Nazaruddin Sjamsuddin

Pemilihan

Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, MA (lahir 5 November 1944) adalah mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas memantau jalannya Pemilu di Indonesia untuk periode 2001-2005, dimana Komisi Pemilihan Umum di Indonesia untuk pertama kalinya melakukan pemilihan presiden secara langsung pada tahun 2004 di bawah pimpinan Nazaruddin Sjamsuddin. Ia mempunyai empat orang anak hasil perkawinannya dengan Nurnida Ishak.

Nazaruddin Sjamsuddin
[[Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia]] 2
Masa jabatan
2001–2005
PresidenAbdurrahman Wahid
Sebelum
Pendahulu
Rudini
Pengganti
Abdul Hafiz Anshari
(pada tahun 2007)
Informasi pribadi
Lahir5 November 1944 (umur 80)
Kota Juang, Bireuen, Aceh, Indonesia
X: nazarsjamsuddin Modifica els identificadors a Wikidata
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Pendidikan dan karier

sunting

Setelah menyelesaikan SD, SMP, dan SMA di Aceh, Nazaruddin memasuki Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat (Bagian IPK yang kini dikenal sebagai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Universitas Indonesia pada tahun 1963, dan meraih gelar sarjana ilmu politik pada tahun 1970. Tahun-tahun berikutnya ia habiskan di Universitas Monash, Melbourne, Australia, dan memperoleh gelar M.A. dan Ph. D. dalam ilmu politik.

Karier sebagai pengajar ilmu politik di UI ia rintis sejak 1968 ketika masih sebagai mahasiswa, dan dilanjutkan kembali sepulang kuliah di Australia dan terus mengabdi pada Universitas Indonesia hingga akhirnya diberi gelar Guru Besar dalam ilmu politik pada tahun 1993. Di luar Universitas Indonesia antara lain ia pernah menjadi wartawan dan kemudian Pemimpin Redaksi Indonesia Magazine, peneliti pada Lembaga Riset dan Kebudayaan Nasional (LIPI), dan anggota kelompok kerja pada perlbagai instansi pemerintahan. Pada tahun 1985 ia ikut mendirikan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan pernah menjabat sebagai ketua. Ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Pengkajian dan Pengembangan BP 7 Pusat, anggota MPR dan Badan Pekerja MPR, dan karier terakhirnya sebagai ketua Komisi Pemilihan Umum sejak tahun 2001.

Karya Ilmiah dan Buku

sunting

Di antara karya ilmiah yang telah dihasilkannya, selain sejumlah artikel yang terbit di dalam dan luar negeri, adalah buku PNI dan Kepolitikannya (1984), The Republican Revolt (1985), Integrasi Politik di Indonesia (1989), Pemberontakan Kaum Republik (1990), dan Dinamika Sistem Politik Indonesia (1993). Di antara buku yang disuntingnya terdapat Soekarno, Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktik (1988), Masa Depan Kehidupan Politik Indonesia (1988, bersama Dr Alfian), dan Profil Budaya Politik Indonesia (1991, bersama Dr Alfian). Pada Maret 2010, Nazaruddin mengeluarkan buku otobiografinya yang berjudul Bukan Tanda Jasa, yang berisi pengalaman hidupnya terutama terkait masa-masa kepemimpinannya di Komisi Pemilihan Umum.

Tersandung Kasus korupsi

sunting

Meski Pemilihan Umum 2004 dinilai sukses di kalangan internasional, para anggotanya yang kebanyakan berasal dari kalangan akademisi, banyak terseret pada kasus korupsi, yang salah satunya menimpa Nazaruddin Sjamsuddin. Pada 20 Mei 2005, Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di KPU. Oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ia dituntut hukuman penjara selama delapan tahun enam bulan, membayar denda sebesar Rp 450 juta, serta mengganti uang negara sebesar Rp 14,193 miliar. Pada 14 Desember 2005 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lalu menjatuhinya hukuman penjara selama tujuh tahun pada 14 Desember 2005. Ia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp 300 juta dan membayar uang pengganti Rp 5,03 miliar secara tanggung renteng dengan Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU karena dianggap merugikan negara dalam kasus pengadaan asuransi kecelakaan diri yang dibayarkan untuk para pekerja pemilu.

Pada 8 Februari 2006, para pengacara Nazaruddin melaporkan Majelis Hakim kepada Komisi Yudisial. Para pengacara tersebut mengatakan bahwa dalam memutus perkara, Majelis Hakim telah melanggar Kode Etik Perilaku Hakim. Antara lain disebutkan bahwa Majelis Hakim telah menyalahi ketentuan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) serta Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 dan KUHP. Laporan tersebut sampai kini (2011) tidak pernah mendapat tanggapan dari Komisi Yudisial. Nazaruddin bebas bersyarat pada Maret 2008.

Pranala luar

sunting
Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
Rudini
Ketua Komisi Pemilihan Umum
2001–2005
Lowong
Selanjutnya dijabat oleh
Abdul Hafiz Anshari
(pada tahun 2007)