Actions

Work Header

Rahasia Kuli Bangunan

Summary:

Rahasia (main cantik) si kuli bangunan kesayangan.

Notes:

(See the end of the work for notes.)

Work Text:

Apa yang akan dikatakan oleh Pak Choi, orang terpandang di kampung, jika tahu bahwa anak lelaki semata wayangnya saat ini sedang menangis dan memohon untuk dirusak oleh seorang kuli bangunan kepercayaan keluarga mereka?

 

“Ahng.. In.. Intak, mau… lagi”, alunan desah dan isak tangis beradu dari mulut cantik anak pejabat kampung itu.

 

Dirinya memohon untuk lebih digaruk lebih dalam lagi analnya dengan jari sang kuli bangunan.

 

“Apanya yang mau lagi, mas Theo? Bilang coba.”

 

“Ma.. m..mauu digaruhk lagiih… Ini kuraaanhg dalem, hiks”

 

Tak membalas omongan si cantik, ia langsung menambah satu jari lagi di anal si cantik, dengan satu gerakkan pula ia lesatkan kedua jari panjangnya jauh lebih dalam ke anal si cantik, yang mana cukup untuk membuatnya menangis dan mendesah lebih kencang.

 

“Sshht, kamar saya kecil mas, dan kayanya ga kedap suara. Jangan kenceng-kenceng ya, nanti bapak sama ibu bisa tau loh”

 

Tetapi omongannya itu berbalik dengan gerakkan jarinya yang terus keluar masuk dengan cepat dan kasar dalam agenda menggaruk anal si cantik.

 

“Intaaahkk, ah ah!! Intaak, laagiii”

 

“Mas Theo kalo dibilangin kenapasih susah? Mau banget ya dipergokkin bapak kalo lagi dientot sama kuli bangunan? Mau banget ya bapak sama ibu tau kalo anak laki satu-satu nya tiap malam ngelonte di kamar kuli bangunan rumahnya?”

 

Diberi omongan seperti itu, bukannya merasa takut jika hal itu akan terjadi, Theo malah menangis lebih nyaring, dan hal ini membuat Intak yang malah sedikit panik.

 

Untuk menghindari hal tersebut terjadi, dengan cepat Intak mengeluarkan jarinya dan membalik badan Theo menjadi posisi menungging, dengan wajah yang berhadapan dengan celana Intak.

 

Merasa paham apa tugasnya, Theo menarik karet celana Intak dengan giginya.

 

Malam itu Intak hanya mengenakan pakaian dalam, dan memang sengaja. Karena ia tau, anak keluarga Choi tiap malam akan datang ke kamarnya, dan menjadi penggoda ulung, yang saking ulungnya cukup untuk membuat penisnya berdiri.

 

Satu tarikkan dari Theo telah membuat penis Intak yang bersembunyi dalam celana ikut terbebas, memantul dan mengenai hidung Theo.

 

Reflek dari Theo adalah ia langsung mengulum penis tersebut, dan membuat Intak melenguh dan mengadah sesaat.

 

Enak, selalu enak.

 

Pemandangan yang paling disukai Intak nomor dua adalah dimana Theo ‘memakan’ penisnya. Mulut Theo kecil, dan penis Intak yang besar membuat Theo kesulitan mengulum, dan itu juga membuat pipi nya menjadi kembung, dan itu sangat memantik Intak serta nafsu nya.

 

“Mas Theo ‘makan’ kontol saya dulu ya, biar ga berisik.”, dengan satu gerakkan Intak melesatkan penisnya ke kerongkongan Theo, hal ini membuat si cantik tersedak, dan Intak terkekeh.

 

“Kenapa sih sampai kaget gitu? Kaya baru pertama kali ‘makan’ kontol saya.”

 

Theo menggeram, pipi nya panas, kerongkongannya perih, wajahnya merah, badannya panas. Ia terbakar. Terbakar akan nafsu dari dirinya, atau nafsu yang disalurkan si kuli bangunan melalui penis yang saat ini sedang ia nikmati.

