Angsa-batu kaki-biru
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |
Angsa-batu kaki-biru | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | Sula nebouxii
|
Nama binomial | |
Sula nebouxii Milne-Edwards, 1882
| |
Persebaran berwarna merah |
Angsa batu kaki biru (Sula nebouxii) adalah burung laut asli daerah subtropis dan tropis dari Samudra Pasifik. Mereka adalah salah satu dari enam spesies dari genus Sula – dikenal sebagai angsa-batu. Mereka mudah dikenali karena kakinya yang berwarna biru mencolok yang merupakan sifat seksual yang dipilih. Jantan menampilkan kaki mereka dalam ritual kawin yang rumit dengan mengangkat mereka naik dan turun sambil mondar-mandir di hadapan betina. Betina sedikit lebih besar dari jantan, panjangnya mencapai 90 cm (35 in), dengan lebar sayap hingga 15 m (50 ft).[2]
Habitat berkembang biak hewan ini adalah pulau tropis dan subtropis di Samudra Pasifik. Sekitar satu setengah dari semua pasangan bersarang di Kepulauan Galapagos.[3] Makanan utama mereka terdiri dari ikan, yang diperoleh dengan menyelam dan kadang-kadang berenang di bawah air untuk mencari mangsanya. Mereka kadang-kadang berburu sendirian, tapi biasanya berburu dalam kelompok.[4]
Angsa batu kaki biru biasanya meletakkan satu sampai tiga telur dalam waktu berbeda. Spesies ini mempratekkan penetasan tak tersinkronisasi, berbeda dengan kebanyakan spesies lain dimana inkubasi dimulai saat telur diletakkan dan semua anak menetas bersama-sama. Hal ini mengakibatkan penyimpangan pertumbuhan dan perbedaan ukuran antar saudara kandung, yang mengarah ke siblisida fakultatif (pembunuhan bayi oleh saudara kandung pada keadaan tertentu) dalam hal ini adalah saat kelangkaan pangan.[5] hal Ini membuat angsa batu kaki biru menjadi sebuah model penting untuk mempelajari konflik orangtua-anak dan persaingan antar saudara.
Taksonomi
[sunting | sunting sumber]Angsa batu kaki biru dideskripsikan pertama kali oleh naturalis asal Prancis Alphonse Milne-Edwards pada tahun 1882 dengan nama latin Sula nebouxii.[6] Nama spesiesnya dipilih untuk menghargai jasa naturalis Adolphe-Simon Neboux (1806-1844).[7] Terdapat dua subspesies yang diakui:[8]
- Sula nebouxii nebouxii Milne-Edwards, 1882 – pantai Pasifik Selatan dan Amerika Tengah
- Sula nebouxii excisa Todd, 1948 – Kepulauan Galapagos[9]
Kerabat terdekatnya adalah Angsa batu Peru (Sula variegata). Ada kemungkinan bahwa dua spesies ini berpisah dari satu sama lain baru-baru ini karena mereka memiliki karakteristik ekologis dan biologis yang sama.[10]
Genus Sula atau angsa batu, dalam Bahasa Inggris disebut booby berasal dari kata spanyol bobo ("bodoh", "bodoh", atau "badut") karena mereka seperti burung laut yang lain, kikuk di darat.[3] Mereka juga dianggap sebagai makhluk yang bodoh karena tidak takut dengan manusia.[2]
Deskripsi
[sunting | sunting sumber]Angsa batu kaki biru rata-rata berukuran 81 cm (32 in) dan berat 15 kg (33 pon), dengan betina yang sedikit lebih besar daripada jantan. Sayapnya panjang, runcing dan berwarna coklat. Leher dan kepalanya coklat muda dengan garis-garis putih sedangkan perut dan bagian bawah memiliki bulu putih bersih.[11] Matanya berwarna kuning yang khas, dengan jantan iris yang lebih kuning dibanding betina. Anaknya memiliki paruh dan kaki yang hitam dan mereka dibalut bulu putih yang lembut.[9]
Angsa batu Peru hampir mirip secara penampilan,dengan pengecualian kaki abu-abu dan kepala dan leher yang putih, dan bintik-bintik putih pada bulu sayap. Rentang kedua spesies saling tumpang tindih di perairan utara Peru dan Ekuador selatan.[12]
Karena angsa batu kaki biru memangsa ikan dengan menyelam cepat ke dalam air, lubang hidungnya ditutup secara permanen, dan mereka harus bernapas melalui sudut mulutnya. Karakteristik utama mereka adalah kaki berwarna biru, dari biru kehijauan pucat sampai akuamarin.[2] Kaki mereka yang unik memainkan peran kunci dalam ritual menarik pasangan dan berkembang biak, dimana pejantan menampilkan kakinya untuk menarik pasangan selama musim kawin.
