Work Text:
“Apa kau sudah menunggu lama, Senkuu-chan?”
“Nah, aku juga baru sampai,” balas Senkuu seraya menyeringai.
Gen turut tersenyum sembari menarik kursi di depan lelaki berambut ombre itu. Senyumnya tetap mengembang walau si lawan tengah asyik memainkan ponselnya. Sebelum akhirnya tersentak kala Senkuu menatapnya tepat di mata.
“Apa kau mau memesan sesuatu dulu?” tanya si Ishigami.
Gen menggeleng singkat, “tidak perlu. Kita langsung saja pergi ke pamerannya.”
Maka keduanya pun bangkit dari kursi tersebut dan segera keluar dari kafe tempat pertemuan mereka. Hilir mudik manusia mereka lalui bersama, hingga mereka sampai di persimpangan terdekat, lalu berbelok ke kanan. Tepat di ujung jalan, ada sebuah gapura besar khas festival yang dihiasi oleh berbagai balon dan bunga. Ada juga stand karakter animasi di sisi kanan dan kiri, menyambut pengunjung yang datang.
Di sini lah mereka saat ini. Di sebuah festival lokal milik distrik setempat. Dari awal masuk, mereka sudah disuguhi oleh berbagai stan yang menjajakan aneka benda. Mulai dari makanan hingga pernak-pernik buatan warga. Sementara di pusatnya, ada sebuah pertunjukan sulap mini yang dikerumuni oleh anak-anak.
Gen merasa hidup melihat semua itu. Dirinya yang memiliki latar di dunia hiburan rasanya ingin turut mengambil peran menjadi pusat perhatian. Hingga sedetik kemudian, dia teringat dengan siapa dirinya datang. Sontak dia menoleh ke arah Senkuu. Usaha yang dia keluarkan untuk mengajak maniak sains itu keluar dari laboratoriumnya tentu akan sia-sia jika ternyata Senkuu malah merasa tidak tertarik dengan apapun di sana.
Atau mungkin tidak.
Sebab alih-alih tatapan datar dengan gestur mengorek telinga yang biasa Senkuu lakukan jika merasa bosan, yang Gen lihat justru sebaliknya. Ada binar sekilas yang terpancar dari manik merah darah itu. Si Asagiri mengikuti arah pandang Senkuu, yang ternyata tertumpu pada sebuah boneka Doraemon berukuran segenggam tangan.
Hal itu membuat Gen tersenyum tipis. ‘Kau ternyata tidak pernah berubah ya, Senkuu-chan?’
Tanpa aba-aba, Gen langsung menuju stan tersebut dan segera membeli boneka yang dimaksud. Semuanya terjadi begitu cepat. Sampai yang Senkuu tahu adalah tiba-tiba boneka itu ada di hadapannya, dengan Gen yang menyembul dari baliknya.
“Hadiah untukmu Senkuu-chan!” ujar Gen riang. Tentu saja Senkuu tergagap, “H-hah? U-untuk apa?”
“Ayolah, tatapanmu itu tidak bisa berbohong,” Gen meletakkan paksa boneka itu pada genggaman Senkuu, “kau kan sangat menyukai Doraemon, terutama mesin waktunya.” Gen berkata demikian seraya berbalik untuk menghindari tatapan Senkuu. Dirinya berjalan ke stan makanan di depan.
“Itu juga yang menginspirasimu untuk menjadi ilmuwan!” lanjutnya.
“Darimana kau tahu kalau itu kesukaanku? Seingatku aku tidak pernah menceritakan hal itu padamu.”
Gen seketika mematung. Degup jantungnya meningkat drastis, terutama ketika Senkuu menghampiri dan menatapnya tajam. “Kau bahkan tahu dengan detail untuk ukuran orang yang baru mengenalku selama dua bulan.”
Gen meringis mendengar penekanan di akhir kalimat. Wajar bagi Senkuu untuk curiga dengan dirinya, sebab tipe karakter Senkuu tentu tidak akan semudah itu untuk memberikan informasi sejenis itu pada orang yang baru dikenalnya, apalagi ini baru dua bulan. Namun, lain halnya bagi Gen.
‘Kau sudah pernah menceritakannya padaku, Senkuu-chan.’
“Ahaha …” Gen tertawa gugup, masih menghindari tatapan Senkuu, “aku hanya menebaknya karena tatapanmu seperti penggemar yang bertemu idolanya lho. Dan juga menurutku, tipe sepertimu tentu menyukai hal-hal berbau future-science yang ada di dalam serialnya, kan?”