 

Jilat, hisap, kulum. Theo ulangi tiga gerakkan itu, lengkap dengan dirinya yang kerap menarik maju dan mundur mulutnya dari penis Intak. Sedang yang ia hisap penisnya, mulai memasukkan tiga jarinya sekaligus ke dalam anal Theo, dan membuatnya berjengit dan menggeram rendah, sehingga mengakibatkan vibrasi ringan pada rongga mulutnya yang sedang melakukan kegiatan ‘memakan’ itu.

 

“Buat saya keluar, nanti saya buat mas bucat sampai nangis”

 

Sulit bagi Theo dalam memecah konsentrasinya. Antara menikmati penis Intak atau menikmati analnya yang sedang digaruk kasar oleh jari-jari panjang milik Intak. Semuanya nikmat, sangat nikmat baginya. Saking nikmatnya mampu untuk membuat penisnya, yang bahkan belum disentuh sama sekali oleh Intak, dengan cepat mulai meneteskan percum.

 

Intak yang menyadari hal itu menambah laju jarinya dalam anal Theo, dengan cepat ia garuk juga ia sentuh dengan kasar bagian sensitif di dalam sana, sehingga membuat Theo menangis dan menggeram, serta menahan dirinya sebisa mungkin untuk tidak reflek menggiggit penis Intak yang berada pada mulutnya.

 

“Enak banget ya mas, sampai nangis gitu? Wah, boolnya baru penuh sama jari saya padahal. Nanti kalau udah diisi kontol saya, mas nangisnya kaya gimana ya?”

 

Theo memaki Intak dalam hati.

 

Tidak hanya jari, tetapi mulut Intak (dalam berbicara) Theo akui jago untuk membuatnya bucat (walaupun tanpa disentuh).

 

Intak sadar Theo sangat dekat, begitu juga dia. Dengan satu gerakkan Intak mengeluarkan jarinya, dan menarik rambut Theo untuk memajukan kepalanya lebih dekat dengan penisnya. Ia memaju mundurkan pinggulnya, dan menahan kepala Theo untuk tetap terus menghisap penisnya.

 

“Ah!”, Intak bucat.

 

Ia mengeluarkan cairan spermanya dalam mulut Theo, dan ya, ini merupakan menu makanan yang paling Theo sukai. Terbukti bahwa si cantik langsung menelannya.

 

Intak menarik penisnya dari mulut Theo. Ujungnya merah, se-merah rambut dan wajah Theo saat ini. Juga terdapat benang saliva yang masih tertaut dari mulut Theo. Sedangkan si cantik, Theo, wajahnya merah, pipinya merah, mulutnya merah dan terbuka, matanya berair, dan basah. Sangat cantik, selalu cantik. Ingin rasanya Intak makan semuanya, dari atas sampai bawah.

 

Intak selalu penasaran bagaimana sih rasanya makan orang cantik (Theo)? Walaupun setiap malam (tidak setiap malam juga sih..) ia bisa saja ‘memakan’ si cantik itu. Jika ditanya bagaimana rasa si cantik, Intak mampu dengan yakin mengatakan rasanya enak. Selalu manis, dan ia ketagihan.

 

“Aku mau lanjut…” Theo berbisik.

 

“Mau lanjut apa cantik? Ga jadi udahan kah? Wajah kamu capek banget.”

 

Theo mau nangis. Nafsunya sudah diujung, penisnya tegak dan merah, badannya panas dan penuh peluh, dan dengan mudahnya disuruh udahan? Gila aja si brondong ini.

 

“Aku belom keluar… Intak, mauuu..”

 

“Iya mau apa emangnya mas? Emang mas ga capek?”

 

Intak tersenyum tipis, ia sangat senang menggoda Theo jika nafsunya sudah memuncak seperti ini. Jika sudah mencapai batasnya, Theo akan menangis, dan itu yang Intak mau.