Distribusi dan habitat
[sunting | sunting sumber]Angsa batu kaki biru tersebar di antara timur Samudra Pasifik dari California ke Kepulauan Galapagos sampai ke Peru.[13] Mereka adalah burung laut sejati. Mereka hanya datang ke darat untuk berkembang biak dan merawat anaknya, yang mana mereka lakukan di sepanjang pantai berbatu Pasifik timur.[12]
Betina mulai berkembang biak saat mereka berusia 1 sampai 6 tahun, sedangkan laki-laki mulai berkembang biak saat mereka berusia 2 sampai 6 tahun. Mereka memiliki penyebaran biologis yang sangat terbatas, yang berarti pasangan muda tidak bergerak jauh dari sarang mereka yang asli untuk reproduksi pertama, yang mengarah ke ratusan angsa di koloni yang padat. Manfaat dari penyebaran yang terbatas adalah dengan tinggal dekat dengan orang tua mereka bersarang, angsa batu memiliki kesempatan besar untuk mendapatkan sarang yang berkualitas. Karena orang tua mereka telah merawat mereka di sarang tersebut sampai mereka siap bereproduksi tentu saja sarang itu sangat efektif, dengan tidak adanya masalah predasi dan parasitisme, atau sesuai untuk dijadikan tempat lepas landas dan mendarat.
Pigmentasi kaki
[sunting | sunting sumber]Warna biru pada kaki berselaput pada hewan ini berasal dari pigmen karotenoid yang diperoleh dari diet ikan segar. Karotenoid berfungsi sebagai antioksidan dan perangsang fungsi kekebalan tubuh, menunjukkan bahwa pigmentasi karotenoid merupakan indikator keadaan imunologis individu.[14] Kaki biru juga menunjukkan kondisi kesehatannya. Angsa batu yang secara eksperimental kekurangan makanan selama empat puluh delapan jam mengalami penurunan kecerahan di kaki karena pengurangan jumlah lipid dan lipoprotein yang digunakan untuk menyerap dan mengangkut karotenoid.[14]
Pemilihan si betina
[sunting | sunting sumber]Kecerahan kaki menurun seiring bertambahnya usia, jadi betina cenderung memilih jantan yang masih muda dengan kaki yang lebih cerah, karena memiliki kesuburan dan kemampuan dan kepedulian yang lebih besar untuk merawat anak. Dalam sebuah eksperimen, dapat diamati bahwa warna kaki merefleksikan kontribusi orang tua untuk merawat anak; anak yang dirawat oleh ayah asuh dengan kaki yang cerah tumbuh lebih cepat dibanding yang tidak.[15] Betina secara terus menerus memeriksa kondisi pasangan mereka lewat warna kaki. Dalam suatu eksperimen, pejantan yang pasangannya telah menghasilkan telur pertama, kakinya dicat menjadi kusam. Beberapa hair kemudian, betina yang sama menghasilkan telur kedua yang lebih kecil. Karena kaki yang kusam mengindikasikan penurunan kesehatan dan kemungkinan mutu genetik, betina melakukan adaptasi dengan mengurangi sumber daya yang mereka punya untuk si telur. Telur kedua yang lebih kecil memiliki kuning telur dan kadar androgen yang lebih sedikit, yang dapat mempengaruhi perkembangan embrio, penetasan, dan perkembagan anaknya ke depan.[16] Dapat disimpulkan bahwa hewan ini mengukur apakah pasangan mereka cukup menarik, dan secara tidak langsung, mengukur pula kualitas genetik dari pasangan mereka untuk menentukan seberapa besar sumber daya yang mereka alokasikan untuk telur mereka.[14] Data ini mendukung teori perbedaan alokasi, yang memprediksi bahwa orang tua lebih peduli terhadap anak ketika dipasangkan dengan pasangan yang menarik.[14]
Pemilihan si Jantan
[sunting | sunting sumber]Pejantan juga mengukur kemampuan reproduksi pasangan dan menentukan seberapa besar kepedulian mereka terhadap anak mereka. Karena betina yang menghasilkan telur yang lebih besar tentu saja memiliki mutu genetik yang baik, sehingga tidak sia-sia mereka untuk merawat anak mereka sampai tumbuh dewasa. Warna kaki juga diukur untuk menentukan kondisi betina. Dalam suatu eksperimen, jantan memiliki kepedulian yang sama terhadap telurnya baik itu kecil maupun besar apabila pasangannya memilikik kaki yang cerah, sedangkan jantan yang dipasangkan dengan betina dengan kaki yang kusam hanya merawat telur yang berukuran besar.[17]