Iris merah darah mengunci manik gelap tersebut. Keduanya bertatapan beberapa saat. Sampai Senkuu mengembuskan napas melihat Gen yang kukuh dengan senyum lebarnya.
“Kau masih mencurigakan. Tapi ya sudah lah,” Senkuu menyentuh tengkuknya, “by the way, thanks.”
Gen pun mengangguk, merasa lega karena berhasil menghindari anak panah yang nyaris mengenainya. Kembali ke sisi Senkuu untuk melanjutkan perjalanan mereka, sebuah pemikiran menghampiri benak Gen. Ucapan Senkuu membuatnya memikirkan kilas balik selama dua bulan belakangan. Di mana dia sebagai tamu hiburan di pameran sains yang organisasi Senkuu adakan, bertemu dengan lelaki itu untuk pertama kalinya. Dirinya dengan sadar kemudian mencoba menjalin hubungan, hingga di titik dia bisa mengajak si Ishigami untuk keluar berdua seperti saat ini.
Waktu terus berjalan untuk mereka yang menikmati festival tersebut. Beberapa stan sudah mereka kunjungi. Sampai keduanya memutuskan untuk singgah di stan ramen terdekat.
“Jadi, apakah kau mengajakku ke sini karena tahu aku suka ramen juga?” celetuk Senkuu setelah mereka memesan.
“Kau kan memang selalu memesan itu setiap kita berkumpul dengan yang lainnya, Senkuu-chan”
“Itu baru dua kali terjadi, Gen.”
Gen terdiam. Dalam hati merutuki kebodahan dirinya yang lagi-lagi keceplosan. Namun, mau bagaimana lagi? Dirinya selalu mudah hanyut dalam suasana jika sudah bersama ilmuwan muda tersebut.
“Dipikir-pikir, memang sedikit aneh. Kita baru mengenal dua bulan, tapi kelakuanmu seperti sudah mengenalku dari lama. Katakan, apakah kita pernah bertemu di suatu tempat sebelum pameran itu?” Senkuu memangku wajah. Tatapannya penuh rasa penasaran sekaligus tuntutan.
“Dan juga masalah panggilan. Aku tahu kau memanggil yang lain dengan honorifiks juga, tapi aku yakin sekali panggilan untukku itu sedikit berbeda. Kesannya lebih … mendalam.” Senkuu melanjutkan ocehannya, sedikit abai dengan Gen yang menatapnya.
‘Karena memang seperti itu. Karena kau memang spesial, Senkuu-chan.’
“Oh ya? Mendalam seperti apa?” Senyum Gen terangkat sebelah, membuat Senkuu berdeham sebentar.
“I don’t know. Maybe like … yearning?” Senkuu sedikit menyadari wajahnya yang terasa hangat.
‘Benar. Aku memang merindukanmu. Teramat sangat.’
“Kau mau tahu yang sebenarnya, Senkuu-chan?” tanya Gen setelah mengembuskan napas pelan.
“Tentu saja, makanya aku bertanya padamu.”
Gen tersenyum singkat. “Sejujurnya, kau mengingatkanku akan seseorang. Bisa dibilang aku melihat dirinya di dalam dirimu.”
‘Karena orang itu adalah dirimu.’
“Jadi … aku minta maaf jika terkesan sok akrab denganmu. Aku terbawa suasana,” lanjutnya.
“Ah, begitu ya.” Senkuu memegang tengkuknya. Walau dia terlihat tidak peka akan sekitar, tapi dia tahu bahwa suasana kali ini berubah menjadi suram. “Sepertinya dia adalah orang yang berharga bagimu.” Gen mengiyakan.
‘Kau memang sangat berharga bagiku, Senkuu-chan.’
“Apakah dia keluargamu?” lanjut Senkuu, yang dia sendiri heran mengapa menanyakan hal itu.
“Dia kekasihku. Walau sekarang kami sudah berbeda dunia.”
Senyum getir di wajah Gen membuat Senkuu mengerjapkan mata. Sedikit bingung harus memproses informasi itu seperti apa. Apalagi keheningan yang tiba-tiba hadir di antara mereka. Gen pun sadar dan berdeham kecil.
“Tidak apa-apa,” ujar Gen, “setidaknya aku tahu kami bahagia, jadi aku merelakannya.”
Tidak akan pernah bisa.
“Aku memang tidak pernah berpacaran, tapi dari jawabanmu aku yakin kau sangat mencintai kekasihmu itu, Gen.” Senkuu berkata demikian seraya tersenyum kecil, membuat Gen yang melihatnya merasakan nyeri di dada.
‘Aku memang sangat mencintaimu, Senkuu-chan. Selalu.’
