Work Text:
Menurut ramalan zodiak bulan ini, Mingyu akan beruntung. Rejeki berlimpah ruah layaknya aliran Sungai Nil. Dan akan dipertemukan dengan jodoh sehidup semati. Mingyu mencebik. Banyak asumsi dan narasi terkait jodoh. Mulai dari jodoh merupakan bagian dari tulang rusuk hingga adanya untaian benang merah di setiap jari merah manusia yang terhubung satu sama lain. Mingyu agak skeptis soal itu. Dirinya tidak percaya soal jodoh. Manusia itu dinamis, mereka yang bisa hidup bersama hingga puluhan tahun itu karena beradaptasi dan memahami satu sama lain. Intinya, Mingyu percaya jodoh itu dibentuk oleh perilaku sendiri bukan senantiasa hadir atas takdir Tuhan. Mingyu percaya takdir, tapi tidak dengan penentuan jodoh. Kepalanya pernah ditoyor ketika menertawakan Seungcheol, kakak sepupunya yang sedang asik bermesraan dengan sang kekasih di ruang tamu. Katanya, Jisoo jodoh yang dikirimkan Tuhan untuknya. Mingyu tertawa terbahak, alhasil toyoran dan pukulan di lengan yang didapat. Membuat mereka perang dingin selama tiga jam.
Liburan kuliah kali ini dirinya diwajibkan pulang oleh orangtuanya. Ditugaskan untuk menjaga rumah selama orangtuanya berbulan madu. Memang menyebalkan. Ketika ia sampai di rumah, ibu dan ayah menyambutnya dengan senyum cerah dan koper yang sudah rapih. Selesai makan siang, keduanya meninggalkan Mingyu sendiri.
“Siapa tau nanti kau punya adik kecil,” gurau Seungcheol saat dirinya mengadu di telepon.
Mingyu makin tantrum. Terlebih omongan Seungcheol berikutnya, “kebetulan sekali. Selama kau di rumah, boleh aku menitipkan Kkuma? Aku dan Jisoo berencana pergi ke Labuan Bajo selama seminggu. Hanya satu minggu, bagaimana?”
“Tidak!” Mingyu menjawab sambil mengerutkan dahi. “Kkuma itu galak padaku! Kau tidak ingat bekas gigitannya di betisku masih ada?” Dengusnya, sementara Seungcheol terkekeh. Semua terjadi karena Mingyu yang tidak sengaja menabrak Kkuma dan menginjak kaki si anjing putih hiperaktif itu yang mengakibatkan gigitan di betis kirinya. Sejak itu, Kkuma tidak bersahabat dan selalu menggonggong padanya.
“Titip pada Soonyoung!” Mingyu mengeluh.
“Soonyoung sudah tinggal dengan Wonwoo jika kau lupa. Kos mereka tidak menerima hewan peliharaan. Lagipula Mereka berdua akan ikut denganku dan Jisoo pergi.”
“Dan kalian tidak mengajakku?! Hebat!”
“Jangan marah, Monggu. Ini agenda pasangan, siapa suruh kau tidak punya pasangan.” Suara Soonyoung membuatnya kian naik darah, terdengar samar Wonwoo yang menegur si bocah sipit itu.
“Diam kau, Jelek! Aku tidak mau berbicara denganmu seminggu!”
“Monggu! Ini kesempatan baik, Kkuma itu seperti Cupid! Aku dan Wonu bertemu berkat Kkuma. Siapa tau ini giliranmu. Betul, ‘kan, Sayang?” Soonyoung kali ini berbunyi lagi. Mingyu berdecih.
“Oh aku setuju! Aku dan Jisoo juga bertemu karena Kkuma! Si kecil lucu itu sempat diare, kemudian aku bertemu Jisoo di Vet,” ujar Seungcheol menggebu-gebu.
“Tidak.”