Perilaku dan ekologi
[sunting | sunting sumber]Berburu dan makan
[sunting | sunting sumber]Angsa batu kaki biru ini adalah pemakan ikan, seperti ikan sarden, ikan teri, makarel, dan ikan terbang. Mereka juga makan cumi-cumi dan jeroan. Mereka berburu dengan menyelam ke laut, kadang-kadang dari tempat yang tinggi, dan juga berenang di bawah air dalam mengejar mangsanya. Mereka dapat berburu sendiri-sendiri, berpasangan, atau dalam kelompok. Ketika memimpin burung melihat kawanan ikan di dalam air, dia akan memberikan sinyal ke seluruh kelompok dan mereka semua akan menyelam bersama-sama, menunjuk tubuh mereka seperti anak panah.[4]
Perkembangbiakan
[sunting | sunting sumber]Angsa batu kaki biru adalah monogami, walaupun mereka memiliki potensi untuk bigami.[18] Mereka memiliki perkembangbiakan oportunistik atau fleksibel; berarti mereka dapat berkembang biak jika kondisi menguntungkan, berbeda dengan perkembangbiakan seasonal yang tergantung musim atau perkembangbiakan terus menerus seperti manusia, mereka memiliki siklus perkembangbiakan yang terjadi setiap 8 sampai 9 bulan.[19] Hewan ini memiliki ritual yang terdiri dari jantan memamerkan kaki birunya untuk mengesankan si betina. Kemudian, ia menyajikan bahan untuk sarang dan menyelesaikan penampilan kakinya.[20] tarian ini juga termasuk "menunjuk langit", yang melibatkan pejantan menunjuk kepala dan paruhnya ke langit sambil mengangkat sayap dan ekor.[21]
Perawatan anak
[sunting | sunting sumber]Betina meletakkan dua atau tiga butir telur. Telur diletakkan dengan jarak sekitar empat sampai lima hari. Jantan dan betina bergantian mengerami telur. Angsa batu kaki biru menggunakan kakinya untuk menjaga agar telur tetap hangat. Masa inkubasi adalah 41-45 hari. Biasanya, satu atau dua anak yang menetas dari dua sampai tiga butir telur yang diiletakkan. Jantan dan betina berbagi tanggung jawab.[10] Anaknya makan dari muntahan ikan pada mulut yang dewasa. Jika tidak ada cukup makanan, orang tua hanya memberi makan anaknya yang terbesar untuk memastikan bahwa setidaknya ada satu yang selamat.[5]
Penetasan tak tersinkronisasi
[sunting | sunting sumber]Angsa batu kaki biru meletakkan satu sampai tiga butir telur dalam satu sarang, meskipun 80% sarang hanya berisi dua butir telur.[22] Telur diletakkan dengan jarak lima hari. Setelah telur pertama diletakkan, maka segera dierami, yang mengakibatkan perbedaan waktu penetasan. Anak pertama menetas beberapa hari sebelum anak yang lain. Penetasan ini mempunyai berbagai tujuan. Pertama, dengan membuat jarak antar penetasan perawatan menjadi lebih mudah. Selain itu, kesempatan hilangnya anak karena predator berkurang, karena betina dapat bertelur lagi dalam beberapa hari.[23]
Percobaan telah menunjukkan bahwa penetasan tak tersinkronisasi dapat mengurangi persaingan saudara. Sebaliknya penetasan yang tersinkronisasi memproduksi anak yang lebih agresif. Hal ini secara efektif juga menurunkan jumlah anak ketika jumlah makanan sedikit, sehingga orang tua menjadi tidak terbebani oleh banyaknya anak, karena yang lebih muda lebih cepat mati.[24]
Siblisida fakultatif
[sunting | sunting sumber]Angsa batu kaki biru yang muda melakukan siblisida fakultatif (membunuh saudaranya tergantung kondisi lingkungan), berbeda dengan siblisida obligat dimana saudaranya pasti akan terbunuh. Anak-A, yang menetas lebih dulu, akan membunuh anak-B yang lebih muda jika ada kekurangan pangan.[23] Selama masa paceklik, anak-A dapat menyerang anak-B dengan mematuknya secara kasar, atau mungkin hanya menyeret leher adiknya dan mengusirnya dari sarang. Eksperimen di mana leher anak diikat untuk menghambat konsumsi makanan menunjukkan bahwa penyerangan terhadap saudaranya meningkat tajam ketika berat anak turun di bawah 20-25% dari potensi mereka.[25]
