Actions

Work Header

Rating:
Archive Warning:
Category:
Fandom:
Relationship:
Characters:
Additional Tags:
Language:
Bahasa Indonesia
Stats:
Published:
2024-11-29
Words:
1,979
Chapters:
1/1
Kudos:
5
Hits:
59

Everyone know but not actually know

Summary:

-

Notes:

Just fanfiction| JJP Focus

Isi kepalaku aja ini yang dimix up bareng crumbs jjp yang gak seberapaa itu.

Typos everywher ofc..

Ini sebenernya bagan awal few tweet AU “kapan vc-an?”

Bagian-bagian akhir baru kutambahi tadi.

Hope you like it, terima kasih sudah singgah 💚💚💚

Work Text:

Memulai dari awal akan sangat terlalu jauh, saat itu 2023—dia, Jinyoung, sudah menyiapkan lagu untuk boybandnya. Tinggal menunggu waktu kapan tepatnya bisa memasak tanpa kendala, semua bumbu tersedia, tukan masaknya saja yang tidak. (re: para anggota group)

Jadwal padat merayap, mereka sampai di keputusan menyimpan ini untuk nanti, tidak akan keturutan jika mengejar di awal jadwal wamil. Tidak ada yang tahu, bahkan Jinyoung sendiri, mengapa Jaebeom sangat membatasi diri. Orang-orang bisa melihat bagaimana fans mereka tidak tahu bahwa sang ketua sudah menjalankan tugas negara, para penggemar itu cuma tahu, Jaebeom memang akan menjalankan tugas bernegaranya disusul Jinyoung dalam waktu dekat.

Tentu saja semuanya sudah terencana, Jaebeom itu seorang masterplan, dan di sampingnya membayangi Jinyoung si mastermind.

“Kita masuk bersama-sama dan keluar pun akan sama-sama!”

Ya tanpa tertulis pun orang-orang tahu itu, yang tidak orang ketahui. Jinyoung tengah mengejar limit Jaebeom.

Jadwal mereka sama-sama padat, tetapi menjelang penugasan itu, Jinyoung lebih tak terbendung lagi. Harus selesai, harus rampung sesegera mungkin.

Sementara Jaebeom hilang dari radar, semua mengira ia tengah menikmati waktu liburannya setelah world tour panjangnya.

“Kau tega sekali!”

Tidak ada perpisahan kala itu, tidak ada pelepasan, Jaebeom selesai pemeriksaan dan diputuskan di pelayanan publik.

“Aku lebih bebas, ini tidak perlu dirayakan.”

Jinyoung tak habis pikir dengan kerendahan diri itu, semua hal baginya layak untuk dirayakan. Jaebeom saja ketinggian gengsi, memilih jalan bak misteri, nyatanya dia sudah menyusun prediksi-prediksi.

Benar, Jaebeom lebih bebas dan leluasa. Tidak sedikit pun membuat Jinyoung iri. Jaebeom akan mendapat waktu lebih banyak untuk beristirahat, dan ia tahu bagaimana keadaannya nanti jika penggemar mereka tahu.

Dan Jinyoung juga cukup paham, dengan semua kesibukan masing-masing anggotanya. Saat tiba gilirannya, hanya ada Yugyeom dan Jaebeom. Ia cukup menjadi penggerutu hari itu, ketika teman-temannya hanya melepasnya melalui panggilan telepon, sementara Yugyeom berakting sangat dramatis (pikirnya) dan Jaebeom yang berlagak dia hanya sedang liburan selagi Jinyoung memasuki medan pertempuran.

 

***

Minggu dan bulan berlalu panjang dan lama, seakan tak nampak ujungnya. Buku harian yang menjadi salah satu yang Jaebeom sertakan dalam album terakhirnya tak kunjung mencapai lembar penghabisan. Ini akan menjadi tahun yang lamban, pikirnya. Kerjaan monoton tak cocok untuknya yang berjiwa bebas, dasar pegiat seni!

Kekosongan itu nyata, tiap kali ia mencoba menyapa para penggemar entah yang kebetulan berkunjung ke kafe orang tuanya atau melalui saluran siaran langsung sosial medianya, tak terhitung jumlah yang bertanya … Jaebeom mencoba mengabaikan, sayang ia tak mampu.

Terkadang itu menjadi habit. Dan ia menemukan sesuatu untuk mencurahkan perasaannya.

“Aku tidak suka hari senin, huh hari ini aku hanya membolongi kertas, dan menghancurkannya.”

Ia mungkin terlalu baik untuk menjaga reputasi, bahwa ia juga terkadang membuat kopi. Menjadi pegawai negeri yang terasa seperti anak magang selama hampir dua tahun bukanlah sesuatu yang diimpikan (hanya karena itu kewajiban negera, ia harus rela melakukannya).