“Ayolah, Mingyu”
“Sudah, Cheol. Tidak perlu dipaksa,” kali ini suara Jisoo terdengar, “maaf merepotkan ya, Mingyu. Sebenarnya kami akan menitipkan Kkuma pada pet hotel, tapi dengan berita akhir-akhir ini banyak tempat yang tidak bertanggungjawab. Aku takut Kkuma akan disiksa. Jika kau keberatan, tidak apa. Aku dan Seungcheol akan mencari pet hotel yang aman.”
Mingyu terdiam. Jisoo merupakan peri baik hati yang terjerumus tipu rayu Seungcheol. Jisoo selalu tersenyum dan tidak pernah marah, sangat berbanding terbalik dengan kakak sepupunya. Terlebih, Mingyu sangat suka kue buatannya. Dia masih tidak habis pikir, mengapa kedua beradik yang seperti setan itu mendapat pasangan yang lembut dan tiada bandingannya.
“Baiklah, kalian boleh menitipkan Kkuma padaku. Hanya satu minggu! Tidak boleh lebih.” Mingyu masih mencebikkan bibir ketika mengultimatum dirinya menjadi penjaga Kkuma. Lalu terdengar teriakan hore dari Soonyoung dan Seungcheol. Ucapan terima kasih dari Jisoo dan imbauan hati-hati dari Wonwoo. Sejam kemudian, Kkuma sudah berada di rumahnya lengkap dengan tas perlengkapannya. Mingyu lagi-lagi berteriak dalam hati. Dari sisi mana dirinya beruntung? Ramalan zodiak sialan!
Hari pertama bersama Kkuma, si anjing putih nan mungil itu sepanjang hari hanya bergelung di karpet bulu sejak kedatangannya. Mingyu menjulurkan tangan untuk mengelus perut Kkuma yang dihadiahi jilatan di kedua pipi. Mungkin Kkuma sudah lupa dengan tragedi kakinya yang terinjak. Mingyu sedang asik terbaring di sofa dengan televisi yang menampilkan acara ragam bintang idola ketika ponselnya menunjukkan notifikasi pesan.
From: Seungcheol Hyung
Jangan lupa bawa Kkuma jalan-jalan ya, Mingyu!!
Mingyu berdecih, agenda bermalas-malasnya harus terganggu. Diliriknya Kkuma yang juga asik menonton tayangan TV. Mungkin kegiatan berjalannya bisa diundur sebentar, pikirnya. Lalu dengan dinginnya suhu ruang, nyamannya sofa, dan sayup-sayup obrolan televisi, Mingyu tertidur. Menyerahkan tubuh lelahnya akibat perjalanan darat kurang kebih tiga jam dari daerah kampusnya. Tubuhnya kembali terbangun ketika dirasa ada tindihan berat di dadanya dan rasa basah pada wajah. Tentu saja, Si Anjing Putih menggemaskan itu yang membangunkannya karena lapar. Hari pertama Kkuma bersamanya dihabiskan dengan bergelung di sofa dan makan malam yang terlambat. Cukup tenang tanpa keributan. Semoga terus bertahan hingga tujuh hari ke depan, harapnya. Mengucapkan selamat malam, Kkuma tertidur pada pelukan Mingyu di kasurnya.
Tapi, harapan Mingyu hanya bisa terucap di malam pertama. Keesokan sore, Kkuma menghilang. Kejadiannya sangat cepat, Mingyu rasanya baru saja berkedip dan dalam sekejap Kkuma lenyap. Awalnya mereka berjalan-jalan sore di sekeliling rumah. Mingyu juga sudah lama tidak berada di lingkungan komplek agak takut jika berjalan jauh. Namun, rasa-rasa nostalgia timbul ketika melihat tiga orang anak kecil bersepeda melewati dia dan Kkuma membuatnya bersemangat mengitari komplek perumahan.