Seolah tidak terjadi apa-apa, percakapan mereka kembali normal begitu pelayan stan membawakan makanan mereka. Topik lain pun segera menjadi bahan obrolan mereka. Setidaknya sampai mereka melanjutkan perjalanan mereka yang kini terhenti di depan stan bunga dan tanaman hias.
“Gen, kau menyukai bunga kan?” tanya Senkuu tiba-tiba.
“Eh? Iya, aku suka bunga,” jawab Gen sedikit heran. Apalagi ketika dia melihat Senkuu yang menuju stan tersebut dan membeli sesuatu. Dirinya menjadi kaget begitu Senkuu kembali dan menyodorkan kotak berisikan pot kecil dengan tumbuhan di dalamnya. Begitu melihat isinya apa, tidak bisa dipungkiri kalau dada Gen berdesir hebat.
“Ada alasan mengapa kau memilih bunga daisy, Senkuu-chan?”
“Karena seingatku artinya adalah harapan dan awal mula yang baru. Jadi .. yaa … kuharap kau bisa memulai awal yang baru ke depannya. Sekaligus balasan boneka yang tadi.”
“Karena aku berharap kau bisa memulai awal yang baru setelah ini.”
‘Bahkan bunga dan alasannya pun selalu sama, huh?’
“Terima kasih, Senkuu-chan. Akan kujaga dengan baik.”
Sore itu, Senkuu bisa merasakan debar jantungnya yang meningkat setelah melihat Gen tersenyum manis kepadanya.
***
Mungkin, keputusan Gen dua bulan lalu kali ini adalah tindakan gegabah. Seharusnya dia belajar dari pengalaman. Seharusnya dia hafal pola dari takdir yang dia mainkan. Seharusnya dia memperhatikan saja dari kejauhan. Namun, bagaimana bisa dia menahan diri ketika melihat Senkuu yang bersinar di depannya?
Masih berharap akan keajaiban, Gen segera bergegas begitu mendapatkan panggilan dari Dr. Xeno di petang itu. Rasanya dia akan sesak karena detak jantung yang tak beraturan. Pikirannya kian kalut kala mendengar siaran langsung di ponselnya. Sebuah ledakan terjadi di gedung yang dua bulan terakhir selalu dia datangi. Kecelakaan laboratorium katanya.
Sayangnya kali ini pun Gen terlambat. Dia sampai ketika petugas pemadam kebakaran tengah mengevakuasi korban. Lelaki dengan rambut dwiwarna itu bisa merasakan kakinya melemas melihat salah satu sosok yang ditandu menuju ambulan. Dari sekian orang, dia sama sekali tidak ingin melihat pemilik rambut putih dengan ombre hijau itulah yang terjuntai lemah di dalam sana.
Menarik napas panjang di tengah isak tangisnya, Gen segera mencari Dr. Xeno untuk mengantarnya menuju rumah sakit.
***
Lagi-lagi hujan terjadi ketika Gen mengunjungi tempat ini. Tempat yang penuh dengan batu nisan tersebut terasa ramai sekaligus sepi di saat bersamaan. Tempat yang sudah dia rawat sejak pertama kali dia bangun di balik sebuah perbukitan. Tempat di mana semua penanda memiliki nama yang sama, tapi dengan nomor yang berbeda; Senkuu Ishigami.
“Tidak apa, Senkuu-chan. Aku bisa memulai semuanya dari awal lagi. Kapanpun itu, aku akan menunggumu kembali,” bisik Gen seraya meletakkan buket daisy di bawah nisan bernomor 16. Lagi, dia mengembalikan bunga yang selalu diberikan keenam belas Senkuu-nya.
Wajah Gen menengadah, menampung rintik hujan sekaligus ingatan lusa kemarin. Masih jelas memori bagaimana dirinya dibantu Dr. Xeno untuk memonopoli jenazah Senkuu agar bisa dia miliki. Agar dia bisa menyatukannya dengan Senkuu yang lain di tempat ini. Hal yang sudah dia lakukan sebanyak enam belas kali selama 300 tahun berganti. Waktu yang begitu singkat untuk pertemuan dan perpisahan sebanyak itu terjadi.
Tenggelam dalam nostalgia membuat Gen tidak sadar bahwa hujan sudah reda. Cukup reda untuk seekor kupu-kupu hinggap sebentar di atas buket daisy yang sudah basah kuyup. Melihatnya, Gen tertawa getir sebab merasa Semesta tengah menertawakannya.
Sebab Senkuu dan kupu-kupu itu sama. Datang kepadanya, tapi hanya untuk sementara.