Actions

Work Header

Musim Semi Akan Datang Lagi

Summary:

Itu adalah musim semi tahun kedua, di hari terakhir libur semester, ketika Sakura didatangi Nirei dan Suo yang dengan antusias mengajaknya untuk melihat bunga sakura bareng-bareng.

#furintrioweek

Notes:

Furintrioweek day 1: flowers

(See the end of the work for more notes.)

Work Text:

"Sakura-kun!"

"Sakura-san!"

"... Apa-apaan kalian?"

Mulai sekolah harusnya masih besok. Jadi, Sakura tentunya tidak habis pikir ketika pagi itu rumahnya didatangi Nirei dan Suo, di mana teman-temannya itu bahkan menenteng-nenteng gulungan tikar dan keranjang penuh makanan. 

"Mumpung libur, ayo pergi piknik!" Nirei berseru dengan penuh semangat. 

"Kenapa tiba-tiba ...?"

"Nirei-kun khawatir bahwa kau merasa sedih karena acara kelulusan kemarin ~" Suo tersenyum lebar, selagi Nirei menoleh padanya dengan gelagapan. 

Umemiya, Hiragi, beserta para siswa seangkatan mereka baru saja lulus. Walaupun mereka mungkin tidak meninggalkan Makochi, tetap saja hari-hari ke depan tidak akan terasa sama lagi.

"Ugh, kalau begitu, bukannya kalian harusnya lebih mengkhawatirkan Sugishita?" Sakura menggaruk kepalanya dengan canggung, diam-diam tersentuh bahwa mereka ternyata datang hanya karena alasan seremeh itu. 

"Sugishita-kun itu, menenangkan dirinya dengan dibiarkan sendiri," sahut Suo tenang. 

"Te-terus, memangnya kau kira aku harus ditemani?"

Nirei dan Suo bertukar pandang, lalu tersenyum saja tanpa mengiyakan.  Sakura tidak bisa berbuat banyak kalau dua orang itu sudah sekompak ini. 

"Ayo ganti pakaianmu, Sakura-san, ada banyak makanan, lho!"

"Jangan lupa sisir rambutmu sedikit, Sakura-kun, itu benar-benar berantakan ~"

"Aku gak pernah bilang bakalan ikut?!"

Namun, mengatakan hal seperti itu pun, tidak akan mengusir dua orang tersebut dari depan rumahnya. Apalagi ketika mereka berdua tahu dengan jelas, kalau Sakura sesungguhnya juga tidak menolak. 

Maka, setengah jam kemudian, mereka sudah duduk di bawah pohon sakura, di salah satu tepian jalan pinggir kota. Sekelilingnya sepi, jadi mereka bisa menggelar tikar dengan leluasa. Nirei sibuk menyodorkan macam-macam kue pada Sakura, yang tanpa sungkan mencicipi satu persatu. 

"Ini benar-benar seru, yah ~" Suo berkomentar sambil mulai merebahkan dirinya. 

"Apanya, kau cuma minum air putih dari tadi." Sakura menimpali dengan bosan, sejak kebiasaan diet temannya itu tidak kunjung berubah dari dulu-dulu. 

"Suo-san, kau harus coba ini!" 

"Kapan-kapan, ya, Nirei-kun, sekarang aku sudah kenyang."

Sakura duduk bersila, menengadahkan wajahnya ke atas, ke kumpulan bunga sakura yang menaungi mereka, beserta langit biru yang mengisi  celah-celahnya. Kenapa dia baru pertama kali melihat pemandangan seindah ini, padahal sudah hidup sepanjang lima belas musim semi?

"Sakura-kun yang melihat sakura adalah tontonan yang bagus."

"Tch,"

Suo seperti biasa selalu punya kata-kata, dan Sakura mendecih tanpa benar-benar merasa terganggu. Nirei beringsut, mulai berbaring juga sambil melipat tangannya sebagai pengganti bantal. 

"Sakura-san, apa kau tahu kalau bunga sakura melambangkan kehidupan?" Nirei berujar dengan antusias. "Bunga sakura yang mekar setelah melewati musim dingin ... bukankah itu rasanya keren sekali?"

"Kalau kau bilang begitu ...." Sakura menanggapi dengan ragu-ragu. 

"Tapi, sakura juga bermakna perpisahan." Suo bergumam perlahan. "Tentang masa-masa indah yang hanya berlangsung sebentar, dan pada akhirnya akan berlalu." 

Seperti sakura yang mekar sempurna, lalu menjadi layu digantikan keringnya musim panas. 