 

Theo menggeleng, ia mendorong Intak agar bersandar pada tembok, lalu ia naik ke atas badan Intak. Ia menggesek bagian analnya pada perut Intak. Enak. Hal ini membuat nafsunya semakin memuncak juga. Namun, ia tidak puas. Ia butuh lebih, dan si brondong ini, pura-pura tolol.

 

“Intaakh… Hgg… hiks… Bantu.. Aku mau dibantu… Aku gaenaak”, Theo terus menggesek analnya yang mulai basah di atas perut Intak.

 

Intak tertawa, “Kalo bapak tau anaknya yang cantik, yang dijaga sampai posesif ke orang-orang, akhirnya tau tiap malam anaknya jadi lonte, minta-minta kontol sampai nangis pas dientot, gimana ya? Apa saya kasih tau aja mas?”

 

Theo menggeleng, ia menangis lebih kencang.

 

“Ud… Udaaahhg.. Udah ngomohg gituu… Intaakk.”

 

“Kenapa disuruh udahan? Mau bucat mas?”, Intak mengelus pelan ujung penis Theo.

 

Theo semakin terisak. “Intak.. Mau.. Mau kontol kamuuu… hiks..”

 

Theo semakin kencang menggesekkan analnya ke perut Intak, dan dengan segera Intak mencengkram pinggang Theo, menahannya untuk bergerak lagi. Hal ini membuat Theo semakin panas, ia tidak nyaman. Analnya gatal, penisnya sakit. Ia butuh Intak.

 

“Kenapa sih mau kontol saya? Kalau saya maunya pakai tangan aja gimana?”

 

Theo menggeleng, ia menangis lebih kencang.

 

“Gaahbisaaa… Mau kontol kamuu.. Intaaakhg please.. hiks”

 

“Ngomong yang bener. Lonte yang biasa disewa juga bisa aja ngomong mau kontol”

 

“Mau… Aku mau dientot kamu… Mau dientot kontol kamu, mau dipenuhin boolnya sampai mentok… Mau.. mau dientot sampai bucat… sampai nangis.. sampai kencing… Mau kamuu…”

 

Intak tersenyum, ia menang. Ia mengecup bibir Theo, sebagai hadiah atas keberaniannya yang bisa berbicara dengan liar.

 

“Mas bisa masukkin sendiri kan? Kan udah sering ngentot kita”, Intak mengangkat badan Theo, dan menempatkan di atas penisnya, membiarkan Theo melakukannya sendiri.

 

Ia ingin menggoda Theo malam ini. Menggodanya sampai menangis.

 

“Susaaahhg… Mau dibantuuu”

 

Intak menggeleng. “Enggak ah, lonte kaya mas harus bisa sendiri. Soalnya mas beda sama lonte-lonte lainnya”

 

Theo menggeram, tetapi mau tidak mau ia harus melakukannya.

 

Theo menggesek penis Intak pada analnya, lalu ia mengangkat badannya perlahan dan mulai memasukkan penis Intak ke dalam analnya.

 

“Intaaak… Intaaakhgg.. Gabisaa… Gabisaaa… Besaarhh”, Theo menggeleng sambil menangis.

 

“Bisaa, itu udah masuk, ayo badannya turunin pelan-pelan. Jangan kaya gapernah ngentot mas.”

 

Theo mencengkram pinggang Intak sebagai pegangan, dan dengan sekali hentak, akhirnya ia berhasil memasukkan penis Intak ke dalam analnya.

 

Theo meringis, perih, panas. Ia menangis, karena ia rasa ini sakit (meskipun mereka sudah sering melakukan hal ini).

 

Intak segera mendekap Theo, dan menciumnya. Ciuman yang pelan, tidak terburu, dan tidak ada nafsu.

 

Kecup, hisap, kecup, hisap, dan kecup.

 

Dari bibir, selanjutnya pindah ke kepala, hidung, mata, dan bibir lagi. Intak juga mengusap air mata Theo. Sebenarnya ia terkadang merasa bersalah jika menjadi keras dalam agenda seperti ini pada Theo, tetapi melihat Theo menangis juga dapat membangkitkan nafsunya.

