Chapter Text
Baam menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kepalanya pusing saat memikirkan identitasnya yang terkuak. Parahnya lagi itu oleh Khun. Teman jenius nan licik yang pasti tidak akan pernah meninggalkannya sebelum dia mengetahui semua rahasia yang ia simpan.
Ia telah keluar dari lantai rahasia sekitar 3 hari yang lalu. Selain memastikan agar pemuda biru itu tidak memasuki koma. Baam juga perlu menjauhkan diri dari Khun. Untuk saat ini dia tidak ingin bertemu dengannya. Katakan dia pengecut, namun Baam tidak ingin kembali. Sudah cukup dia mengalami pengulangan waktu selama ratusan kali.
Jika dia gagal lagi, mungkin ia akan gila.
"Selanjutnya apa lagi...," Gumamnya seraya memikirkan alur masa depan. Di masa lalu, mereka terus menaiki kereta sampai lantai tertentu sambil latihan untuk persiapan perang nanti.
Baam sudah cukup kuat kali ini, namun meski begitu semua teman-temannya masih lemah. Mereka perlu berlatih untuk menjadi kuat demi perang nanti. Ia sedikit frustasi karena tak bisa mengatakan perihal latihan pada mereka.
Saat Baam berfokus untuk memikirkan rencana. Sebuah ketukan di pintu terdengar. Seharusnya tidak ada orang yang mengetahui kamar unik ini selain HwaRyun. Tanpa pikir panjang, Baam beranjak untuk membuka pintu. Ia mengira jika pemandu itu akan mengatakan misi selanjutnya padanya.
Baam sama sekali tidak percaya ketika melihat sosok Khun yang berdiri di depannya sambil menyeringai kecil. "Hei, Baam. Lama tak bertemu."
"..." Saat Baam hendak menutup pintu dengan kasar, Khun dengan cerdik menyelinap masuk sambil mendorongnya menjauh dan mengunci pintunya dari dalam.
Sang bluenette tersenyum cerah, ia berdiri di depan pintu sambil menatap Baam.
Baam tahu tatapan biru itu, ia sudah terlalu lama mengenal Khun sehingga dia bisa hampir membaca semua ekspresinya. Apakah dia menggunakan teleport saja? Ia benar-benar tidak ingin berurusan dengan sahabat baiknya itu.
"Tunggu." Seolah Khun tahu jika Baam akan pergi, dia langsung mencengkram pergelangan tangan Baam dengan erat. "Aku tahu jika kau tidak ingin menceritakan apapun dan tidak ingin aku datang kemari. Santai saja, aku hanya ingin memastikan kau masih hidup."
Khun berjalan mendekat, manik birunya mengerling memandang setiap perubahan ekspresi yang Baam perlihatkan. Sayangnya, Calon Slayer itu tetap diam dan memasang raut datar. Khun hanya tahu saat dia melihat lebih jauh ke dalam manik emas yang sudah ditelan oleh kegelapan. Dia bisa melihat rasa sakit dan ketidakpedulian.
"..." Sang light bearer hendak mengatakan kalimat penghiburan. Tapi dia tak bisa. Bagaimana pun, kondisi Baam saat ini sudah sangat buruk. Bocah lugu yang tak pernah bisa menyembunyikan emosinya, berubah menjadi pemuda tak berekspresi. Perubahan ini terlalu besar dimana pun dia melihat. Damn FUG! Apa yang mereka lakukan padanya sehingga Baam berubah sebanyak ini?!
Jika dia tahu akan jadi seperti ini, mungkin dia akan memukul gadis merah itu lebih keras ketika dia menanyakan tempat Baam berada tadi.
Sesuatu dalam diri Baam berdenyut ketika melihat iris biru tua itu menggelap dalam kekhawatiran. Sejak dulu, Baam selalu tidak suka jika Khun memasang wajah seperti itu untuk menatapnya. Emosi yang dari awal sudah berantakan, makin menggeliat akan ketidaknyamanan.
Baam menggertakkan giginya kesal dan segera menarik lengan Khun seraya membuka pintu dengan kasar. Tadinya dia berniat mengunci pintu kamar. Tapi mengingat tempat rahasianya sudah terbuka. Baam memutuskan untuk pergi mencari yang lain.
Sial. Kenangan buruknya mulai bermunculan bagai pemutaran film. Ia tidak menyalahkan sang bluenette yang bisa mengubah emosinya dengan cepat hanya karena tingkahnya. Baam selalu menyalahkan diri karena tidak bisa menahan rasa pahit itu.
Jemari ramping mengelus pipinya dengan lembut. Suara jernih nan hangat berbisik disertai dengan rengkuhan hangat yang mengelilingi tubuhnya.
"Baam, aku disini, untukmu."
Nafas hangat menyembur ke telinganya. Rasa sakit mengelupas cangkangnya dan membuka buncahan rasa hangat yang membuatnya candu.
Seketika suhu hangat yang merengkuhnya mendingin. Jemari yang bergerak lembut seakan menjadi kaku sebelum tergantung lemas. Nafas hangat dan suara jernih di telinganya semakin mengecil dan menghilang ditelan udara dingin.