Perpisahan, ya ...

Sakura tanpa sadar mengeratkan genggaman tangannya, yang baru saja berhasil menangkap salah satu kelopak bunga yang diterbangkan semilir angin. 

Waktu memang cepat sekali berlalu, huh? Sejak kapan Nirei mengejar tinggi badannya, dan rambut Suo tumbuh lebih panjang? Rasa-rasanya mereka baru bertemu kemarin. 

"Sakura-san, ke sinilah," panggil Nirei, melambaikan tangannya dengan akrab. "Ayo tiduran juga bersama kami."

Suo tersenyum lembut, meliriknya juga. "Jangan murung begitu, Sakura-kun, masa indah yang sebentar itu harus dinikmati sebaik mungkin, kan? Lagipula, musim semi selalu datang setiap tahun."

Sakura bergeser ke tengah tikar, berbaring telentang sambil matanya mulai terasa berat untuk tetap terjaga. "Nirei, Suo," gumamnya dengan mengantuk. "Tetaplah di sampingku."

"Tentu!"

"Baiklah ~"

Sudut-sudut bibir Sakura tertarik membentuk lengkungan senyum. Dia memejamkan matanya, menikmati tidur siang yang menyenangkan. 

Ketika sore tiba, Sakura dibangunkan oleh tepukan di bahunya. Itu bukan Nirei atau Suo, melainkan Sugishita. 

"Sugishita ...? Ngapain kau di sini?"

"Kebetulan lewat."

Sakura menggosok matanya dengan kasar, menghilangkan bekas-bekas tidur. Dia lantas membereskan sisa-sisa makanan untuk disimpan lagi ke keranjang, berikut menggulung tikar. 

Sugishita menatap agak lama pada tiga gelas plastik yang ditumpuk oleh Sakura. Ekspresinya masih datar tanpa perubahan berarti, tetapi dia dengan hening tetap berdiri di sana dan menunggu, sampai ketua kelasnya itu selesai mengemasi semua barang. 

"... Kau akan ke rumah sakit?" gumam Sugishita setelah lewat bermenit-menit. 

Sakura untuk sesaat mengerjap, lalu akhirnya mengangguk dengan perlahan. 

Tiga hari lalu, Nirei dan Suo mendatangi rumahnya di akhir pekan, dan menyeretnya ke toko untuk membeli tikar piknik buat hanami. Mereka juga membeli banyak roti dan makanan lainnya, untuk dimakan bareng-bareng saat acara kelulusan para siswa tahun ketiga.

Sakura ingat bagaimana merahnya langit saat mereka tiba di rumahnya. Anak-anak itu seenaknya memutuskan rumah Sakura sebagai tempat penyimpanan tikar berikut snack-snack lainnya, walaupun pertimbangan bahwa rumahnya paling dekat dengan sekolah itu terdengar sangat logis. 

"Sampai ketemu lagi, Sakura-san."

"Sampai jumpa besok, Sakura-kun."

Hanya saja, dua temannya itu tidak pernah berhasil untuk pulang, pada petang tersebut.

Sekelompok perusuh mengepung mereka di salah satu gang, menyandera Nirei sehingga Suo tidak bisa banyak melawan. Mereka dipukuli dengan parah oleh para orang dewasa itu, mereka-mereka yang dendam karena bisnis ilegalnya di Makochi selalu dihalang-halangi oleh Bofurin.

Mereka mengambil foto dari Nirei dan Suo yang tergeletak di tanah dan mengirimnya kepada Umemiya, merasa telah membalaskan dendam dengan sempurna. Foto tersebut diteruskan ke nomor-nomor ketua tingkat, dan Sakura merasa darahnya mendidih saat membuka grup dan menemukan foto tersebut di pesan tersemat. 

Hanya butuh satu jam untuk Bofurin menginvasi markas mereka, di mana Nirei ditemukan hampir tidak bernapas karena tulang rusuknya patah dan melukai paru-paru, sementara Suo mengalami pendarahan hebat di kepala. 

Sakura tidak bisa melupakan raungan ambulans malam itu, yang membawa para wakilnya ke rumah sakit dengan tergesa-gesa. Dia masih terdiam, menatap kedua tangannya yang berlumuran darah dengan gemetar. Sampai akhirnya Umemiya menepuk bahunya dengan penghiburan, selagi dia sendiri berekspresi tegang. 

Hari kelulusan tiba, dan mereka duduk berkerumun di koridor rumah sakit, alih-alih mengadakan perayaan di atap. Operasinya berhasil, tapi belum satupun dari mereka yang terjaga. 