Saudara tua juga dapat mengganggu yang lebih muda dengan mengendalikan akses makanan yang diberikan oleh orang tua. Anak-A selalu menerima makanan sebelum anak-B. Meskipun anak yang lebih muda meminta makanan dengan usaha yang sama, anak yang lebih tua mampu mengalihkan perhatian orang tua terhadap diri mereka sendiri, karena ukurannya yang besar dan menyolok berfungsi sebagai rangsangan yang efektif.[23]
Peran orang tua dalam siblisida
[sunting | sunting sumber]Angsa batu kaki biru adalah penonton pasif dalam konflik antar saudara ini. Mereka tidak campur tangan dalam perjuangan anak mereka, bahkan pada titik siblisida. Mereka bahkan mempermudah kematian anaknya yang lebih muda dengan menjaga perbedaan ukuran anaknya. Mereka memperkuat tingkatan anak dengan memberi anak yang dominan lebih banyak makanan. Dengan hal ini, dapat disimpulkan bahwa pengurangan anak lebih menguntungkan bagi keselamatan hidup hewan ini.[25] Hipotesis Telur Cadangan menyatakan bahwa kenapa hewan ini menghasilkan banyak telur jika mereka hanya akan membunuh yang muda, karena telur yang kedua dan seterusnya dijadikan cadangan apabila telur pertama tidak menetas, atau jumlah makanan sangat besar sehingga menguntungkan untuk merawat banyak anak.[22]
Hewan ini membuat sarang dengan tepi yang agak tinggi untuk mengatasi adanya siblisida dini, dimana anak yang lebih tua dapat dengan mudah menyingkirkan saudaranya yang lebih muda karena sarang yang rata, seperti yang terlihat pada angsa batu bertopeng (Sula dactylatra) yang mempraktekkan siblisida obligat, dimana yang lebih muda pasti mati, dalam suatu eksperimen ilmuwan mencoba meratakan sarangnya, pemilik sarangnya mengembalikan sarangnya seperti semula.[26]
Efek jangka panjang dari tingkatan anak
[sunting | sunting sumber]Selalu ada hubungan antar anak yang dominan dengan yang tidak. Meskipun anak yang dominan tumbuh lebih cepat dan lebih sering dibanding anak yang tidak dominan, sebenarnya tidak ada perbedaan dalam keberhasilan reproduksi antara kedua jenis saudara selama masa dewasa. Dalam satu studi, tampaknya tidak ada efek jangka panjang dari dominasi hierarki.[27]
Penurunan populasi
[sunting | sunting sumber]Kekhawatiran akan penurunan populasi angsa batu dari Kepulauan Galapagos mendorong penelitian oleh para ahli, proyek ini berakhir pada April 2014 dan menyimpulkan bahwa hewan ini mengalami penurunan populasi.[28] Populasi angsa batu kaki biru tampaknya mengalami kesulitan untuk berkembang biak dan dengan demikian perlahan-lahan menurun. Penurunan ini dikhawatirkan menjadi jangka panjang, tapi pengumpulan data tahunan diperlukan untuk mengambil kesimpulan pasti.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ BirdLife International (2012). "Sula nebouxii". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2013.2. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 26 November 2013.
- ^ a b c "Blue-footed Booby Day". Galapagos Conservation Trust. 2010. Diakses tanggal 26 November 2012.
- ^ a b "Blue-Footed Booby". National Geographic. Diakses tanggal 26 November 2012.
- ^ a b Handbook of the Birds of the World Vol 1. Lynx Edicions. 1992.
- ^ a b Drummond, Hugh; Gonzalez, Edda; Osorno, Jose Luis (1986). "Parent-Offspring Cooperation in the Blue-footed Booby (Sula nebouxii): Social Roles in Infanticidal Brood Reduction". Behavioral Ecology and Sociobiology. 19 (5): 365–372. doi:10.1007/bf00295710.
- ^ Milne-Edwards, Alphonse (1882). "Recherches sur la faune des régions Australes: Chapitre VII - Totipalmes". Annales des sciences naturelles, Zoologie. 6 (dalam bahasa French). 13 (4). p. 37, plate 14.
- ^ Jobling, James A. (2010). The Helm Dictionary of Scientific Bird Names. London, United Kingdom: Christopher Helm. hlm. 266. ISBN 978-1-4081-2501-4.
- ^ Gill, Frank; Donsker, David, ed. (2016). "Hamerkop, Shoebill, pelicans, boobies & cormorants". World Bird List Version 6.3. International Ornithologists' Union. Diakses tanggal 31 July 2016.
- ^ a b Todd, W. E. Clyde (1948). "A new booby and a new Ibis from South America". Proceedings of the Biological Society of Washington. 61: 49.
