Perang Falkland

perang tanpa deklarasi antara Argentina dan Inggris pada 1982
(Dialihkan dari Perang Falklands)

Perang Kepulauan Falkland atau Perang Kepulauan Malvinas adalah perang tanpa deklarasi yang berlangsung sekitar 2 bulan antara Argentina dan Britania Raya karena memperebutkan Kepulauan Falkland dan Georgia Selatan dan Kepulauan Sandwich Selatan. Kepulauan ini terdiri dari 2 pulau besar dan beberapa pulau kecil lainnya di bagian selatan Samudra Atlantik, bagian timur wilayah Argentina.

Perang Falkland
Bagian dari Perang Dingin

HMS Conqueror pulang setelah berjaya.
Tanggal2 April – 14 Juni 1982
LokasiKepulauan Falkland, Pulau Georgia Selatan dan Kepulauan Sandwich Selatan
Hasil Kemenangan Britania Raya
Pihak terlibat

 Britania Raya
 Kepulauan Falkland

Dukungan militer

 Chili
 Argentina
Tokoh dan pemimpin
Korban
  • Korban
  • 255 tewas[1]
  • 775 terluka
  • 115 tertangkap
  • Kehilangan
  • 1 kapal induk 2 kapal perusak
  • 2 fregat
  • 1 kapal perang amfibi
  • 1 kapal pendarat
  • 1 kapal kontainer
  •  
  • 24 helikopter
  • 10 pesawat tempur
  • 1 pesawat pengebom ditahan (di Brazil)
  • Korban
  • 649 tewas[2][3]
  • 1.657 terluka[3]
  • 11.313 tertangkap
  • Kehilangan
  • 1 kapal penjelajah
  • 1 kapal selam
  • 4 kapal kargo
  • 2 perahu patroli
  • 1 naval trawler
  •  
  • 25 helikopter
  • 35 pesawat tempur
  • 2 pesawat pengebom
  • 4 pesawat kargo
  • 25 Pesawat COIN
  • 9 pelatih bersenjata

Klaim Argentina atas Kepulauan Falkland (yang disebutnya Malvinas), didasarkan semata-mata pada kedekatan ke daratan Argentina dan apa yang disebutnya sebagai "warisan" kedaulatan dari pemerintahan Spanyol yang gagal pada 1810. Klaim ini mempunyai makna emosional penting bagi rakyat Argentina, yang mana selama beberapa generasi menjadi bagian kurikulum sejarah di sekolah negeri. Motivasi sesungguhnya bagi invasi Argentina pada April 1982 itu lebih disebabkan oleh ancaman yang dirasakan oleh junta militer Jenderal Leopoldo Galtieri yang berkuasa: ketidakstabilan internal di Argentina yang mengancam pemerintahan diktaturnya. Galtieri membutuhkan pengalihan perhatian yang mempersatukan, konflik luar untuk mengalihkan publik dan mempertahankan kontrol di dalam negeri.

Awal peperangan

sunting

Pada 19 Maret 1982, Argentina membuka konflik dengan mendaratkan 30 kapal rongsokan di Pulau Georgia Selatan dan mengibarkan bendera Argentina. Esok harinya, kapal HMS Endurance dikirim dari Stanley dengan setengah dari pengawal Falklands di dalamnya - 22 Marinir Kerajaan dan seorang letnan. Mereka diperintahkan untuk mengusir kapal-kapal rongsokan itu kembali ke Argentina. Endurance tiba pada 23 Maret dan para marinir itu mendarat. Pada 26 Maret, 100 pasukan Argentina tiba lewat laut, konon untuk menyelamatkan kapal-kapal mereka. Pasukan Inggris yang kalah besar jumlahnya mengamati pasukan Argentina hingga 3 April, ketika Marinir Kerajaan di Georgia Selatan menyerah setelah jatuhnya Stanley.

