Madya
Madya (aksara Jawa: ꦩꦢꦾ, pengucapan bahasa Jawa: [mad̪jɔ]; sekarang disebut sebagai krama madya) adalah salah satu tingkatan bahasa yang digunakan dalam unggah-ungguh bahasa Jawa versi lama.[1] Bahasa ini menggunakan kata madya dengan awalan dan akhiran ngoko.[2]
Menurut unggah-ungguh bahasa Jawa versi lama, madya berada di antara ngoko dan krama. Sebelumnya, madya dibagi menjadi tiga: madya ngoko, madyantara, dan madya krama.[2][3] Pada unggah-ungguh bahasa Jawa versi baru, madya tidak dicantumkan lagi; tidak berdiri sendiri seperti ngoko dan krama. Meskipun demikian, madya masih digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kini, madya kadang-kadang dianggap sebagai bagian dari bahasa krama yang tidak halus[2] dan tidak baku, maka disebut sebagai krama madya.
Pembagian
suntingSebelumnya, madya dibagi menjadi tiga: madya ngoko, madya krama, dan madyantara. Namun, beberapa buku tidak bersependapat dengan penguraian madya krama dan madyantara.
Catatan: pada contoh di bawah, kata ngoko dicetak tebal dan digarisbawahi, kata krama dicetak tebal, sedangkan kata krama inggil digarisbawahi.
Madya ngoko
suntingMadya ngoko adalah bahasa madya yang menggunakan kata madya dan kata ngoko dengan awalan dan akhiran ngoko.[2][3][4][5] Kata ganti orang kedua menggunakan kata dika, sedangkan kata ganti orang pertama menggunakan kata kula. Penggunaan madya ngoko biasanya dipakai pada pembicaraan antara pedagang kepada pedagang.[3] Di bawah ini adalah contoh kalimat yang menggunakan madya ngoko.
- Mang madhang sega abang.[5]
- Dika kok sajak kesusu ngajak mulih kula. Onten preluné napa, ta?[3]
- Dika napa arep mangan iwak wedhus?[4]
Madya krama
suntingMadya krama adalah bahasa madya yang menggunakan kata madya dan kata krama dengan awalan dan akhiran ngoko (Pendapat 1).[4][5] Ada pendapat lain bahwa madya krama juga memuat kata krama inggil (Pendapat 2).[2][3] Penggunaan madya krama biasanya dipakai pada pembicaraan antara perempuan kepada suaminya.[3] Di bawah ini adalah contoh kalimat yang menggunakan madya krama.
- Mang nedha sekul abrit.[5] (Pendapat 1)
- Pakné, wanci ngèten kok empun ajeng tindak teng kantor. Napa kathah padamelan?[3] (Pendapat 2)
- Samang napa ajeng nedha ulam menda?[4] (Pendapat 1)
Madyantara
suntingMadyantara adalah bahasa madya yang menggunakan kata madya, kata krama, kata krama inggil dengan awalan dan akhiran ngoko (Pendapat 1).[4][5] Ada pendapat lain bahwa madyantara hanya memuat kata madya dan kata krama (Pendapat 2).[2] Pendapat lainnya lagi mengatakan bahwa madyantara sama dengan madya ngoko, hanya berbeda pada kata ganti orang kedua yang menggunakan kata mang, samang, atau sampéyan pada madyantara (Pendapat 3).[3] Penggunaan madyantara biasanya dipakai pada pembicaraan antara perempuan kepada suaminya,[5] priyayi kecil kepada priyayi kecil, dan priyayi kepada saudaranya yang berpangkat lebih rendah.[3] Di bawah ini adalah contoh kalimat yang menggunakan madyantara.
Lihat pula
suntingRujukan
suntingCatatan kaki
suntingDaftar pustaka
sunting- Padmosoekotjo, S. (1953). Ngéngréngan Kasusastran Djawa I. Yogyakarta: Toko Buku Hien Ho Sing.
- Prajapustaka, Mas Ngabèi (1925). Kawruh Basa. Yogyakarta: N. V. Mardi Mulya.
- Suwadji (2013). Ngoko Krama. Yogyakarta: Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. ISBN 9786027777620. OCLC 890814963.
Pranala luar
sunting- Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa (PUEBJ)
- Leksikon bahasa Jawa di Sastra.org
- Bausastra Jawa oleh W.J.S. Poerwadarminta
- Kamus bahasa Indonesia-Jawa
- Kamus bahasa Jawa-Inggris di SEAlang Projects