‘Apa kau menelepon Jinyoung? Apa kau berbicara dengan Jinyoung?’

Selalu saja itu, mereka tak bisa menghentikan tanya itu. Jaebeom seakan menjadi pembawa berita Jinyoung. Bukannya kesal, ia paham, kebebasannya ini juga berarti bagi Jinyoung, bagi penggemar mereka.

Bayangkan jika mereka berdua tentara aktif, akan sangat sulit memperoleh kabar tiap bulannya, hanya hoki-hokian saja ada event atau hal yang bisa diliput media.

Saat ini, Jaebeom yang bertugas menjadi media penyalur berita Jinyoung. Walau ia tahu itu tak mengabari banyak hal, sebab ia tidak akan membeberkan isi obrolannya dengan Jinyoung.

Ia tidak akan sanggup, ia hanya cukup mengatakan, “Ya hari ini kami berbicara di telepon”, atau, “Jinyoung belum menjawab teleponku.”

Biasanya itu terjadi kalau telepon sebelumnya mereka ribut, atau Jinyoung sedang berbicara bergilir dengan teman-temannya yang lain. Jaebeom cukup tahu diri untuk tidak mengusiknya, mereka akan bicara, mereka selalu bicara.

Kebiasaan itu sungguh membantu Jaebeom, ia terkadang senang melihat simpati penggemarnya pada dirinya. Entah apa komentar Jinyoung, toh Jaebeom berpikir ia jarang membuka sosial media.

Musim bergulir, Jaebeom hidup seperti hidup, jauh dari sorot media. Namun, titel selebriti sudah menempel kuat. Rumor-rumor silih berganti, sudah menjadi makanan Jaebeom sepanjang karirnya. Ia hanya berharap penggemarnya makin bijak dan dewasa laiknya dirinya, di suatu waktu di masa peralihannya, Jaebeom pernah mengatakan penggemarnya membuatnya berpikir, dan bangkit menjadi lebih baik, jadi ia mengharapkan timbal balik itu selalu ada. Bagi mereka yang setia menunggunya. Kata putis entah pepatah siapa mengatakan, yang setia akan bertahan selamanya, yang baik akan menunjukkan kebenarannya, sesungguhnya itulah yang ia harapkan dari mereka.

Tahun berjalan sangat lamban seperti duganya, dan ia makin bertekad tak akan menyia-nyiakan penantian bagi mereka yang setia.

Jaebeom sehat, luar biasa sehat, ia melakukan hobby baru, berat badannya naik tapi itu bukan masalah. Ia pergi berkemah, hiking, Ia pergi ke laut bukan sekadar memancing lagi melainkan latihan menyelam dan sukses mendapat sertifikat diving, sebagai penyelam penyelamat bahkan master dalam bidang itu, ia boleh menjadi instruktur. Hal ini sedikit mengingatkannya di awal-awal GOT7 berdiri secara independen, di mana ia belajar banyak hal baru demi mempertahankan nama groupnya, demi semua tetes keringat para anggotanya.

Jika mengingat itu lagi, Jaebeom merasa waktu jadi cepat, sebab ia sudah di masa depan dengan segala hal miliknya dalam genggaman.

Jaebeom mulai mengerjakan albumnya, hadiah yang akan ia persembahkan sebagai upah telah menunggunya—mungkin lebih tepatnya ucapan terima kasih. Mencurahkan semua rasanya dalam album barunya berharap mereka tahu, bahwa kini mereka telah jauh, bahwa kini Jaebeom menjadi dirinya sendiri.

Sampai pada pertanyaan, kapan GOT7 kembali.

Kapan Jinyoung kembali, karena Jaebeom adalah salah satu yang mengantre menunggu sang pemimpin asli.

***

“Bagaimana prosesnya?”

Berat, Jabeeom ingin bilang begitu. Di suatu malam di mana ia selesai bercerita pada Jinyoung bahwa gonta-ganti tempat tak semudah itu. Bayangkan saja tiga agensi dalam tiga tahun, Jaebeom tak ingin dicap sedang icip-icip saja.

“Semuanya lancar, mereka akan membantuku sesegera mungkin.”

“Tentu saja mereka harus mengurusmu, kau terlalu sering mengurus diri sendiri, Hyung.”

Jinyoung tak menuntutnya, melainkan menuntunnya, memvalidasi apakah langkah ini benar dan ia mendapatkan pernyataan menenangkan.

Tak perlu tergesa mengumpulkan mereka—para anggotanya—karena waktu yang tepat akan selalu tiba.

Jaebeom bersyukur untuk semua pengertian dari teman-temannya.