"Sakura, pulanglah. Kau belum tidur sama sekali dari kemarin." Hiragi menegurnya yang tidak beranjak dari kursi tunggu. 

"Yah, aku akan tidur ketika mereka akhirnya bangun."

"Kau akan rubuh duluan kalau memaksakan diri." 

Sakura keras kepala seperti dirinya yang biasa, tetapi tubuhnya pada akhirnya menyerah juga, dan dia tertidur oleh kelelahan setelah dua hari tidak memejamkan mata. Dia tidak tahu siapa yang membawanya pulang dan membaringkannya di atas futon dengan rapi. Mungkin Umemiya, Hiragi, atau justru Sugishita. 

Hanya saja, ketika Sakura terbangun, dia sepenuhnya lupa tentang hal-hal yang baru terjadi. Dia bermimpi bahwa acara kelulusan berjalan dengan lancar, dan tidak ada satupun yang terluka. Lalu, Nirei dan Suo datang besok paginya, mengajaknya melihat bunga seperti yang direncanakan dari kemarin-kemarinnya. 

Itu adalah mimpi yang bagus sekali. 

Lalu, seminggu berlalu dengan cepatnya, kemudian menjadi dua minggu. Sakura pergi ke rumah sakit setiap hari, dan dia menyaksikan bagaimana pohon-pohon sakura yang berjejer di tepi jalan itu perlahan-lahan kehilangan bunganya. 

"Halo, Sakura-san." Nirei menyapanya ketika dia akhirnya sadar, dan sudah cukup stabil untuk bicara tanpa alat bantu pernapasan. "Seragammu baru!" Anak itu menatap dengan berbinar garis di lengan kiri Sakura yang telah bertambah satu. 

Anak ini ... 

Sakura menghela napas, membiarkan Nirei menyentuh seragamnya itu dengan antusiasme yang khas. 

"Siapa ...?"

Lain lagi dengan Suo, yang memasang ekspresi bingung ketika Sakura mengunjungi bilik perawatannya siang tadi. 

"Suo, kau, jangan bercanda--"

"Huh?"

Sakura tidak pernah siap dengan skenario hilang ingatan ini, jadi dia hampir saja berlari keluar untuk memanggil dokter, tetapi anak itu menghentikannya sambil tertawa lemah. 

"Bercanda, Sakura-kun, aku mengingatmu, kok."

"Sialan, berhentilah main-main?!"

Tidak butuh waktu lama sampai mereka diizinkan meninggalkan rumah sakit, dan melanjutkan hari-hari dengan normal. Sakura menjadi lebih waspada, dan itu bisa dimaklumi. Dia akan mengantar Nirei sampai rumah, dan mewanti-wanti berulang kali agar Suo menghubunginya jika ada masalah. 

"Wah, kita melewatkan hanami-nya, ya," gumam Nirei suatu siang, ketika mereka makan siang di atap yang kebunnya masih terus terawat. 

"Benar juga, sayang sekali." Suo menyesap tehnya, terlihat sedikit murung karena beberapa alasan. 

"Itu ... bukan masalah," tanggap Sakura dengan acuh tak acuh. "Kita bisa melakukannya tahun depan, dan tahun depannya lagi, dan lagi."

"Hehe, benar juga!"

"Untuk Sakura-kun berbicara seperti itu tanpa malu-malu, kau sudah tumbuh, ya."

"Di-diamlah!"

Sakura memalingkan wajahnya dengan keki, sambil memasukkan ke dalam mulutnya lebih banyak teriyaki. 

"Hati-hati, Sakura-san, kau bisa tersedak."

"... Kenapa ini pedas sekali?!"

"Hmm, tampaknya Umemiya-san menanam cabai khusus, dan Kotoha-san mengolahnya menjadi saus--"

"Berikan airmu, Suo-san!"

"Silakan, silakan ~"

Sugishita diam-diam menyimak kehebohan mereka dari sudut kebun, sambil matanya tak lepas dari selang air untuk menyiram tanaman. 

"Bocah ...." gumamnya tanpa sadar, selagi raut wajahnya yang selalu datar itu hampir-hampir mengulas senyum.

Benar, musim semi akan datang lagi.

Notes:

Ide awalnya cuma mereka piknik dengan normal, lalu berkembang jadi Sakura halusinasi dan ujung-ujungnya pergi ke makam. Jadi ini ... pertengahannya. Setidaknya, tidak ada yang mati ~