Lompat ke isi

Analisis bingkai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Analisis bingkai (terkadang disebut juga analisis pembingkaian atau analisis framing) adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotika.[1] Secara sederhana, pembingkaian (framing) adalah membingkai sebuah peristiwa, atau dengan kata lain pembingkaian digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan atau media massa ketika menyeleksi isu dan menulis berita.[1]

Pembingkaian merupakan metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan pada aspek tertentu.[2] Penonjolan aspek-aspek tertentu dari isu berkaitan dengan penulisan fakta.[3] Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis.[3] Hal ini sangat berkaitan dengan pamakaian diksi atau kata, kalimat, gambar atau foto, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.[3]

Analisis bingkai digunakan untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok, dan lainnya) yang dilakukan oleh media massa.[3] Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yang berarti realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu.[3] Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting, dan lebih mengena dalam pikiran khalayak.[3] Dalam praktiknya, analisis ini banyak digunakan untuk melihat bingkai (frame) surat kabar, sehingga dapat dilihat bahwa masing-masing surat kabar sebenarnya meiliki kebijakan politis tersendiri.[3]

Analisis bingkai sebagai suatu metode analisis teks banyak mendapat pengaruh dari teori sosiologi dan psikologi.[4] Dari sosiologi terutama sumbangan pemikiran Peter L. Berger dan Erving Goffman, sedangkan teori psikologi terutama berhubungan dengan skema dan kognisi.[4]

Analisis bingkai termasuk ke dalam paradigma konstruksionis.[4] Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya.[4] Konsep konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger.[5] Menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan.[4] Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi.[4]

Analisis bingkai memiliki banyak model, antara lain model Murray Edelman, Robert N. Etman, William A. Gamson maupun Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.[4]

Murray Edelman

[sunting | sunting sumber]

Murray Edelman adalah ahli komunikasi yang banyak menulis mengenai bahasa dan simbol politik dalam komunikasi.[4] Edelman menyejajarkan pembingkaian sebagai kategorisasi: pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula dapat menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami.[4] Kategorisasi itu merupakan kekuatan yang besar dalam memengaruhi pikiran dan kesadaran publik.[4] Dalam memengaruhi kesadaran publik, kategorisasi lebih halus dibanding propaganda.[4] Kategorisasi merupakan salah satu gagasan utama dari Edelman yang dapat mengarahkan pandangan khalayak akan suatu isu dan membentuk pengertian mereka akan suatu isu.[4] Untuk itu, dalam melihat suatu peristiwa, elemen paing penting adalah bagaimana orang membuat kategorisasi atas peristiwa.[4]

Robert N. Entman

[sunting | sunting sumber]

Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakan dasar-dasar bagi analisis bingkai untuk studi isi media.[4] Konsep pembingkaian oleh Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas yang dibangun oleh media massa.[4] Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas, sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain.[4] Selain itu, pembingkaian juga memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks.[4] Dengan bentuk seperti itu, sebuah gagasan atau informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat, dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak.[4]

William A. Gamson

[sunting | sunting sumber]

William A. Gamson adalah seorang sosiolog yang menaruh minat besar pada studi media, dan salah satu ahli yang paling banyak menulis tentang framing.[4] Gagasan Gamson terutama menghubungkan wacana media di satu sisi dengan pendapat umum di sisi yang lain.[4] Menurut Gamson, wacana media adalah elemen yang penting untuk memahami dan mengerti pendapat umum yang berkembang atas suatu isu atau peristiwa.[4]

Sebagai sosiolog, titik perhatian Gamson terutama pada studi mengenai gerakan sosial, perhatiannya pada studi gerakan sosial mau tidak mau menyinggung studi media, karena media merupakan elemen penting dari gerakan sosial.[4] Jika dikaitkan dengan pembingkaian, Gamson berpendapat bahwa dalam suatu peristiwa, pembingkaian berperan dalam mengorganiasi pengalaman dan petunjuk tindakan, baik secara individu maupun kolektif.[4] Dalam pemahaman ini, bingkai tentu saja berperan dan menjadi aspek yang menentukan dalam partisipasi gerakan sosial.[4] Misalnya media massa membingkai sebuah peristiwa, sehingga khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu dan memiliki tujuan bersama.[4]

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

[sunting | sunting sumber]

Model pembingkaian yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ini adalah model yang paling populer dan banyak dipakai.[4] Bagi Pan dan Kosick, analisis ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam menganalisis teks media di samping analisis isi kuantitatif.[4]

Pembingkaian didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.[4] Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan, pertama adalah konsepsi psikologi, dan kedua adalah konsepsi sosiologis.[4]

Framing dalam konsepsi psikologis lebih menekankan bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya, atau berkaitan dengan struktur dan proses kognitif seseorang dalam mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu.[4] Sedangkan pembingkaian dalam konsepsi sosiologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat konstruksi sosial atas realitas.[4] Bingkai di sini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas luar dirinya.[4] Bingkai di sini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi karena sudah ditandai dengan label tertentu.[4]

Dalam analisis bingkai model ini memiliki 7 perangkat utama, yaitu:[4]

  1. Skema berita.
  2. Kelengkapan berita.
  3. Detail.
  4. Koherensi.
  5. Bentuk kalimat.
  6. Kata ganti.
  7. Leksikon.
  8. Grafis.
  9. Metafora.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Sobur. Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  2. ^ Sudibyo. Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LkiS.
  3. ^ a b c d e f g Kriyantoro. Rachmat. 2006. TEKNIK PRAKTIS RISET KOMUNIKASI. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah Eriyanto. 2002. ANALISIS FRAMING: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS
  5. ^ M. Poloma. Margaret. 1984. SOSIOLOGI KONTEMPORER. Jakarta: CV Rajawali