Tidak! Tidak! Jangan pikirkan itu!
"Baam?!" Khun yang menyadari jika ada yang salah dengan rekannya itu, mengulurkan tangannya untuk mencegah sang Calon Slayer dari menyakiti dirinya sendiri. Lihat saja, Baam tengah meremas kepalanya sampai beberapa helaian cokelat itu rontok.
Sayangnya Baam hanya bergumam tak jelas dengan ekspresi kesakitan. Khun yang khawatir segera mencengkram kedua pipi Baam agar sang brunette menatapnya.
"Hei, Baam? Kau dengar aku?!" Khun bertanya panik. Ia melihat bola mata sang brunette yang terlihat tak fokus. "Baam, kau baik-baik saja?"
Pertanyaan bodoh Khun. Tentu saja dia tidak baik.
Hanya Baam yang bisa membuat Khun sepanik ini. Berapa kali pun dia memanggil, rekannya tak merespon dan terus mengerang kesakitan. Ia mencoba mengelus punggung Baam agar pemuda itu rileks. Ugh, Khun merutuk dirinya karena tak bisa melakukan hal yang lebih baik agar Baam kembali sadar.
"Baam? Kau mendengarku?"
"..."
Akhirnya setelah beberapa menit memanggil, manik emas itu sempat kembali fokus. "...Khun...-san...?" gumam Baam kecil.
Bola mata Khun melebar, akhirnya Baam tersadar. Ia cukup terkejut saat menatap sang brunette yang tengah memandangnya kompleks, antara sedih, penyesalan dan err boleh dia katakan rindu?
Khun menyadari jika Baam ini masih belum sadar sepenuhnya. Ia segera tersenyum lalu menjawab. "Ya, itu aku. Bagaimana perasaanmu?"
Baam tak menjawab, ia melepas cengkraman Khun lalu menarik pemuda itu ke dalam pelukannya. "Uhm, aku baik. Aku senang kau masih hidup."
Sang bluenette mengerutkan keningnya heran. Apa maksud dari perkataan senang bahwa dirinya masih hidup? Mencoba memproses apa yang dikatakan Baam, Khun tiba-tiba terhenyak saat nafas Baam menggelitik lehernya. Selain itu dia merasakan sentuhan lembut di sana--Khun tidak mau mengambil kesimpulan jika Baam sedang mencium lehernya--disertai dengan gumaman puas dari Baam.
"Uh, Baam?" Khun bergerak tak nyaman. Pasalnya dia dipeluk sangat erat hingga sulit bernafas. Ia berusaha menjauhkan diri, tapi Baam sama sekali tidak terpengaruh dengan dorongannya.
Pasrah akan keadaan, Khun pun menghela nafas. Sepertinya dia harus menunggu sampai Baam sadar sepenuhnya.
🍀🍀🍀
Sakit kepala yang Baam rasakan perlahan mereda. Mimpi buruk yang dialaminya sudah tertahan dengan tekad--dan aroma serta rasa nyaman akrab yang hanya ada pada diri Khun.
Saat ini dia mengalami kesulitan. Pasalnya dia tidak ingat apa yang terjadi. Sejak kapan dia memeluk Khun dan tertidur di lorong kereta?!
Memandang posisi dirinya yang seperti anak kecil yang meminta perlindungan orang tua di pelukan Khun. Baam sesaat termenung. Ia memperhatikan wajah tidur temannya yang sudah lama tak dilihatnya.
Padahal dulu, Baam setiap hari melihatnya--mengingat mereka selalu satu kamar dan tidur bersama.
Baam hendak pergi menjauh, ia terpana ketika melihat telapak tangan Khun yang masih menggenggam tangannya. Sebenarnya ia tak ingin pergi. Namun, dia tak ingin membuat takdir keji.
Mengenggam tangan Khun dengan lembut, Baam menutup matanya sejenak. Ia menghela napas panjang sambil menstabilkan emosi.
Rasakanlah, semua orang masih hidup. Kulit Khun masih hangat dan tidak dingin seperti di kehidupan lain.
Sang brunette menyatukan kedua kening mereka. Napas hangat Khun menerpa wajahnya hingga ia tanpa sadar mengukir senyum kecil.
Menatap Khun yang masih tertidur lelap, Baam menjauhkan diri dengan enggan. Betapa inginnya dia tetap tinggal dan berada di sisi sang bluenette, merasakan hangatnya hati dan seseorang yang akan menunggunya sampai kapanpun.
Telunjuknya mengelus pipi Khun dengan hati-hati, seolah takut jika sang light bearer itu tiba-tiba terbangun.
Baam mendekatkan wajahnya lagi, jemarinya membelai pipi Khun hingga bibirnya menyentuh dahi sang bluenette dalam kecupan singkat.
Tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan--karena kebiasaannya di kehidupan-kehidupan sebelumnya--Baam buru-buru bangkit dan kembali mencium dahi Khun untuk kedua kalinya, sebelum dia berjalan menjauh dan menghilang di balik lorong gelap.
TBC