalis, meskipun gelar doktor diraihnya dari Sorbonne University di bawah bimbingan orientalis terkemuka, Louis Massignon.

Dewan Da’wah telah memiliki Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) Dewan Da’wah, dengan perwakilan di 14 provinsi. Semuanya telah disahkan oleh Kementerian Agama. LAZNAS Dewan Da’wah kini tergabung dalam koordinasi organisasi Zakat Ormas Islam, bersama Lembaga zakat NU, Muhammadiyah, Hidayatullah, Persatuan Islam, Wahdah Islamiyah, dan al-Irsyad al-Islamiyah. LAZNAS Dewan Da’wah juga menjadi anggota Forum Zakat Nasional (FOZ). Di Asia Tenggara dan Internasional, LAZNAS Dewan Da’wah tergabung dalam South East Asia Humanitarian Forum dan Forum NGO Islam tingkat dunia yang berpusat di Turki. Forum ini beranggotakan 350 NGO dari 65 negara. Di forum ini, LAZNAS Dewan Da’wah duduk sebagai auditing board member.

Disamping itu, Dewan Da’wah juga secara resmi mendirikan Badan Wakaf Dewan Da’wah, yang telah mendapatkan pengesahan Badan Bawaf Indonesia (BWI) untuk menyelenggarakan wakaf barang dan tunai. Badan wakaf ini sangat strategis, sebab kini Dewan Da’wah mendapatkan amanah untuk mengelola ratusan aset-aset wakaf yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sejak puluhan tahun lalu, Dewan Da’wah juga menjalin kerjasama dengan sejumlah lembaga Islam internasional seperti Rabithah Alam Islamy di Mekkah, al-Haiah Khairiyah al-Islamiyah Kuwait, Komite Koordinasi Amal Islamy—Organisasi Konferensi Islam Jeddah, International Islamic Council for Da’wah and Relief (IICDR) Kairo, Haiah al-Ighatsah al-Islamiyah al-Alamiyah Jeddah, RISEAP Kuala Lumpur dan sebagainya.

Saat ini, Dewan Da’wah juga masih menjadi anggota Rabithah Alam Islami di Makkah, International Islamic Charitable Organization (IICO) di Kuwait, dan Muzadhomah ad-Da’wah wal-Ighatsah al-Alamiyah di Cairo. Juga, Dewan Da’wah menjadi partnership dari Zakat House Kuwait dan al-Syaikh Abdullah an-Nury Foundation Kuwait.

Sejak 1967, sudah setengah abad lebih, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia berkiprah dalam dakwah Islam di Indonesia. Selama itu, Dewan Da’wah dipimpin tokoh-tokoh hebat: Dr. Mohammad Natsir, Prof. Dr. HM Rasjidi, Dr. Anwar Haryono, H. Affandi Ridwan, HM Cholil Badawi, H. Hussein Umar, H. Syuhada Bahri, dan H. Mohammad Siddiq. Mulai 22 Oktober 2020, amanah kepemimpinan itu dilimpahkan kepada Dr. Adian Husaini.

Sejak berdirinya, Dewan Da’wah memutuskan untuk melakukan aktivitas politik melalui dakwah Islamiyah, sebagaimana digariskan oleh Mohammad Natsir, yaitu: “Kita berpolitik dengan dakwah”. Karena itu, Dewan Da’wah memutuskan untuk menekuni bidang dakwah dan mengambil jarak yang sama dengan semua kekuatan politik yang memperjuangkan aspirasi umat Islam dan memperjuangkan kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan pada usianya yang ke-54 tahun, Dewan Da’wah semakin mengokohkan diri sebagai organisasi yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan di Indonesia, dengan mengutamakan tiga poros dakwah, yatu: Pesantren, Masjid, dan Kampus.

Landasan kebijaksanaan

[sunting | sunting sumber]

Dewan Dakwah yang dikukuhkan keberadaannya melalui Akta Notaris Syahrim Abdul Manan No. 4, tertanggal 9 Mei 1967, melandaskan kebijaksanaannya kepada empat hal:

  1. Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia berdasarkan taqwa dan keridhaan Allah.
  2. Dalam mencapai maksud dan tujuannya, Dewan Dakwah mengadakan kerja sama yang erat dengan badan-badan dakwah yang telah ada di seluruh Indonesia.
  3. Dalam hal yang bersifat kontroversial (saling bertentangan) dan dalam usaha melicinkan jalan dakwah, Dewan Da'wah bersikap menghindari dan atau mengurangi pertikaian paham antara pendukung dakwah, istimewa dalam melaksanakan tugas dakwah.
  4. Di mana perlu dan dalam keadaan mengizinkan, Dewan Dakwah dapat tampil mengisi kekosongan, antara lain menciptakan suatu usaha berbentuk atau bersifat dakwah, usaha mana sebelumnya belum pernah diadakan, seperti mengadakan pilot projek dalam bidang dakwah.

Musyawarah alim ulama juga merumuskan program kerja sebagai penjabaran dari landasan kebijaksanaan di atas. Program kerja tiga pasal itu ialah sebagai berikut:

  1. Mengadakan pelatihan-pelatihan atau membantu mengadakan pelatihan bagi muballighin dan calon-calon muballighin.
  2. Mengadakan research (penelitian) atau membantu mengadakan penelitian, yang hasilnya dapat segera dimanfaatkan bagi perlengkapan usaha para muballighin pada umumnya.
  3. Menyebarkan aneka macam penerbitan, antara lain buku-buku, brosur, dan atau siaran lain yang terutama ditujukan untuk memperlengkapi para muballighin dengan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya, guna meningkatkan mutu dan hasil dakwah. Usaha ini diharapkan dapat mengisi kekosongan-kekosongan di bidang lektur, yang khusus diperlukan dalam masyarakat.

Pertama kali kepengurusan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) sebagai berikut:

Ketua Umum DDII untuk periode tahun 2020 - 2025 adalah drh. H. Adian Husaini, M.Si, Ph.D.[5]

  1. ^ von der Mehden, Fred R. (1 December 2014). "Saudi Religious Influence in Indonesia". Middle East Institute. Diakses tanggal 24 July 2017. 
  2. ^ "Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia". BrillOnline Reference Works. Diakses tanggal 24 July 2017. 
  3. ^ 70 tahun H. Buchari Tamam: menjawab panggilan risalah. Media Da'wah. 1992. 
  4. ^ https://dewandakwahlampungselatan.wordpress.com/about/sejarah-dewan-dawah-islamiyah-indonesia/
  5. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-13. Diakses tanggal 2020-09-14. 

Bacaan Lanjut

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]