Namun, terkadang Jinyoung pula membuatnya bingung.

Jaebeom meyakinkan dirinya, lingkungan bisa memengaruhi seseorang. Intensitas bicara itu tak berkurang, hanya saja terasa mengganjal.

 

***

Hari kepulangannya menjadi sesuatu yang hampir sama dengan hari kepergiannya menjalankan tugas, tetapi kali ini tak ada yang bisa ditutupi, semua menyambutnya kembali dan Jaebeom bersyukur untuk itu. Mereka yang setia ada di sana, berdiri menanti dan menagih janji.

Jadwal menyergap, hadiah untuk sang penggemar harus dirampungkan. Jadwal itu tak bisa dilengserkan, tak bisa ditunda, tak bisa dijadwal ulang.

“Selesaikan,” kata Jinyoung datar saja, “Biar secepatnya kita juga fokus ke hal lain.”

Jaebeom iyakan, tetapi masalah selalu mengadang.

Semua orang tahu, karena ia mencurahkan hatinya, Jinyoung belum menjawab panggilannya, Jinyoung belum meneleponnya ulang.

Pesan panjang berbaris-baris ia kirimkan.

“Sudahlah, Hyung, tak apa, selesaikan kerjaanmu.”

Jaebeom ingin meminta maaf … maka ia meminta maaf, bukan hanya oada Jinyoung, ia juga menunjukkan penyesalannya tak bisa menjemput setengah jiwanya itu.

 

Jinyoung tidak marah, mereka sudah membicarakan ini bersama yang lain. Semua orang bisa menunggu, selagi Jaebeom menyelesaikan kerjaannya, yang lain juga memiliki aktivitas untuk diselesaikan. Mereka group yang padat dengan kegiatan masing-masing.

Jaebeom menelponnya lagi, saat itu dia sudah di Jepang, sedangkan Jinyoung dua hari lagi pulang.

Jaebeom meminta maaf lagi, dalam teks, dalam panggilan suara.

“Berhentilah meminta maaf, aku tidak apa-apa, Yugyeom berjanji akan menjemputku.”

Jinyoung pahit, sedikit kecut merasakan kata-kata itu keluar. Dia sendirian di saat ingin mereka semua berkumpul, konsekuensinya terlalu menyakitkan jika dibandingkan, pikirannya mengingatkan, mereka akan berkumpul di saat yang tepat.

“Aku sungguh minta maaf, Jinyoungie.”

“Aku tidak apa-apa, Jaebeom,” Jinyoung menggigit ujung lidahnya.

“Tidak, aku tidak bisa… Katakan sesuatu…”

“Katakan apa? Sudah kubilang tidak apa-apa,” Jinyoung menegaskan, “Baiklah, kalau kau tak menjemputku aku harus punya kata-kata bagus untuk kusampaikan, iya kan?”

“Ya? Ya, katakan saja apa itu, biar aku tenang.”

“Kau tidak akan tenang setelahnya.”

Dan, setelahnya, memang sudah tak tenang lagi.
Jinyounh mengumumkan itu di group chat mereka, ia tahu Jaebeom tak akan membacanya karena masih disibukkan dengan syutingnya.

Katakan saja, Jinyoung membalas dendam atas kealpaan Jaebeom. Tidak ada Jaebeom di sini, tidak ada yang ditakutinya. Jaebeom di seberang pulau sana, jauh jaraknya.

Hari kebebasannya tiba, Jinyoung masih ingat semua memberi ucapan pada dirinya lewat pesan. Ajakan makan-makan dari rekan seperjuangan MC Inkigayo, hingga teman senior dan juniornya di barak.

Ia keluar, melihat keluarganya dan para penggemar yang rela kedinginginan dari subuh menungguinya. Apa yang harus dia berikan selain kata terima kasih telah menunggu karena bagi Jinyoung itu tidak cukup, dan keputusannya tepat, membalas Jaebeom.

“... Kuharap kalian menunggu sedikit lagi, aku akan segera kembali, ada project drama dalam waktu dekat dan kami juga sedang mengerjakan album GOT7…”

Oh, Jinyounh sangat bangga menumpahkannya, seluruh beku di wajah para penunggunya mendadak meleleh tak tersisa. Semuanya gembira, setidaknya itu menghibur Jinyoung.

Ia bahkan menyampaikan bahwa member sedang sibuk-sibuknya hingga tak bisa datang, sedikit dramatis, ala dirinya sendiri. Jujur saja sediit khawatir dengan keberadaan Yugyeom yang sudah berjanji, hampir menutup pidatonya, dua sosok menyeruduknya.