- ^ a b Handbook of the Birds of the World Vol. 1. Lynx Edicions. 1992. hlm. 312.
- ^ "Blue-footed Booby - Sula nebouxii". NatureWorks. Diakses tanggal 26 November 2012.
- ^ a b Díaz, Hernández; José Alfredo; Erika Nathalia Salazar Gómez. "Blue-footed Booby (Sula nebouxii)". Neotropical Birds Online. Diakses tanggal 9 December 2012.
- ^ Zavalaga, Carlos B.; Benvenuti, Silvano; Dall'Antonia, Luigi; Emslie, Steven D. (2007). "Diving behavior of Blue-footed Boobies Sula nebouxii in northern Peru in relation to sex, body size and prey type". Marine Ecology Progress Series. 336: 291–303. doi:10.3354/meps336291.
- ^ a b c d Velando, Alberto; Beamonte-Barrientos, Rene; Torres, Roxana (2006). "Pigment-based skin colour in the Blue-footed Booby: an honest signal of current condition used by females to adjust reproductive investment". Oecologia. 149 (3): 535–542. doi:10.1007/s00442-006-0457-5.
- ^ Torres, Roxana; Velando, Alberto (2007). "Male reproductive senescence: the price of immune-induced oxidative damage on sexual attractiveness in the blue-footed booby". Journal of Animal Ecology. 76 (6): 1161–1168. doi:10.1111/j.1365-2656.2007.01282.x.
- ^ Detressangle, Fabrice; Boeck, Lordes; Torres, Roxana (2008). "Maternal investment in eggs is affected by male feet colour and breeding conditions in the Blue-Footed Booby, Sula nebouxii". Behavioral Ecology and Sociobiology. 62 (12): 1899–1908. doi:10.1007/s00265-008-0620-6.
- ^ Osorio-Beristain, Marcela; Drummond, Hugh (1993). "Natal dispersal and deferred breeding in the Blue-Footed Booby" (PDF). The Auk.
- ^ Castillo-Guerrero, Jose Alfredo; Mellink, Eric; Aguilar, Aaron (2005). "Bigamy in the Blue-footed Booby and the Brown Booby?". Waterbirds. 28 (3): 399–401. doi:10.1675/1524-4695(2005)028[0399:bitbba]2.0.co;2.
- ^ Anderson, David J. (1989). "Differential responses of boobies and other seabirds in the Galapagos to the 1986–87 El Nino- Southern Oscillation event". Marine Ecology Progress Series. 52: 209–216. doi:10.3354/meps052209.
- ^ "Blue-footed Booby, Sula nebouxii". MarineBio. Diakses tanggal December 21, 2012.
- ^ "Blue-footed Booby". Oiseaux-birds. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-13. Diakses tanggal 21 December 2012.
- ^ a b Velando, Alberto; Carlos Alonso-Alvarez (2003). "Differential body condition regulation by males and females in response to experimental manipulations of brood size and parental effort in the blue-footed booby". Journal of Animal Ecology. 72 (5): 846–856. doi:10.1046/j.1365-2656.2003.00756.x.
- ^ a b c Drummond, Hugh; Gonzalez, Edda; Osorno, Jose Luis (1986). "Parent-offspring cooperation in the Blue-footed Booby (Sula nebouxii): social roles in infanticidal brood reduction". Behavioral Ecology and Sociobiology. 19 (5): 365–372. doi:10.1007/bf00295710.
- ^ Osorno, Jose Luis; Drummond, Hugh (1995). "The function of hatching asynchrony in the Blue-footed Booby". Behavioral Ecology and Sociobiology. 37 (4): 265–273. doi:10.1007/bf00177406.
- ^ a b Drummond, Hugh; Chavelas, Cecilia Garcia (1989). "Food shortage influences sibling aggression in the Blue-footed Booby". Animal Behaviour. 37: 806–819. doi:10.1016/0003-3472(89)90065-1.
- ^ Anderson, David J. (1995). "The Role of parents in siblicidal brood reduction of two Booby Species". The Auk. 112 (4): 860–869. doi:10.2307/4089018.
- ^ Drummond, Hugh; Torres, Roxana; Krishnana, V.V. (2003). "Buffered development: resilience after aggressive subordination in infancy". The American Naturalist. 161 (5): 794–807. doi:10.1086/375170.
- ^ Anchundia, D.; Huyvaert, K.P. & Anderson, D.J. (2014). "Chronic lack of breeding by Galápagos Blue-footed Boobies and associated population decline". Avian Conservation and Ecology. 9 (1): 6. doi:10.5751/ACE-00650-090106.