 

“Mas, okkay kan? Masih mau lanjut?”

 

Theo mengangguk. Ia meminta Intak untuk bergerak, tetapi pelan.

 

Intak mencengkram pinggang Theo, naik dan turun, secara perlahan.

 

Mereka menikmati bagaimana agenda malam ini berlangsung. Intak menikmati bagaimana anal Theo sangat ketat dan hangat pada penisnya, juga bagaimana perilaku manja Theo padanya, mulai dari meminta cium, meminta untuk menatap mata nya, sampai memegang pergelangan tangannya.

 

Sedang Theo, ia sangat menikmati bagaimana Intak menaik turunkan tubuhnya, bagaimana penis Intak yang besar bergerak dalam dirinya, menyentuh titik sensitifnya yang mampu membuat matanya berputar, kepalanya mengadah, dan desah yang tak terputus keluar dari mulutnya. Ia juga menikmati bagaimana setiap gerakkan dari Intak juga disertai dengan ciuman serta kecupan pada bibir dan wajahnya.

 

“Intaaak, kencenginnn..”

 

“Apanya yang kenceng, cantik?”

 

“Hgg, kamuuu… Kontolnyaaa.. Kencenginn..”

 

“Udah itu aja?”

 

“Intaaakhg.. Jangan godainn”

 

Lagi dan lagi, Theo terisak, dan menangis.

 

“Kan aku tanya, cantik. Udah kencengin kontol aku gitu aja kah? Biasanya kamu minta macem-macem kalo ngentot.”

 

“Ahggg… Kencenginn… Mentokkin jugaaa!! Mau kontol kamuu mentokk di bool akuu. Mau… Mau sampai bucaat… Sampai nangis… Mauu kamuu”

 

Intak tersenyum, dan dengan sekali gerakkan ia membaringkan badan Theo, dan mengangkat satu kaki Theo di bahu nya. Ia menggerakkan pinggulnya dengan cepat, maju dan mundur. Membuat penisnya menyentuh titik sensitif pada anal Theo.

 

Malam itu, kediaman keluarga Choi sedang berjalan seperti biasa. Bapak dan Ibu Choi sedang beristirahat di kamar, sedang di bagian belakang rumah, ada satu kamar kecil yang sedang terjadi pergulatan panas.

 

Suara desahan, tangis, obrolan cabul dan liar terdengar dari kamar kecil itu. Jika bisa dilihat lebih lanjut, terdapat si pria cantik rambut merah, sedang telanjang dengan posisi kaki mengangkang, dan satu kaki nya di atas bahu pria yang lebih kekar, yang mana pria tersebut sedang memaju mundurkan dan membuat penuh anal si cantik dengan penisnya.

 

Hingga akhirnya badan Theo melengkung, suaranya melengking, dan tangannya mencengkram sprei kasur dengan erat. Ia bucat. Cairan sperma keluar dari penisnya, muncrat mengenai perut dan paha nya, serta tangan bahkan sampai wajah Intak.

 

Sedangkan Intak, ia keluar tiga menit kemudian setelah Theo. Spermanya memenuhi anal Theo, hangat dan sangat banyak. Theo merasa sangat penuh pada bagian anal, juga perutnya. Ia merasa kembung.

 

Theo ambruk lemas, sedang Intak langsung menjatuhkan badannya di atas badan Theo.

 

Mereka berada di posisi tersebut hingga akhirnya terlelap bersama.

 

Esok paginya Theo terbangun dan ia merasa bingung karena tiba-tiba dirinya berada di kamar. Ia tidur di atas kasurnya, pakaiannya lengkap, dan ia bahkan memakai selimut.