Perasaan itu tumpah, meluap, tak terbendung lagi, “Ah, sialan anak-anak ini,” umpatan itu di dalam hati, Jinyoung ingin menangis, ia sudah menangis mengecup pipi dan memeluk dua makane menyebalkannya—Yugyeom dan Bambam yang mana tak memberitahu kedatangannya.

Ia terharu luar biasa, Bambam tak menggantikan posisi Jaebeom, ia datang sebagai Bambam, sebagai adik kesayangannya.

Dan, Jinyoung sadar, sudah menyelamatkan Bambam dari Jaebeom.

***

Jaebeom melihat seluruh berita itu; tentang Jinyoung yang mengatakan rencananya di saat dirinya masih dalam proses menyelesaikan urusannya.

“Semuanya bisa berjalan sejalan, selesaikan lalu kau bisa segera bergabung,” Jinyoung tak bicara banyak, Jaebeom kembali lagi ke fase di mana jarak terasa antara ada dan tiada.

Ia memasuki masa promosi albumnya, anggotanya mulai merampungkan jadwal masing-masing. Meski badai sering datang tak terduga, ia bersyukur mereka bisa saling menguatkan.

Jaebeom paham, setelah mereka selesai Jinyoung ingin mengejar ketertinggalan, mengejar batas waktu Youngjae dan Yugyeom yang juga terus mengancam di hadapan, mengejar hadiah untuk diberikan pada para penggemar mereka.

Jaebeom tahu itu, hanya saja rupanya ia memang banyak tertinggal pula dari Jinyoung.

Jinyoung juga bekerja ekstra untuk dirinya sendiri, karir aktor yang dicintainya dan bermusik yang tak bisa dikesampingkannya. Ia makin bersinar di mata Jaebeom, makin cerah dengan semangat masa mudanya.

Jaebeom teringat lagi, lingkungan bisa membawa perubahan. Lingkungan Jinyoung selama tugas militer sangat bagus, sangat membangunkan kesejatian diri Jinyoung, yang cerah, ceria dan penuh semangat.

Keaktifan Jinyoung bagaikan nostalgia yang membawa Jaebeom mengingat satu dekade lalu, Jinyoung remaja yang ingin mengeksplore segalanya.

***

Semua orang sibuk, dengan gambaran akan kedatangan kembali boybandnya.

Dan Jaebeom sibuk dengan comebacknya.

Kehati-hatiannya agar tidak melambungkan harapan para penggemar cukup menjadi lelucon internal di antara mereka.

“Tidak perlu menyembunyikannya, Hyung. Jika ada yang bertanya jawab saja,” saran Jinyoung.

“Tentang hal itu, kau tahu sendiri, Jinyoungie…”

“Aku tidak akan membocorkan jadwalku, mau bersama-sama membuat kejutan?”

Pagi itu Jaebeom tidak tahu maksud Jinyoung, ia juga tidak tahu apa jadwalnya. Ia tampak santai ke sana dan ke sini menyelesaikan apa saja, Jaebeom bisa melihatnya, melihat betapa Jinyoung juga bekerja keras untuk dirinya dan semua di sekitarnya. Ia belajar banyak entah dari siapa saja, yang jaebeom tahu Jinyoung memang terampil dalam segala hal.

***

Entah siapa lebih dulu; orbit semesta mereka memang berada dalam satu garis.

Belum saja mereka bertemu dan menciptakan ledakan lebih besar, mereka tahu, tak akan ada blank spot setelah ini. Sebab semua orang menunggu, sebab merea akan bersatu.

***

“Kabarkan aku lebih banyak tentang dirimu…”

“Kau bukan manajerku, Hyung.”

“Aku…”

“Oh ayolah, setelah ini kita makan bersama.”

“Aku sedang diet.”

“Omong kosong, jangan terlalu kurus, aku tidak mau tubuhku lebih besar.”

“Kau juga bukannya sedang diet?”

“Cheat day, c’mon! Take it or leave it?”

“It’s midnight, Jinyoungie…”

“Aku ingin memberitahu lagu kesukaanku dari albummu.”

“Okay, beritahu aku dulu lagu apa? Cloud nine? Baby? Take it easy? Crash? Preview?”

“Bagaimana dengan 2 lagu yang di CD? Kau tidak berpikir aku harus mendengarnya?”

Jaebeom menggantung jarinya di atas tombol ponselnya, seringaian kecil muncul di wajahnya. Malam ini akan panjang, semoga saja, sebelum yang lain mulai merecokinya, dia butuh kesendirian bersama Jinyoung.

“Ya, kau harus. Mau mendengarnya di tempatku?”

“I’m coming, Hyungie. I’m on my way to you.”

“I’m waiting, make you home safe, Jinyoungie.”

***