Pengalihan serangan ke Georgia Selatan oleh Argentina merupakan kejutan, dan memberikan alasan bagi invasi 2 April di Pulau Falkland Timur dan direbutnya Stanley. Pasukan-pasukan tambahan Argentina tiba secara teratur dan dalam tempo 24 jam lebih dari 4000 pasukan Argentina mendarat di pulau-pulau itu.

Respon Inggris

sunting

Pada 12 April, Inggris mengumumkan Zona Eksklusif Maritim 200 mil di sekitar pulau-pulau itu, dengan maksud memperlemah pasokan Argentina dan upaya-upaya memperkuat pasukannya. Tiga kapal selam penyerang nuklir Inggris memperkuatnya sampai tibanya gugus tugas atas air tiga minggu berikutnya. Sementara kapal-kapal selam itu terus melakukan operasi-operasi blokade sementara, 65 kapal Inggris dikirim ke Falklands pada akhir April: 20 kapal perang, 8 kapal amfibi, dan 40 kapal logistik dari Pasukan Tambahan Angkatan Laut Kerajaan dan Angkatan Laut Perdagangan. Gugus tugas Inggris membawa 15.000 orang, termasuk kekuatan pendaratan yang terdiri atas 7000 Marinir Kerajaan dan tentara. Kapal-kapal logistik membawa bekal untuk pertempuran selama sekitar tiga bulan.

Akhirnya, pada 25 April, sebuah kelompok aksi atas air Inggris yang terdiri atas dua kapal perusak, enam helikopter dan 230 pasukan menaklukkan pasukan pengawal Argentina yang jumlahnya 156 orang di Georgia Selatan.

Gugus tugas AL Kerajaan tiba di timur Falkland pada 1 Mei. Rencananya adalah membangun keunggulan laut dan udara dengan memikat kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat Argentina keluar dari daratan dan menghancurkan mereka, diikuti dengan pendaratan amfibi di Stanley. Dua kapal selam penyerang Inggris ditempatkan di utara Falklands untuk mengamati kapal-kapal Inggris dalam menghadapi gugus tugas AL Argentina yang utama dan kapal induk Veinticinco de Mayo, yang telah beroperasi di wilayah itu sejak 20 April. Kapal selam ketiga ditempatkan di selatan Falkland untuk memantau Exocet yang dipasang di kapal penjelajah Argentina General Belgrano dan dua kapal perusak yang mendampinginya. Kapal selam Inggris HMS Conqueror mentorpedo dan menenggelamkan General Belgrano, yang kehilangan 368 dari 1042 awaknya. Gugus tugas Argentina di utara kembali ke pangkalan dan tetap tinggal di sana hingga perang berakhir. De Mayo menurunkan pesawat-pesawat A-4nya yang beroperasi dari pangkalan-pangkalan lepas pantai hingga perang usai.

Serangan udara dari pangkalan-pangkalan di Argentina terhadap kapal-kapal Inggris sering terjadi selama perang. Meskipun memiliki pertahanan AAW ("anti-air warfare" - peperangan anti serangan udara) yang canggih serta menggunakan Sea Harriers yang cukup sukses dalam pertahanan udara ke udara, AL Inggris hanya bertahan dalam menghadapi kekuatan udara Argentina. Serangan pesawat Argentina menghantam sekitar 75 persen dari kapal-kapal Inggris dengan bom. Namun hanya tiga kapal perang Inggris (satu perusak dan dua fregat) serta dua kapal pendarat yang tenggelam atau rusak berat oleh bom. Kapal-kapal Inggris lainnya yang tenggelam, satu kapal perusak (HMS Sheffield) dan satu kapal pemasok, dihantam oleh misil Exocet. AL Inggris berhasil menghancurkan lebih dari setengah dari 134 pesawat tempur Argentina selama perang dengan menggunakan kombinasi perang listrik, Harriers, misil darat ke udara, dan artileri anti pesawat udara.

Perang diakhiri dengan menyerahnya Argentina pada 14 Juni 1982, setelah tiga minggu operasi amfibi Inggris dan operasi darat mereka di Pulau Falkland Timur.