Mingyu membawa Kkuma ke taman rahasia tempat dia, Seungcheol, dan Soonyoung biasa bermain waktu kecil. Sudah bukan rahasia lagi sepertinya, karena banyak anak-anak yang bermain di sana. Ketika Mingyu sampai, ada beberapa anak yang berkerubung penasaran dengan Kkuma dan mencoba mengajaknya bermain. Mingyu tertawa girang, mungkin dia bisa duduk sambil melihat Kkuma bermain bersama anak-anak di sana. Mingyu baru saja melepas kaitan tali ikatannya, Kkuma melesat. Hilang dari pandangan yang membuatnya linglung.
Jadi, seperti inilah sore Mingyu, berkeliling sambil berteriak mencari si anjing kecil. Kakinya seperti ingin patah. Petang sebentar lagi tiba, dan gelap akan membuat semuanya semakin rumit. Mingyu terduduk di pinggir jalan, membayangkan betapa marah dan kecewanya Seungcheol dan Jisoo. Kkuma sudah seperti anak bagi mereka berdua. Mingyu hampir berlinang air mata ketika mendengar suara gonggongan Kkuma mendekat ke arahnya. Ada Kkuma di gendongan seseorang, perlahan menghampiri dirinya yang terlampau lemas melihat Kkuma berhasil pulang.
“Apakah si kecil ini milikmu?” Suaranya selembut alunan harpa. Mingyu menggangguk tanpa ragu, mengambil alih Kkuma ke dalam gendongannya.
“Terima kasih banyak,” serunya. Persetan dengan suaranya yang bergetar, Mingyu sangat lega bisa melihat putri kecil Seungcheol. Dipeluknya dengan anjing kecil yang terus menggonggong itu.
“Lain kali, kau harus menjaganya dengan baik. Dia hampir terjatuh ke selokan tadi,” tambahnya. Mingyu yang hanya sekelibat melihat sang penolong kini menatapnya lagi. Cantik, batinnya. Dia tidak pernah tahu ada orang secantik ini. Rambutnya terlihat sangat lembut, pikiran impulsifnya mendorong jemarinya untuk mengelus surai pria di hadapannya tapi tentu saja Mingyu berhasil mempertahankan dirinya.
“Kau cantik,” pujinya.
Pria di hadapannya terkesiap, Mingyu pun tersentak. Mulut sialan.
“M-maaf. Aku-eh mulutku suka berkata sembarangan,” ralatnya.
“Jadi aku tidak cantik?”
“Tidak, bukan, kau cantik! Tapi aduh... Maaf.” Mingyu salah tingkah, sementara pria cantik itu tertawa. Menawan.
“Aku Jeonghan,” pria itu mengulurkan tangannya.
Mingyu menyambut uluran itu membuat Kkuma terjatuh dari gendongannya, “Aku-Eh Kkuma,” pekiknya.
Jeonghan tertawa lagi. Kkuma kembali digendong Mingyu dengan satu tangannya.
“Jadi, kau Kkuma?” Mingyu menggeleng keras.
“Aku Mingyu. Ini Kkuma,” ujarnya sambil menunjuk dirinya dan Kkuma.
“Terima kasih sekali lagi, jika aku tidak bertemu kau dan kehilangan Kkuma, kurasa aku akan dibunuh kakakku,” serunya dramatis,
“Tidak masalah, kau hanya harus berhati-hati. Si kecil ini terlalu aktif.” Jeonghan mengelus kepala Kkuma. Mingyu menahan napas, jantungnya berdetak sangat kencang.
“Kalau begitu, aku pulang dulu ya.” Jeonghan baru akan berbalik ketika Mingyu menahan tangannya.
“T-tunggu. Bagaimana jika kuantar?” Jeonghan mengerjap, Mingyu meringis. Mengangguk ringan Jeonghan berjalan seiringan dengan Mingyu yang menurunkan Kkuma, membuat mereka berjalan bersama seperti keluarga kecil yang bahagia. Mingyu tersipu malu akan pikirannya.