 

Ia berpikir beberapa saat apa yang semalam hanya mimpi basahnya? Tetapi terasa nyata. Dan, bahkan melakukan hubungan seksual dengan Intak semalam, bukan suatu hal yang pertama kali bagi nya. Ia sering melakukan sebelumnya (ya sudah beberapa kali dalam kurun waktu 2 bulan semenjak Intak bekerja sebagai kuli bangunan di rumahnya). Tetapi, baru kali ini ia terbangun di kamarnya. Bukan di kamar Intak maupun di sofa depan TV.

 

Namun pikirannya itu langsung terdistraksi saat melihat ada kertas kecil di laci sebelah kasurnya.

Halo Mas Theo! Sebelumnya maaf jika tulisan saya kurang rapi dan Mas Theo menjadi sulit untuk membaca, tetapi saya harap pesan ini sampai ke Mas Theo.
Kalau Mas sudah bangun, tidak usah bingung ya kenapa Mas sudah di kamar. Saya yang memindahkan mas tadi pagi. Mas juga sudah bersih ya, saya yang membersihkan. Maaf saya tinggal seperti ini saja ya, karena pagi ini saya sudah harus balik kerja. Bapak juga sepertinya hari ini akan ada untuk memantau kerja saya dan teman-teman seharian, sehingga akan dimulai dari pagi.
Sebelumnya juga saya minta maaf kalau selama selesai kita ‘main’, saya gapernah mengurus mas dengan baik, selalu saya tinggal. Untuk kali ini izinkan saya berbuat seperti ini ke Mas ya. Hehe, tidak ada apa-apa kok, hanya saya mau meperlakukan orang cantik dengan spesial mulai sekarang.
Oh iya, tadi pagi saya belikan mas nasi pecel. Sudah saya taruh di meja makan juga yaa, semoga Mas Theo suka.

Intak.

 

Theo membulatkan mulutnya setelah selesai membaca surat itu. Ini tiba-tiba?? Tidak seperti Intak yang biasanya setelah ‘bermain’ dengan dia. Tetapi ya baiklah, ia tidak akan ambil pusing dengan itu. Ia beranjak dari kasurnya dan segera pergi ke ruang makan, untuk sarapan.

 

Meja makan pagi itu sudah ada bapak dan ibu. Ia segera duduk, dan membuka bungkusan nasi pecel yang dibelikan oleh Intak. Ketika ia baru dua suap makanan masuk, sang bapak membuka suara.

 

“Itu dari Intak, nak. Kaget juga bapak, pagi-pagi dia bilang tadi dia beliin kita sarapan.”

 

Aku mengangguk. Sudah tau sih.

 

“Oh iya, pagi ini bapak suka liat kinerja dia. Kinerja dia memang bagus, tetapi bapak rasa pagi ini dia lebih bersemangat? Ah, entahlah anak muda sekarang, gampang berubah mood nya.”

 

“Biasanya memang tidak bersemangat kah pak?”, tanya ibu.

 

“Semangat kok. Cuma yang bapak rasa konyol, masa tiap bapak tanya “kenapa pagi ini udah rajin?”, katanya semalam abis makan makanan enak.”

 

“Beli makanan kah anaknya semalam?”, tanya ibu lagi.

 

Bapak menggeleng, “Tidak tahu yaa. Habis katanya “ini rahasia kuli bangunan pak”, gitu. Ya mana tau deh bapak, itu ada rahasia apa.”

 

Theo yang mendengar itu tersedak tiba-tiba.

 

Konyol, pikirnya.

 

Apadeh rahasia kuli bangunan? Kenapa ga bilang abis ngentot dengan dirinya semalam?, Theo mencibir dan mengomeli Intak dalam hati.

 

Yah, sebenernya bagaimana saja deh kalau dipikir Theo, jika Intak cepu ke bapak kalau semalam abis seks hebat sama kamu?

Notes:

Hello! This is Bibby, and nice to meet y'all! This is my first time to post my write (oneshot) on AO3 (I don't really know how to use it, but I hope I post my writing on the right way T_T). I hope you guys enjoy my writing very much, please give many love and support to it. Luv ya!

-Bibby