Posisi negara pihak ketiga

sunting

Persemakmuran Bangsa-Bangsa

sunting

Inggris menerima dukungan politik dari negara anggota Persemakmuran Bangsa-Bangsa. Australia, Kanada, dan Selandia Baru menarik diplomat mereka dari Buenos Aires.[4]

Pemerintah Selandia Baru mengusir duta besar Argentina setelah invasi dimulai. Sang perdana Menteri, Robert Muldoon, berada di London ketika perang dimulai[5]

Prancis

sunting

Presiden prancis, François Mitterrand, menyatakan pembatasan untuk penjualan senjata Prancis dan bantuan ke Argentina.[6]

Negara anggota Organisasi Negara-Negara Amerika selain AS

sunting
  • Argentina didukung secara politik oleh mayoritas negara di Amerika Latin (kecuali Chili). Beberapa anggota Gerakan Non-blok juga mendukung posisi Argentina, seperti Kuba dan Nikaragua

Uni Soviet

sunting

Uni Soviet menggambarkan Falklands sebagai "wilayah yang disengketakan," menyadari adanya ambisi Argentina atas pulau-pulau itu dan menyerukan agar semua pihak menahan diri.

Sebab-sebab kekalahan Argentina

sunting

Selain kurangnya kesatuan di antara bangsa Argentina, juga terdapat jarak sosial yang lebar antara perwira, perwira administratif dan para wajib militer (wamil). Para wamil berdinas satu tahun atau kurang di ketentaraan. Ketika perang meletus, “sebagian besar angkatan 1962 (tahun lahir mereka) sudah dikirim pulang, sementara angkatan 1963 belum … mendapatkan pendidikan dasar sekalipun.” Lebih jauh, kebanyakan dari wamil yang tidak terlatih berasal dari provinsi-provinsi utara yang beriklim tropis dan sama sekali tidak siap untuk menghadapi “kondisi-kondisi mengerikan dan musuh yang terlatih baik serta lengkap persenjataannya.”

Marinir Kerajaan secara rutin berlatih di rawa-rawa Dartmouth Moors dan telah menyelesaikan manuver-manuver tahunan di lingkungan kutub di Norwegia pada April 1982. Pasukan komandonya berlatih di dataran-dataran dingin di Salisbury dan baru saja kembali bertugas di Irlandia Utara. Salah seorang pasukan komando berkata, “Saya mulai dengan kelas yang terdiri dari 83 orang dan hanya 11 dari kami yang selesai. Kami tahu bahwa kami adalah pasukan terbaik di dunia ketika selesai dengan latihan itu.” Yang lainnya mengatakan, “Saya tidak pernah dapat mengerti mengapa kami berlatih selokan dan lumpur di Salisbury sementara kami sebetulnya akan berperang di Eropa Utara. Kemudian kami dikirim ke Falkland, dan saya berkata kepada teman saya, ‘Setan! Tempat ini sungguh seperti rumah sendiri.’” Tradisi adalah tali pengikat yang kuat. Seorang komando Marinir Kerajaan mengatakan kepada 45 pasukan komandonya, “Kita berbaris dari Normandia ke Berlin. Sudah pasti kita sanggup berbaris 120 km. ke Stanley.” Seorang tentara berkata: “Saya pasti akan dikutuki bila saya mengecewakan teman-teman yang bertempur di Arnhem.” Ini adalah kata-kata dari pasukan professional yang bangga, terlatih keras dan penuh percaya diri.

Kontrasnya sangat jelas, dan kedua belah pihak paham benar. Seorang tentara Argentina berkata: “Bila saya memiliki perwira- perwira sungguhan, yang laki-laki sungguhan, mungkin saya akan tetap bertahan. Tak mungkin! Saya orang Argentina, dan kami diciptakan bukan untuk membunuh orang lain. Kami suka makan, nonton film, minum-minum, dansa. Kami tidak seperti orang-orang Inggris. Mereka tentara-tentara professional – perang adalah bisnis mereka.”