Malam itu Mingyu tidak bisa tidur. Setiap matanya terpejam, selalu muncul bayang Jeonghan di ingatannya. Mingyu mengurai kembali saat embusan angin memainkan rambut Jeonghan, mengenang lagi binar senja yang menyentuh mata Jeonghan, membuatnya bersinar. Dan lagi-lagi, Mingyu tersipu setiap senyum dan kekehan Jeonghan terngiang di telinganya. Mingyu rasa dia gila. Tentu ini bukan pertama kali jantungnya berdegup lebih cepat dari ritme, Mingyu tahu dia jatuh cinta. Menghela napasnya kasar, Mingyu beranjak ke dapur. Mungkin segelas susu akan membuatnya terlelap. Kkuma mengikutinya, mungkin berharap cemilan malam.
Mingyu melihatnya gemas, “terima kasih Kkuma. Apa ini yang dibilang Soonyoung? Cupid. Kkuma-pid, huh?” Mingyu memeluk Kkuma. Anjing itu menyahuti Mingyu dan menyandarkan kepala di bahunya. Mingyu meminum susunya dan bergegas ke kamar, dia harus segera tidur. Besok Mingyu akan bertemu Jeonghan lagi. Akan melihat indahnya senyum pria itu. Mingyu senang tawarannya untuk makan siang bersama tidak ditolak Jeonghan. Apakah perasaannya berpotensi terbalas?
“Bagaimana pun takdir Tuhan, akan kuusahakan kau jodohku, Jeonghan,” gumamnya sebelum terlelap.
Epilogue.
Jeonghan masih dalam perasaan yang bahagia. Meski jam hampir menunjuk tengah malam, kantuknya belum datang. Senyum seakan tidak akan pernah luntur berkat kencannya hari ini. Jeonghan tidak pernah membayangkan akan bertemu dengan pria semenggemaskan Mingyu. Tubuh besarnya seperti hanya kamuflase menutupi sifatnya yang lembut dan lucu. Jeonghan masih terkekeh jika mengingat betapa gugupnya Mingyu sehingga menjatuhkan alat makan mereka. Jeonghan masih tersipu jika terngiang betapa lembutnya Mingyu menyebut namanya. Jeonghan menatap lagi jemarinya, tadi Mingyu menggenggam tangannya tanpa lepas. Perutnya menggelitik, tiap Mingyu terlintas di pikirannya. Jeonghan menghela napasnya, apakah dia akhirnya jatuh cihta lagi? Atau ini hanya perasaan sementara karena afeksi beruntun dari Mingyu. Jeonghan menatap dinding, menenangkan pikirannya sejenak sebelum mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Nada dering terdengar menunggu orang di ujung sambungan. Jeonghan berpikir untuk menelepon lagi di pagi hari ketika orang di seberang menjawab.
“Halo, Wonwoo. Maaf mengganggumu malam-malam.”
Yang bernama Wonwoo terkekeh, “tidak masalah, Hyung. Aku baru selesai makan malam dengan Soonyoung. Ada apa?”
Jeonghan menggigit bibirnya, tidak tahu harus tetap mengatakannya atau tidak. “Itu…Wonwoo, mengenai kencan buta dengan Sepupu Soonyoung, sepertinya sudah tidak perlu.”
Jeonghan memainkan kukunya, cemas akan respon Wonwoo. “Oh? Kenapa?”
“Aku bertemu seseorang hari ini, dan dia cukup baik,” Jeonghan menjelaskan dengan senyum di bibirnya, bayangan Mingyu tersenyum mengusak rambutnya terulang.
“Dan kau suka?” Goda Wonwoo.
Jeonghan terkekeh, “mungkin.”
Lalu terdengar suara Soonyoung teriak, “selamat untukmu, Hyung! Sebenernya aku juga merasa kau terlalu baik untuk Monggu! Semoga priamu ini menjadi jodohmu, Hyung!” Soonyoung mendengus, “Monggu bahkan tidak percaya konsep Jodoh.”
Kali ini Jeonghan tertawa, “semoga Monggu juga segera bertemu dengan jodohnya.”