Pelajaran dari Perang Falkland

sunting

Perang Falkland atau Malvinas membangkitkan sejumlah pemikiran mengenai sebab-sebab konflik antar bangsa. Perang ini pun menantang sejumlah asumsi tentang konflik yang telah menjadi aksioma di antara kaum profesional dalam politik. Asumsi aksiomatik pertama yang ditantang oleh Perang Malvinas/Falkand adalah pendapat bahwa negara-negara “yang lebih lemah” biasanya tidak akan menyerang “yang lebih kuat”, khususnya negara-negara nuklir. Yang kedua menantang asumsi bahwa para pemimpin melakukan perang untuk mengalihkan perhatian warganya dari masalah-masalah dalam negeri. Perang Falkland/Malvinas juga menunjukkan potensi berbahaya ketika pemimpin keliru memperkirakan kepentingan lawan, bahaya kekeliruan persepsi dari watak seorang kepala pemerintahan, dan pentingnya perspektif-perspektif budaya dan sejarah.

Siapa yang akan mengira bahwa Argentina, sebuah negara yang terisolir akan pergi berperang melawan pelanggan terbesarnya dalam ekspor hasil pertanian – Inggris? Siapa yang akan menyangka bahwa negara ini, yang dalam sejarahnya tidak pernah sungguh-sungguh berperang sejak abad ke-19, akan menantang sebuah negara yang memiliki kemampuan nuklir? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris, sebuah anggota Dewan Keamanan PBB dan NATO, akan berperang gara-gara setumpukan batu karang terasing yang dihuni oleh segelintir gembala di Samudera Atlantik Selatan? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris akan pergi berperang untuk mempertahankan sisa-sisa Imperiumnya 37 tahun setelah Perang Dunia II?

Masalah-masalah ekonomi yang serius, kekalahan oleh Inggris pada tahun 1982 setelah usaha yang gagal untuk merebut Kepulauan Falkland/Malvinas, kemuakan publik terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia yang parah, dan tuduhan-tuduhan yang meningkat telah bersama-sama mendiskreditkan dan memperlemah rezim militer Argentina. Hal ini mendorong transisi bertahap dan membawa negara itu kepada pemerintahan yang demokratis. Dengan tekanan publik, junta militer Argentina akhirnya menghapuskan larangan-larangan terhadap partai-partai politik dan memulihkan kebebasan-kebebasan politik yang mendasar. Argentina berhasil kembali kepada demokrasi dengan damai.

Pemulihan hubungan diplomatik

sunting

Argentina memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Inggris. Pada September 1995, Argentina dan Inggris menandatangani suatu perjanjian untuk meningkatkan eksplorasi minyak dan gas di Atlantik Barat Daya, dan menghapuskan masalah yang potensial sulit serta membuka jalan untuk kerja sama lebih jauh antara kedua negara. Pada tahun 1998, Presiden Menem mengunjungi Inggris dalam kunjungan resmi pertama oleh seorang presiden Argentina sejak tahun 1960-an.

Lihat Pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Falkland Islands profile". BBC News. 5 November 2013. Diakses tanggal 19 June 2014. 
  2. ^ Burns, John F. (5 January 2013). "Vitriol Over Falklands Resurfaces, as Do Old Arguments". The New York Times. Diakses tanggal 8 August 2019. 
  3. ^ a b Historia Marítima Argentina, Volume 10, p. 137. Departamento de Estudios Históricos Navales, Cuántica Editora, Argentina: 1993.
  4. ^ Martin, Lisa L. (Spring 1992). "Institutions and Cooperation: Sanctions during the Falkland Islands Conflict" (PDF). International Security. p9. 16 (4): 143–178. doi:10.2307/2539190. JSTOR 2539190. Diakses tanggal 11 December 2018. 
  5. ^ "Falklands War cartoon". NZ History. Ministry for Culture and Heritage. 20 November 2013. Diakses tanggal 17 September 2018. 
  6. ^ Thomson, Mike (5 March 2012). "How France helped both sides in the Falklands War". BBC. 

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting