Work Text:
“Gyu, nanti malem aku ada dinner sama client, gak usah dijemput ya.” ucap Wonwoo sembari membereskan tasnya, memastikan tak ada barang yang tertinggal di mobil Mingyu.
“Loh? Aku anter aja, Om. Nanti sekalian aku makan malem, tenang aja nanti aku minta pisah meja pisah bill kok.”
“Gak usah Gyu. Nanti aku sama supir kantor aja kayak biasa, lagian kamu juga lagi ada proyekan kan? Aku gak mau kamu kurang istirahat. It’s okay Sayang, I’ll keep you updated.”
Mingyu tak bisa berkutik dan menuruti ucapan Wonwoo, “Yaudah, pokok kabarin aku! Pas mau mulai dan pas mau pulang kabarin juga biar aku gak khawatir!”
Wonwoo mengusap rambut Mingyu pelan, “Iyaaa, yaudah aku turun dulu, kamu hati-hati ke kantornya, jangan ngebut! Kabarin aku kalo udah sampe, oke?”
“Siap Om Nu kuuu!” ucap Mingyu dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Sesaat Wonwoo hendak membuka pintu mobil, Mingyu berdeham keras, membuat yang lebih tua menoleh bingung.
“Kenapa Gyu? Ada yang kelupaan?”
Ekspresi Mingyu berubah menjadi kaget, kecewa, terkhianati — yang tentunya hanya gimmick belaka, “PARAH AKU GAK DIKASIH MORNING KISS?! Ih memanglah Om Nu udah gak sayang samaku! Nangis ajalah aku nangis, aku aduin ke pak satpam disitu kalo Om Nu udah gak sayang aku!!!”
Wonwoo berusaha memproses apa yang terjadi sebelum ia tertawa kencang, ia usak rambut Mingyu dengan gemas, “Ampuuun, lebaynya mulai deh.. Maaf yaa, salahnya kamu mau jadi pacar aki-aki, kan udah pikun~” ucap Wonwoo dengan nada meledek sebelum ia cium bibir Mingyu secara singkat.
Mingyu masih merasa belum puas, jadi saat Wonwoo hendak melepaskan ciumannya, Mingyu tahan tengkuk Wonwoo agar ciumannya tak terputus. Mingyu sesap bibir manis Wonwoo dengan lembut, sesekali ia gigit-gigit kecil bibir kekasihnya itu sampai Wonwoo mulai kehabisan napas. Mingyu sudahi ciuman itu dengan bibir yang masih ditekuk kebawah, “Apa kita bolos aja sih, Om? Aku masih mau ciuuumm! Gak mau ke kantor huhuhuuuu gak mau pisah sama Om Nuuuu..”
“Kan besok pagi ketemu lagi, nanti malem juga bisa vidcall kayak biasa. Udah ah, nanti kamu telat, terus potong gaji, terus diomelin bosmu, gimana? Aku turun dulu, nanti siang aku telfon kalo gak ada meeting, bekalmu jangan lupa dimakan loh. Bye Sayang, love you!” ucap Wonwoo lalu ia kecup singkat pipi kiri Mingyu dan bergegas turun dari mobil untuk memasuki gedung kantornya. Mingyu sendiri memastikan terlebih dahulu kalau kekasihnya sudah benar-benar masuk kantor sebelum ia jalankan kembali mobilnya menuju kantornya.
Hubungan Mingyu dan Wonwoo sudah memasuki usia 2 tahun. Mingyu lulus kuliah tak lama setelah dirinya dan Wonwoo pacaran, lulus dengan gelar cumlaude serta pengalaman magang Mingyu yang cukup memadai, tentu menjadi keberuntungan tersendiri bagi Mingyu karna 5 bulan setelah lulus, ia akhirnya mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan arsitektur di kotanya. Mingyu tepati janjinya pada Wonwoo, ia berhasil menyelesaikan studinya dan langsung mendapat pekerjaan tak lama setelahnya demi Wonwoo.
Demi Om Wonwoo-nya.
Dan Wonwoo tak bisa lebih bangga lagi daripada itu.
Oh, dan juga Mingyu sudah memperkenalkan Wonwoo pada kedua orang tuanya, keluarga besarnya, juga teman-temannya sewaktu ia wisuda. Awalnya Wonwoo menolak ajakan Mingyu untuk datang ke wisudanya dan berniat merayakannya berdua saja, namun Mingyu merayu Wonwoo sedemikian rupa sampai akhirnya Wonwoo bersedia datang. Wonwoo takut setengah mati, sangat berkebalikan dengan Mingyu yang nampak tenang dan biasa saja. Membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi, kalimat-kalimat jahat yang mungkin dilontarkan dari keluarga Mingyu, namun disitu Mingyu tak henti-hentinya menenangkan Wonwoo, ia bersedia pasang badan untuk kekasihnya itu jika ada siapapun yang berusaha mengusik mereka.
Namun semua ketakutan itu hanya ada di kepala Wonwoo saja. Orang tua Mingyu, terutama ibunya, sangat menerima Wonwoo. Disaat Mingyu memperkenalkan Wonwoo sebagai pacarnya, ucapan selamat dan sorak ramai lainnya memenuhi meja tempat keluarga Mingyu berkumpul. Diajaknya Wonwoo mengobrol, baik dari hal-hal umum seperti kapan mereka berpacaran, bagaimana mereka bertemu, dan hal basa-basi lainnya, sampai membicarakan hal yang hanya dipahami oleh bapak-bapak bersama ayah dan tetua-tetua di keluarga Mingyu. Melihat Wonwoo bisa diterima dan akrab dengan keluarganya membuat rasa bahagia dalam diri Mingyu memuncak, sampai-sampai ia menangis karna tak mampu lagi membendung perasaan bahagia itu.
Tak terasa Mingyu sudah sampai di kantornya. Ia turun dari mobil dan berjalan menuju lantai tempat ia bekerja, “SELAMAT PAGI RAKYAT BPJS KELAS TIGA~” ucap Mingyu sesaat ia masuk ruangan dan berjalan menuju kubikalnya.
“Ye berisik bat ani-ani. Minimal gelar dulu gorengan lu yang minyaknya bisa dijadiin pembangkit listrik itu.” ucap Jeonghan, salah satu rekan kerja Mingyu, yang sedang menyeduh kopi.
“Ani-ani kan dulu ye, sekarang udah tobat gua.”
“Tobat soalnya gadunnya mau dipacarin.” Jihoon, senior Mingyu, menyahuti, disambut dengan tawa orang-orang disana.
“Mana gorengan jinggg laper gua.” ucap Yunjin, teman satu angkatan Mingyu, yang kemudian menghampiri kubikal Mingyu. Ya, Mingyu memang terkenal suka memborong gorengan di pagi hari dan dimakan bersama-sama dengan teman satu timnya ini.
“Diomelin bububku katanya ndak boyeh mam goyengan teyuuus~” ucap Mingyu dengan suara yang dibuat-buat seperti anak kecil.
“Mutasi ajalah ni orang anjir.” ucap Jeonghan.
“Udah-udah, gua telfonin OB aja beliin gorengan. Pada berisik banget heran.” Wendy, another senior, mengambil jalan tengah agar tak semakin gaduh hanya karna gorengan. Setelah itu mereka semua kembali mengerjakan pekerjaan masing-masing.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, seharusnya Mingyu sudah pulang kantor sejak 2 jam lalu namun nyatanya ia masih harus terjebak di ruang meeting bersama rekan-rekan kerjanya. Jujur saja, pikiran Mingyu sudah tak bisa fokus karna ia ingin segera pulang dan menelfon Om Wonwoo-nya, yah walaupun ia harus menunggu sampai agak larut sebelum bisa menelfon Wonwoo, tapi itu lebih baik daripada harus memutar otak dan adu argumen bersama dengan orang-orang di ruangan ini.
“’Mas, gimana kalo dilanjut besok aja? Ini kalo diterusin bisa sampai tengah malem gak selesai juga.” ucap Wendy.
“Sejam lagi lah. Selesai kok ini, kalo diulur-ulur terus justru malah semakin gak selesai, gak ketemu titik tengahnya.” balas Donghae, leader dari divisi Mingyu.
“Ayolah Mas Hae, besok suami saya udah dinas keluar kota sampe 2 bulan, malem ini saya ada janji ngedate sama dia sebelum LDM-an. Lagian kerja sampe kayak gini as if diitung lembur aja.” ucap Jeonghan dengan nada merengek.
“Ya gimana besok udah diminta progressnya sama Pak GM, mau ngasih apaan kalo ini gak selesai?”
“Kasih pizza aja Mas, gantian kayak selama ini dia nyuruh-nyuruh kita cuma dibayar pizza.” ucap Yunjin, disauti dengan tawa yang lain.
“Gak boleh gitu luuu, dosa ama orang tua. Tapi iya Mas, kasih hasil sekarang aja, ini termasuk progress loh! Toh udah kurang dikit kan? Sekalian tanyain ke beliau aja baiknya ini gimana, biar ikutan mikir juga jangan apa-apa kita terus!” ucap Mingyu, berusaha terlihat semeyakinkan mungkin.
“Haaahh, yaudah deh. Males kalo udah pada rewel begini kayak bocah TK. Tapi besok kalo ada apa-apa, kalian ikut ngadep ya sama gua? Awas lu pada lepas tangan.” ucap Donghae sembari mematikan laptopnya, membuat seluruh orang di ruangan itu bersorak gembira.
“YIHIIIWWW Mas Donghae sarangheyooo~” ucap Yunjin sambil berpose membentuk hati dengan tangannya.
Sudah selesai beberes dan absen, Mingyu berjalan menuju parkiran mobil, tak sabar untuk segera pulang dan bebersih. Ia buka ponselnya dan dilihat beberapa pesan dan juga missed calls dari Wonwoo. Ia buka pesan itu dan senyum lebar menyeruak di wajahnya, pesan Wonwoo, foto-foto yang dikirim Wonwoo, semuanya membuat Mingyu ingin berguling-guling diatas asphalt depan kantornya. Terutama pesan penutup yang membuat Mingyu ingin meledak,
‘Nu loves Migu.’
Lihat kan? Bagaimana Mingyu tak ingin meledak? Panggilan-panggilan seperti itu SANGAT JARANG Wonwoo lontarkan pada Mingyu, biasanya dilontarkan hanya saat si Om sedang mode manja, atau sange. Tapi mengingat Wonwoo sangat jarang merasa sange di publik, jadi Mingyu berasumsi Wonwoo sedang mode manja. Dan Mingyu SUKA saat Wonwoo manja. Membayangkan dirinya merengkuh tubuh Wonwoo yang lebih kecil dalam peluknya, membiarkan si Om memainkan rambut tebalnya sembari melesakkan wajahnya pada dada Mingyu, serta cara bicara Wonwoo yang tak lagi tegas melainkan lembut dan kecil, ah ingin rasanya Mingyu hampiri restoran tempat Wonwoo sekarang juga dan menculik Wonwoo pulang!
Mingyu kemudian bergantian mengabari Wonwoo sebelum berjalan pulang. Ia ingin menelfon Wonwoo tapi sejauh ini belum ada balasan jadi Mingyu berfikir bahwa Wonwoo masih bersama dengan clientnya sehingga Mingyu putuskan untuk mampir membeli makan diluar dan pulang ke kos yang masih ia tempati bersama Vernon.
“Weits My honey bunny sweetie, malem amat balik kantor. Titipan gua ada kan?” ucap Vernon sesaat Mingyu memasuki kamar mereka.
“Anjir minimal tanyain ‘how was your day’ kek, nih mie aceh lu. Heran gua, orang bule seleranya mie aceh.”
“Dari tempat yang spesifik gua kirim kan?”
“Iyeee, yang jual bapak-bapak dibantu sama anak cowonya yang masih bontot itukan?”
“Correct, Sayangku. Minta request dicium bungkusannya juga kan?”
“Iyeee. Anjing bocah tolol emang ya, tadi si bocilnya bingung kocak tiba-tiba gua suruh cium bungkusan mie aceh, bungkusan lu doang lagi. Fetish lu nyusahin orang banget dah demi. Lu naksir apa gimana sih? Mau lu jampe-jampe?”
“Kagak lah? Jaman sekarang masih percaya hal kayak gitu ckckck. Kecupan Dik Ichan itu menambah cita rasa mie aceh ini Gyu. Lu harus cobain, eh tapi jangan nanti lu ikutan naksir. Makan yang punya lu aja.”
Mingyu kemudian tertawa terbahak-bahak, “ANJINGGGG LEBIH MASUK AKAL JAMPE-JAMPE TAU GAK DARIPADA TEORI KECUPAN LU ITU??! FAK GAK KUAT GUA.”
“Iri aja lu biji cempedak. Sono mandi, muka lu merusak selera makan gua. Hush hush.”
“Besok-besok gua ludahin itu mie aceh lu, biar nurut sama gua.”
“Oooh jadi alesannya Om Wonwoo mau sama lu karna makanannya sering lu ludahin? Gak habis pikir gua Gyu.” ucap Vernon sembari membuka bungkusan mie aceh yang ia pesan.
“Yeu kocak, kalo Om Wonwoo mah karna gua ganteng, kontol gua gede makanye kepelet. Udah ini kaga mandi-mandi gua jadinya, mau siap-siap biar ganteng sebelum telponan sama Om Nuuu~”
“Enyah lu babi.” adalah ucapan terakhir Vernon sebelum Mingyu masuk ke kamar mandi dan Vernon menyantap makanannya yang sudah bertaburan rasa cinta dari sang penjual.
Jam menunjukkan pukul 11 malam, Mingyu masih asik memandangi ponselnya, berbeda dengan Vernon yang sekarang sudah tertidur pulas dan mungkin memimpikan si penjual mie aceh yang ia idam-idamkan setengah mati itu. Mingyu gelisah, sedari tadi Wonwoo masih belum membalas pesannya, tak ada juga missed call atau apapun. Seperti menghilang begitu saja.
“Apa udah tidur ya? Ish, tapi kalo mau tidur pasti telfon dulu, ini kok engga… Ryujin kira-kira ikut gak ya? Tapi kok gak enak mau nelfon malem-malem gini… IHHH OM WONWOO KEMANA SIHHHH!!!” Mingyu bermonolog sembari menggulingkan badannya kesana kemari.
Sesaat Mingyu membuka aplikasi Instagram di ponselnya, terlihat ada story yang diuggah dari akun Wonwoo. Mingyu buka story itu dan terlihat foto yang Wonwoo repost dari akun seseorang. Foto yang membuat Mingyu terduduk dari posisi rebahnya. Wonwoo terlihat sangat akrab dengan orang itu, terlihat dari adanya foto candid mereka berdua yang sedang tertawa entah membicarakan apa, juga foto mereka yang duduk bersebelahan dan tangan orang asing — yang Mingyu asumsikan adalah client Wonwoo — itu merangkul pundak Wonwoo.
Orang itu terlihat seumuran dengan Wonwoo, mungkin lebih tua sedikit namun tetap terlihat gagah dan tampan, aroma uang sampai menyeruak keluar dari layar ponsel Mingyu. Penasaran, Mingyu buka akun orang tersebut, terlihat nama pemilik akun itu adalah ‘Choi Seungcheol’. Mingyu lalu melihat seluruh foto-foto dihalaman Instagram Seungcheol. Tak ada yang terlalu menarik perhatian Mingyu karna kebanyakan hanya foto-foto alam, aktivitas hobi, dan makanan. Namun setelah Mingyu lihat lebih bawah lagi, terlihat ada foto yang langsung menarik perhatiannya.
Foto-foto itu diunggah 13 tahun lalu, foto seseorang dari belakang, menggenggam tangan Seungcheol. Mingyu buka foto itu, ia geser untuk melihat foto lain dari postingan yang sama, seketika badannya terdiam. Nampak foto Wonwoo dari samping yang tengah bermain dipinggir pantai. Jantung Mingyu rasanya memompa lebih cepat dari biasanya. Mingyu geser lagi foto itu, terdapat foto dua tangan yang saling menggenggam, serta terdapat cincin berlian dijari tengah tangan yang lebih kecil — Mingyu asumsikan itu tangan Wonwoo. Mingyu geser lagi, terdapat foto Seungcheol dan Wonwoo bersama dengan seekor anjing, ada foto Wonwoo yang tersenyum dengan lebar sampai matanya menyipit, dan yang terakhir adalah foto bayangan Wonwoo dan Seungcheol yang berciuman ditengah pantai saat matahari terbenam.
Mata Mingyu memanas, pandangannya nampak kabur. Satu hal terakhir yang ia lihat sebelum air mata mengalir deras dari kedua manik indahnya adalah caption yang bertuliskan ‘It will always be you, love.’ dengan emoji hati berwarna ungu, warna kesukaan Wonwoo. Pikiran Mingyu sangat kalut sekarang. Siapa Seungcheol-Seungcheol ini? Kenapa Wonwoo tak pernah menceritakan orang ini pada Mingyu disaat Mingyu sangat terbuka dengannya? Kalau mereka pernah menjalin hubungan di masa lalu lantas mengapa postingan itu masih ada di akun Seungcheol disaat mereka berdua sudah putus? Dan yang paling krusial, kenapa Wonwoo bisa merepost story Seungcheol tapi tak bisa mengabarinya sebelum tidur? Apakah eksistensi Mingyu seketika hilang saat Wonwoo bersama Seungcheol?
Mingyu menangis sekitar satu jam sebelum ia putuskan untuk mencari tau sendiri siapa itu Seungcheol. Ia bangkit dari kasur dan berjalan menuju meja kerjanya, ia buka laptopnya dan mulai mengetik nama ‘Choi Seungcheol’ di mesin pencarian. Muncul banyak sekali nama Choi Seungcheol namun bukan orang yang Mingyu cari. Mingyu berhasil menemukan Seungcheol yang tepat di LinkedIn dan juga Facebook. Mingyu berusaha telusuri sebanyak yang ia bisa, dan yang bisa disimpulkan adalah, benar kalau Seungcheol adalah mantan kekasih Wonwoo. Berdasarkan hasil yang ia temukan di Facebook, mereka berpacaran sekitar 17 tahun lalu disaat Wonwoo masih berusia 30 tahun dan Seungcheol berusia 32 tahun. Entah kenapa Seungcheol masih suka mengunggah hal-hal klise begitu diusianya yang sudah kepala tiga namun tak begitu Mingyu perdulikan. Mingyu masih tak tau kapan hubungan mereka berakhir karna sepertinya Seungcheol sudah tak lagi aktif sejak 14 tahun lalu, 1 tahun sebelum fotonya bersama Wonwoo di Instagram.
Informasi yang Mingyu dapat dari LinkedIn juga tak kalah membuatnya stres. Ia nyalakan rokok milik Vernon karna semenjak menjalin hubungan dengan Wonwoo, Mingyu sudah tak merokok lagi. Mengingat ia tak ingin membuat Wonwoo sakit karna mencium asap rokok darinya, namun malam ini rasanya Mingyu butuh sedikit nikotin untuk melepas stres yang dirasa. Melihat pengalaman kerja serta penghargaan yang dimiliki oleh Seungcheol, rasanya Mingyu tak pantas menjadi pendamping Wonwoo. Status mereka setara, mereka pasti paham satu sama lain, berbeda dengan Mingyu yang masih ‘anak kemarin sore’. Banyak yang Mingyu tak paham kalau Wonwoo sedang menceritakan permasalahannya, pun sebaliknya, jadi hal yang biasa mereka lakukan adalah mengalihkan hal tersebut dengan melakukan kegiatan lain berdua.
“Anjir kalo aja dulu gua tau mantan lu kayak gini, udah mundur gua Om. Fuck lah kalian kenapa putus sih? Kalo kalian gak putus kan kita gak harus ketemu.” Mingyu bermonolog sebelum ia hisap lagi batang rokok di tangannya.
Semalaman itu Mingyu tak tidur, melainkan mencari tau tentang Seungcheol dan juga masa lalu yang ia miliki dengan Wonwoo sembari ditemani bir dan rokok Vernon. Ada tiga bungkus, dan sudah habis satu setengah. Kepalanya berputar, dadanya sesak, ia kembali menangis. Bagaimana Mingyu bisa bersanding dengan Seungcheol? Sampai mati pun rasanya tak bisa. Ayolah, pemasukan Wonwoo saja berkali-kali lipat lebih banyak dari Mingyu, sehingga membelikan barang mewah bukanlah hal yang bisa Mingyu lakukan. Berbeda dengan Seungcheol yang bisa saja membelikan Wonwoo pulau kalau ia mau. Mingyu hanya mampu membelikan Wonwoo jajan pinggir jalan disaat Seungcheol mampu membelikan Wonwoo makanan mahal tiap saat. Mingyu hanya mampu mengajak Wonwoo liburan ke tempat-tempat sederhana sekitar kota disaat Seungcheol mampu membawa Wonwoo mengelilingi dunia.
Wonwoo memang tak pernah menuntut apapun dari Mingyu, semua yang Mingyu berikan itu pure atas keinginan Mingyu sendiri. Mingyu tau Wonwoo bisa saja membeli 20 kali lipat barang yang diberikan Mingyu, tapi fakta bahwa Wonwoo selalu menerima dan mengapresiasi hal yang Mingyu berikan, membuat Mingyu senang. Dan sekarang hal ini mengganggu Mingyu karna Seungcheol-Seungcheol ini bisa membelikan 50 kali lipat barang yang Mingyu berikan pada Wonwoo, dan jujur egonya tersakiti karna fakta itu.
“Apa selama ini gua cuma pelariannya Wonwoo sih? Masa iya dia mau sama gua disaat mantan dia kayak gini? Anjir gak bisa gua ngadepin dia besok kalo gini ceritanya. Tapi mau ngeles apa coba…”
Mingyu menutup laptopnya dan duduk didekat jendela, masih ditemani rokok dan bir. Ia melamun, kepalanya kosong. Ingin ia menelfon Wonwoo namun untuk apa membahas hal seperti ini pukul 3 pagi? Rasanya itu bukan hal yang tepat, jadi yang bisa Mingyu lakukan hanya merokok dan menenggak bir.
Alarm Vernon mengagetkan lamunan Mingyu, yang sudah menghabiskan 7 kaleng bir dan rokok terakhir dari bungkus rokok ketiga milik Vernon di jam setengah enam pagi. Vernon yang terbangun otomatis batuk-batuk, tak mengira asap rokok adalah hal pertama yang mengisi paru-parunya pagi ini.
“ANJING MASIH PAGI UDAH NYEBAT MAU LU APA SIH?! Asep tebel banget lagi.” Vernon berusaha menghilangkan asap rokok dari sekitarannya dengan membuka satu jendela disebelah Mingyu dan berdiri disana, menghirup udara segar.
Vernon agak terkejut melihat kondisi Mingyu sekarang dari dekat, temannya ini sangat berantakan. Matanya merah setengah menutup, mulutnya masih asik menghembuskan rokok, rambutnya juga sangat berantakan. Vernon lihat sekelilingnya, nampak kaleng-kaleng bir betebaran juga puntung rokok yang menumpuk diatas asbak, “Lu gak tidur Gyu?”
Mingyu hanya menggeleng sebagai jawaban, kembali ia hisap rokok tersebut dan dihembuskan keluar. Melihat respon itu, Vernon memutuskan untuk membereskan kamar sebentar sebelum bicara dengan Mingyu. Entah apa yang terjadi semalam, Vernon asumsikan Mingyu bertengkar dengan Wonwoo, namun apapun itu rasanya sangat berat sampai-sampai temannya seberantakan ini.
Selesai dengan kegiatan bebersih singkatnya, Vernon mengambil kursi untuk duduk disebelah Mingyu, bertepatan dengan rokok Mingyu yang sudah habis. Mingyu mengesah, ia tenggak habis birnya sebelum berjalan ke kulkas, ingin mengambil satu kaleng bir lagi sebelum Vernon cegah tindakannya itu, “Udah Gyu. Duduk, kita ngobrol. Lu nih kenapa?”
Mingyu hanya terdiam di depan kulkas, kepalanya menunduk, tatapannya kosong, Ia kemudian berjalan mengambil ponselnya untuk mengabari Wonwoo kalau ia tak bisa menjemput kekasihnya itu karna harus berangkat lebih awal. Vernon masih setia terduduk di kursi yang sudah ia bawa ke dekat jendela, menunggu Mingyu untuk kembali duduk di kursi sebelahnya. Tak berselang lama, Mingyu kembali duduk dan menangis, “Gua gak bisa Non..” ucap Mingyu terbata-bata.
“Gak bisa kenapa? Lu abis kenapa? Berantem sama Om Wonwoo?”
Mingyu menggeleng, “Gak, tapi gua baru tau bentukan mantannya Om Wonwoo kayak gimana dan gak tau Non gua stres banget. Gua gak bisa jadi mantannya Om Wonwoo, gua gak bisa bikin Om Wonwoo sebahagia itu..”
Vernon terdiam, berusaha memproses semua yang Mingyu utarakan di pagi hari ini, “Kenapa lu bisa mikir gitu?”
“Iyalah gila! Lu cari tuh nama ‘Choi Seungcheol’ di internet, ganteng, gagah, tajir melintir bahkan lebih tajir dari Om Wonwoo, sementara gua mah apaan gaji segini-gininya aja, gak bisa gua ngetreat Om Wonwoo sebagaimana dia seharusnya ditreat. Jauh banget Non, gua gak bisa ngejarnya. Gua takut Om Wonwoo gak bahagia sama gua.” Mingyu menopang kepalanya dengan telapak tangannya, kepalanya kembali berdenyut, air mata masih terus menetes. Vernon yang melihat sahabatnya hancur seperti itu jujur tak tau harus berbuat apa sehingga ia hanya menepuk2 paha Mingyu, berusaha menunjukkan rasa simpati.
“Udah diobrolin sama Om Wonwoo?”
Mingyu menggeleng, “Menurut gua gak etis aja nanya hal kayak gitu malem-malem. Om Wonwoo juga pasti capek kemarin, gua gak mau memperburuk keadaan.”
“Ya tapi lu ngerusak diri sendiri anjir. Gyu, hal kayak gini tuh harus langsung diobrolin, minta kejelasan. Gua yakin Om Wonwoo pasti gak masalah jelasin hal kayak gini ke lu kalo emang dia gak ada apa-apa sama mantannya itu. Ada alasannya pasti kenapa sekarang mereka jadi mantan, ada sesuatu yang emang gak bisa diperjuangin aja. Jangan terlalu kebawa pikiran Gyu.”
“Kalo ternyata ada apa-apa?”
“Balik lagi tergantung kalian, mau diudahin apa enggak. Kalo misal ada apa-apa dan lu bisa nerima, ya silakan dilanjut, tapi kalo gak, mau gimana lagi selain udahan? Gua cuma bisa kasih masukan Gyu, keputusan tetep di kalian. Kan kalian yang jalanin.”
Mingyu membuang mukanya menghadap jendela. Hah, Mingyu paling tak suka apabila harus berbicara yang serius-serius dengan Wonwoo, rasanya Mingyu menjadi seperti anak kecil yang selalu merengek hal tak penting pada Wonwoo, dan lagi-lagi ia takut itu membebani Wonwoo karna alih-alih memiliki seorang kekasih, yang Wonwoo miliki adalah seorang anak kecil berisik.
“Ya nanti gua obrolin deh. Gak tau kapan, gua masih gak sanggup liat dia.”
“Well, jangan lama-lama. Dia juga pasti nanti kepikiran. Lu juga kalo emang ada masalah apa-apa, cerita aja sama gua Gyu, lu kayak sama siapa aja. Semalem kalo lu bangunin gua juga gak masalah, daripada lu pendem sendiri terus berakhir kacau kayak gini.”
“Thanks ya Non, udah mendingan gua. Seenggaknya uneg-uneg gua keluar. Nanti gua pikirin lagi dah gimana enaknya. Yaudah gua mandi dulu.”
Vernon menahan kaki Mingyu, “Mandi? Tidur anjing muka lu beler bengep gitu.”
“Gua kerja nyet. Masa iya gak mandi?”
Vernon berdiri dari kursinya dan menampar kepala Mingyu, “Tolol. Lu kayak gini masih maksain kerja? Tidur Gyu. Daripada lu collapse di kantor, alias ngerepotin gua dua kali. Gak lucu banget. Izin aja ke kantor terus lu istirahat.”
“Gak lah Non. Gua gak papa. Kesannya gak profesional banget kalo gua gak masuk cuma karna hal personal gini. Diminumin obat pusing sama demam juga sembuh ini, percaya dah. Udah gua mau mandi takut telat.” Mingyu mendorong Vernon dan berjalan sempoyongan ke kamar mandi.
“Hahhh terserah deh, intinya gua udah ngingetin. Jangan lama-lama, gua juga mau mandi!”
Vernon berjalan menuju kasur Mingyu dan melihat ponselnya yang tergeletak diatas sana. Terlihat nama Wonwoo disana sedang memanggil. Vernon menghela napas sebelum ia angkat telfon itu.
“Maaf Mingyu, ini demi lu juga”, batin Vernon.
“Halo Om Wonwoo? Iya, ini saya Vernon..”
Hari berjalan seperti biasa bagi Mingyu, teman-temannya — yang sepertinya paham kondisi Mingyu sedang kacau — berhasil mengalihkan pikiran jelek Mingyu. Semua pekerjaan juga terasa lebih ringan dan cepat selesai. Namun masih ada rasa janggal dalam dada Mingyu karna bisa-bisanya seharian ini Wonwoo tak menghubunginya sama sekali? Kemana orang itu? Apa benar ia diam-diam kembali menjalin kasih dengan Seungcheol-Seungcheol itu?
“Gyu.” Mingyu menoleh dan menghentikan langkahnya saat mendengar Yunjin menghampirinya, “Mumpung lu lagi sendirian, gua cuma mau ngasih tau, apapun yang terjadi sama lu sekarang, semoga cepet selesai yaa. Kita semua bingung harus ngehibur lu kayak gimana tadi. Tim jadi sepi Gyu karna ‘pita suara’nya tiba-tiba ‘putus’.” ucap Yunjin lalu ia tepuk-tepuk pelan pundak Mingyu.
Mingyu tersenyum, “Thanks Yun. Emang sekeliatan itu ya?”
“Gyu, kita ni gak bego. Lu keliatan lemes banget, mata lu bengkak, suara lu serak begini, gak banyak ngomong atau ngebanyol, gitu masa masih gak keliatan? Sedih boleh Gyu, tapi jangan lama-lama yaa. Cepetan selesaiin biar lu juga lega. Next time kalo lu udah baikan, kita makan-makan, oke?”
Kali ini Mingyu tertawa, “Heran, isi kepala lu kok cuma makan doang dah.”
“Better than yours though. Yaudah gua balik ya Gyu, ojol gua udah sampe. Hibur diri lu sendiri ya Gyu selama weekend besok. Annyeooong~” ucap Yunjin sebelum melangkah keluar dari lobi. Mingyu menghela napas dan berjalan menuju parkiran. Entah sampai kapan ia akan mendiamkan Wonwoo, bagaimana caranya memulai percakapan ini juga Mingyu tak tau. Yang ia tau adalah ia akan pergi ke minimarket untuk kembali membeli rokok dan juga minuman alkohol yang sudah menipis di kulkas.
Mingyu membuka pintu kosnya dan kembali ia kunci, lalu melangkah menuju kulkas untuk memasukkan minuman yang tadi ia beli di minimarket. Sesaat ia berdiri, dirinya tersentak kaget merasakan ada seseorang yang memeluknya dari belakang, “Mingyu..”
Suara itu, aroma itu, dekapan hangat itu. Ah, sepertinya pikiran Mingyu memang benar-benar kalut sampai-sampai ia tak menyadari adanya presensi orang lain di kamar kosnya.
Mingyu membalik badannya, ia lihat wajah Wonwoo yang sekarang sangat dekat dengannya. Wonwoo tersenyum hangat, manik indahnya tak putus menatap Mingyu. Tangannya yang semula berada di pinggang Mingyu sekarang berpindah mengalung pada leher Mingyu serta dimainkannya rambut tebal Mingyu, kesukaan Wonwoo.
“Mingyu.. Kok diam aja? Mingyu marah ya sama aku?” ucap Wonwoo pelan. Mingyu menahan napasnya, seketika dadanya sesak dan ia bisa rasakan matanya memanas.
“K-kok Om Wonwoo disini? Kan O-Om Wonwoo gak punya kunci kosku, terus diluar tadi gak ada mobil Om. Om Wonwoo juga kenapa gak ngabarin aku dulu? Kan kamar aku beran — “
Mata Mingyu terbelalak, bibirnya dibungkam dengan ciuman dari Wonwoo. Ia sesap bibir yang lebih muda secara perlahan, berusaha meredam apapun keresahan yang Mingyu rasakan, “Jawab dulu, Mingyu marah sama aku?” ucap Wonwoo selepas menyudahi ciumannya.
Mingyu menggeleng, “Gak kok, aku gak marah.”
Wonwoo mengerucutkan bibirnya, “Terus kenapa aku chat dari semalem gak dibales? Sekalinya chat cuma bilang gak bisa bareng ke kantor. Aku telfonin juga gak diangkat-angkat. Kalo aku ada salah, bilang Mingyu. We’ve talked about this, kan?” lagi-lagi Wonwoo berucap dengan sangat lembut, rasanya Mingyu ingin meleleh mendengar suara siren milik Wonwoo.
Mingyu menghela napas, “Aku — “
“Sebelum ngobrol, kamu mandi dulu aja Gyu. Bajunya udah aku siapin di kamar mandi. Sebentar lagi pesenan makan buat kamu juga sampe. Nanti selesai mandi, kamu makan, terus kita ngobrol. Oke?”
Mingyu mengangguk tanda setuju, lalu Wonwoo lepaskan pelukannya pada Mingyu dan berjalan ke kursi meja kerja Mingyu untuk mengambil ponselnya, “Gu..”
“Ya, Om?”
“Nu loves Migu..” ucap Wonwoo sebelum ia berjalan keluar untuk mengambil pesanan makan untuk Mingyu yang ternyata sudah sampai. Meninggalkan Mingyu yang memasuki kamar mandi dengan muka merah padam dan jantung berdegup kencang.
Wonwoo kembali masuk ke kos Mingyu, ia letakkan makanan yang barusan dipesan keatas piring dan mangkuk juga ia siapkan air putih untuk minum. Ia letakkan makanan itu diatas meja kerja Mingyu — karna di kamar itu hanya ada dua meja terpisah, satu milik Mingyu dan satu milik Vernon — dan Wonwoo kembali memainkan ponselnya untuk mengurus beberapa pekerjaan sembari menunggu Mingyu selesai mandi.
20 menit berlalu, Mingyu keluar dari kamar mandi dan langsung menghampiri Wonwoo yang terduduk diatas kasur, ia peluk badan Wonwoo dan ia lesakkan wajahnya diceruk leher Wonwoo, “Gyu — “
Mingyu menggeleng, “Migu.”
Wonwoo terkekeh, “Iyaaa Migu.. Rambut kamu masih basah, ini baju aku ikutan basah.”
“To be fair, itu baju aku Om.”
“Iyaaa, aku kan pinjem. Tapi celananya aku pinjem punya Vernon ya ini, celana kamu gede banget.”
“Gak usah pake celana aja Om.” ucap Mingyu sebelum ia kecup-kecup pelan leher Wonwoo. Ah, padahal baru sehari mereka tak bertemu, tapi rasanya rindu sekali. Ingin rasanya Mingyu melakukan apapun agar waktu terhenti dan malam ini tak cepat berakhir.
“Ih, ngaco ngomongnya. Mending kamu makan dulu Gu, udah di meja itu makanannya, keburu dingin.” Wonwoo berusaha menjauhkan badan Mingyu darinya namun gagal, Mingyu mengeratkan pelukannya pada Wonwoo. Wonwoo menghela napas, “Aku suapin mau? Ayok aku suapin.”
Mingyu mengangkat kepalanya dan mengangguk dengan penuh antusias, ia lepaskan pelukannya pada Wonwoo dan berjalan kearah mejanya. Wonwoo mengekor dan dengan kesadaran penuh duduk dengan posisi menyamping diatas paha Mingyu, membuat sang empu kaget, “Aku gak berat kan Gu? Gini aja ya?” Mingyu mengangguk dan melingkarkan tangannya disekitar pinggang Wonwoo.
Wonwoo dengan sabar dan telaten menyuapi Mingyu dengan makan malam kesukaannya, sop betawi kuah susu dekat kantornya. Mingyu tersenyum, kalau memang ini yang didapat tiap kali ia merajuk, apa lebih baik ia merajuk setiap saat, ya?
“Enak?”
Suara Wonwoo mengalihkan lamunan Mingyu, ia mengangguk karna jujur saja entah sugesti atau apa, tapi sop betawi ini terasa lebih enak dari biasanya. Apakah ini yang dimaksud Vernon malam itu ya? Teori ‘bumbu-bumbu cinta mampu menambah cita rasa pada makanan kita apabila diberi sentuhan dari orang tersayang’.
Wonwoo melirik plastik yang tergeletak disebelah kulkas, samar-samar terlihat beberapa bungkus rokok, “Kamu kok ngerokok lagi, Gu? Udah janji kan sama aku kalo gak ngerokok lagi…” ucap Wonwoo sambil kembali menyuapi Mingyu.
“I-itu punya Vernon kok. Dia titip.” ucap Mingyu selepas ia menelan makanannya.
“Titip karna rokoknya kamu habisin semua kan?”
Mingyu sedikit tertegun, ah sepertinya keputusan Mingyu memberikan nomor telfon Wonwoo pada Vernon dan juga sebaliknya adalah hal yang kurang mengenakan. Hal seperti ini jadi diadukan oleh Vernon pada Wonwoo, “Ish ngaduan banget sih bule satu itu. Bete.”
“Jangan ngalihin topik! Yang kamu lakuin kemarin itu gak baik Mingyu — “
“Migu, Om. Aku maunya dipanggil Migu malem ini!”
“Maaf Sayang, kebiasaan kalo ngomelin kamu manggilnya nama biasa.”
Mingyu mengerucutkan bibir, “Yaudah kalo gitu kenapa akunya diomelin? Kan aku lagi sedih…”
Wonwoo terkekeh, ah memang Mingyu-nya ini spesial sekali. Siapa sangka dibalik badan besarnya ia hanya sosok anak kecil yang menggemaskan? Memang kadang melelahkan tapi justru itu yang membuat Wonwoo lebih hidup belakangan ini. Wonwoo kembali menyuapi Mingyu, “Gak ngomelin Migu Sayang, cuma ngasih nasehat. Besok kita periksa dokter ya? Mastiin aja kamu gak kenapa-kenapa.”
“Gaaaak! Aku gak papa Om, sehat banget. Cuma semalem itu aja kok ngerokoknya, sama tadi di kantor minta rokok Mbak Wendy, tapi udah itu doang!! Aku mau besok kita berduaan ajaaa aku mau pelukan sama Om Nuuu..” Mingyu merengek, ia sandarkan kepalanya pada bahu Wonwoo. Ah, lucunya.
“Yaa, besok berduaan. Tapi janji gak rokok lagi, ya? Mending kamu gangguin aku malem tadi, daripada ngerokok dan mabok gak jelas begitu. Ngerti?”
“Iyaaa. Ih, tapi kalo Vernon pulang gimana Om? Masa kita bertiga?”
“Kamu gak mau bertiga?” Wonwoo menjawab dengan nada meledek.
“Om Nuuuu! Serius duluuu!”
“Vernon gak pulang Sayanggg. Dia tadi aku kasih uang jajan buat main sama pacarnya selama weekend.”
“Pacar? Dia gak punya — oohh, masih gebetan doang itu mah. Enak banget dah, dikasih berapa Om?”
“Uhhh berapa ya? 30?”
Mata Mingyu terbelalak, “JUTA?!”
Wonwoo mengangguk, “Iya. Kurang kah? Kalo kurang aku transfer lagi.”
“ITU BANYAK BANGET OM ASTAGAAAA! Aduh langsung dilamar itu mah si anak tukang mie aceh.”
“Pacarnya dia anak tukang mie aceh?”
“Iya, gak tau tuh bisaan aja naksir sama pedagang makanan random pinggir jalan. Padahal mukanya kayak mas-mas pada umumnya aja, mendingan mantan gebetannya dulu.”
“Lah kamu pacaran sama om-om yang seumuran ayahmu, sama aja anehnya.”
“OM NUUUU!!!”
Sekarang Mingyu dan Wonwoo sudah merebahkan diri diatas kasur Mingyu, Wonwoo letakkan kepalanya diatas dada Mingyu, tangannya mengalung memeluk Mingyu. Sementara tangan Mingyu asik memainkan helai rambut Wonwoo. Hening, tak ada yang memulai percakapan, hanya suara AC dan nafas satu sama lain yang memenuhi ruangan.
“Jadi, Migu kenapa?” tanya Wonwoo, jarinya bermain-main asal pada badan Mingyu.
“1 kata. Seungcheol. Siapa itu Om?”
“Oh, dari Instagram aku ya?” Wonwoo merasakan kepala Mingyu yang mengangguk diatas sana, “Itu mantan aku, Gu. Dan sekarang dia jadi salah satu clientku juga. Tapi percaya sama aku, hubungan aku sama dia udah selesai lama sekali. Jauh dari sebelum kita ketemu. Mungkin sekitar 12 atau 13 tahun lalu? I’ve moved on, dan aku yakin dia juga. Semalem beneran pure ngobrolin kerjaan aja, nothing more nothing less. Kamu bisa tanya Ryujin kalo gak percaya, dia ada disana.”
“Kayaknya dia gak gitu deh.”
“Maksudnya?”
“Aku semalem stalk akun dia, masih ada foto kalian ciuman di pantai. Sakit dada aku Om. Mana dia lebih ganteng, lebih matang, lebih tajir JAUH daripada aku, kenapa kalian bisa putus coba?”
Wonwoo sekarang mengelus pelan perut Mingyu, “Oh iya? Kalo itu sih, aku gak tau Gu, dan gak mau tau juga. Intinya aku sama dia udah selesai, dan udah gak akan bisa balik lagi. Aku udah sayangnya sama kamu. Sama Kim Mingyu.” ucapnya lalu ia bubuhkan kecupan kecil pada dada Mingyu.
Mingyu mengesah, “Terus? Kenapa kalian putus? Bayangin kalo kalian masih sama-sama sampe sekarang, pasti kalian bakal jadi pasangan terkaya di dunia! Semua yang Om Nu mau bisa diturutin sama dia, sementara kalo sama aku kan gak gitu.”
“Hm? Tau darimana semua yang aku mau bisa diturutin sama dia dan bukan sama kamu?”
“Astaga Om Wonwoooo, kamu ni buta kah? Dia SETAJIR ITUUUU! Bahkan aku bisa cium aroma uang dari foto yang kuliat di internet, dari foto yang kamu repost.”
Wonwoo tertawa, “Buta karna cintamuuu~”
“Om demi Tuhan kamu kerasukan apa ini..”
“Bercandaaaa! Kamu sih tiap hari gombalin aku terus! Hmm, gimana ya… Masalahnya aku juga tajir Gu, jadi apapun yang aku mau ya bisa aku beli sendiri, aku gak butuh uang dia. Justru dua hal paling krusial ini yang gak bisa dia kasih ke aku waktu kita pacaran.”
“Apa?”
“Kepekaan dan inisiatif. Dia gak punya itu, Gu. Dia harus aku bilangin dulu apa mauku, baru dikasih. Kalo kamu kan enggak. Kamu yang selalu merhatiin kondisi aku, kamu yang mau repot-repot ngurusin aku kalo sakit, nyuapin aku makan kalo aku sibuk, koordinasi sama Ryujin kalo pas kita lagi sama-sama sibuk. Bahkan sesimple aftercare setelah seks aja dia gak pernah Gu. Itu yang bikin aku sama dia gak bisa lanjut. Aku capek aja rasanya berjuang sendirian. Kalo sekarang, aku ngerasa kita berjuang sama-sama, jadi aku gak capek dan selalu fun tiap sama kamu. Mau kamu serewel, sengerengek apapun, aku gak akan muak. Justru aku seneng.”
“Aneh.”
“Memang, aneh karna aku udah cinta banget sama kamu.”
“DIH, UDAH OM GAK COCOK!”
Wonwoo kembali tertawa, lalu ia terduduk dan memperlihatkan kalung dengan liontin hati yang ia pakai pada Mingyu, “Kamu tau kenapa aku sampe nangis waktu kamu kasih aku kalung ini? Kenapa kalung ini selalu aku pake dan cuma aku lepas pas mandi?”
“Kenapa tuh?”
“Karna, bayangan kamu lewat depan toko dan lihat kalung ini dan hal yang terlintas dikepala kamu adalah ‘Om Wonwoo pasti cantik kalau pake kalung ini, aku beliin ah.’ lalu kamu berakhir beli ini buat aku, entahlah rasanya spesial aja. Kamu sesayang itu sama aku sampe-sampe ngeliat hal secantik ini pun yang kamu inget itu aku. Kalo ngomongin nominal, aku bisa beli 50 kalung ini Gu, tapi bukan itu yang aku liat. Aku ngeliat ketulusan kamu ke aku lewat kalung ini. Dan lewat banyak hal lain juga tentunya tapi kalung ini salah satu contoh yang ada aja.”
Mingyu tersenyum, “Berarti beneran udahan banget ya sama si Seungcheol itu? Udah sama aku doang ya ini?”
“Iyaaa Sayangnya Nu.. Sama Migu aja udah cukup banget kok. Gak mau sama yang lain.”
Mingyu ikut terduduk dan mencium bibir Wonwoo dengan antusias, keduanya tersenyum, sesekali tertawa geli. Setiap ciuman yang mereka bagikan, rasanya semakin bertambah rasa cinta pada satu sama lain. Rasanya hangat, nyaman, bahkan sampai membuat mual. Wonwoo kemudian mendorong Mingyu kembali untuk merebah, dan sekarang ia berada diatas Mingyu. Ciuman yang awalnya hanya ciuman untuk mengungkapkan rasa senang, berubah menjadi ciuman panas nan berantakan. Bagian selatan mereka saling bergesekan, membuat keduanya melenguh pelan. Tangan Wonwoo bergerilya pada badan kekar Mingyu sementara tangan Mingyu asik menguleni bongkahan pantat Wonwoo.
Ciuman Wonwoo berpindah dari bibir Mingyu ke rahang, ia bubuhkan kecupan dan gigitan disana, membuat Mingyu mendesah. Tangan Mingyu sesekali menampari pantat sekal Wonwoo sebagai pelampiasan rasa nikmat. Dari rahang Wonwoo pindah ke bagian sensitif Mingyu yaitu telinga. Wonwoo kecup dan jilat telinga kanan Mingyu dan Wonwoo bisa merasakan bagian bawah Mingyu semakin menegang. Wonwoo gesekkan dengan cepat bagian bawahnya dengan milik Mingyu, membuat celana Wonwoo semakin basah.
“O-Om nghh jangan gesekin nanti bucat.” Mingyu mendesah protes, rasanya sungguh nikmat karna kepala kontolnya mendapatkan gesekan yang rasanya tepat.
“Makanya jangan ngerokok, biar gak aahh ejakulasi dini.” ucap Wonwoo sebelum ia kembali mencium Mingyu, “Migu yang rileks, malem ini aku yang enakin Migu, ya? Sebagai permintaan maaf karna udah bikin Migu sedih~”
Mingyu seperti terkena sihir, ia hanya mengangguk dan membiarkan Wonwoo melakukan apapun yang ia inginkan pada tubuhnya. Tangan Wonwoo masuk kedalam kaus yang dipakai Mingyu, meraba sebentar badan atletis Mingyu dari dalam sebelum ia bawa naik kausnya dan digunakan untuk mengikat pergelangan tangan Mingyu diatas kepala. Wonwoo menyeringai, sepertinya selama ini ia kurang memperhatikan kekasihnya ini karna siapa sangka badan Mingyu sangat seksi. Dada besar dan tegapnya yang kembang kempis, perutnya yang rata dan kotak-kotak, warna kulitnya yang sawo matang, Wonwoo kembali menciumi badan Mingyu dari atas sampai bawah, tak lupa ditinggalkan jejak-jejak kepemilikan disana.
Wonwoo bermain sebentar dengan karet celana Mingyu, “Turunin gak yah? Aku ciumin dari luar aja gimana Gu?”
Mingyu menggeleng, ‘Buka Om please buka, emut langsung kontol aku Om..”
Wonwoo meremas-remas gundukan itu dari luar, “Ah masih belum tegang. Aku mau emut kalo udah tegang banget biar kesedak-sedak. Migu mau aku ngapain biar kontolnya tegang banget?” Wonwoo bertanya dengan nada yang dibuat sepolos mungkin, “Kalo Migu liatin aku ngobelin memek gimana? Bakal tegang gak?”
Mingyu mendesah, membayangkan dirinya tak bisa berbuat apapun disaat memek cantik kesukaannya itu dimainkan tepat dihadapannya, mereka tak pernah melakukan itu sebelumnya jadi Mingyu cukup penasaran seperti apa rasanya, “M-mau, mau liat Om Nu ngobelin memek depan muka aku. Dimainin sampe bocor cengap-cengap minta diisi kontol aku.”
Wonwoo kemudian berpindah posisi duduk tepat disamping wajah Mingyu, ia lebarkan kedua kakinya dan nampak bagian selangkangnya yang basah menembus celana yang ia pakai. Wonwoo gesekkan jari lentiknya dari luar celana, matanya memejam dan mulutnya menganga, memeknya yang bergesekan dengan kain rasanya sungguh nikmat, ditambah dengan suara nafas berat Mingyu yang mengisi gendang telinganya.
“Buka Om..” ucap Mingyu dengan pelan, ingin rasanya ia gigit dan sobek celana pendek itu agar terpampang lipatan daging indah kesukaannya.
“Apanyaah mmhh yang dibuka – aahh Guu?” ucap Wonwoo, tangannya menggesek belahan memeknya sendiri semakin cepat, kali ini matanya fokus menatap Mingyu sembari ia gigit bibirnya manja.
“Celana.. Celana Om Nu lepas, baju juga. Aku mau liat Om telanjang. Mau liat memeknya Om Nu dikobelin sampe merah, nenennya dimainin sampe bengkak please Om..” Mingyu merengek dan bergerak dengan gelisah.
Wonwoo menyeringai, ia angkat badannya sedikit untuk melepas pakaiannya sehingga sekarang dirinya sudah telanjang bulat. Wonwoo kembali melebarkan kakinya, jauh lebih lebar dari sebelumnya agar seluruh isian memek basah Wonwoo bisa dilihat jelas oleh Mingyu, “Cantik gak memek aku?”
Mingyu mengangguk cepat, “Cantik, cantik banget Om. Om Nu selalu cantik, semuanya cantik..”
Pipi Wonwoo memerah mendengar pujian itu, jantungnya bergedup cepat sama seperti denyut pada memeknya sekarang, “Migu suka?”
“Suka, semua di diri Om Nu aku suka dan akan selalu begitu.”
Puas dengan jawaban Mingyu, Wonwoo kembali memainkan belahan memeknya. Ia lebarkan bibir memeknya dengan dua jari, dan mulai ia mainkan memeknya dengan tangan satunya. Wonwoo gesekkan jari telunjuknya pada kelentitnya yang sensitif, “Aaahh.. Enak banget Gu.. Itil aku dikucekin enak banget mmhhh, tapi enakan dikucekin jari gede Migu~”
Mata Mingyu tak berkedip, ia tak ingin melewatkan satu detik pun dari apa yang ia lihat sekarang. Jari Wonwoo yang mengusak, mencubit, dan menekan kelentitnya sampai terlihat agak menonjol, ingin rasanya Mingyu jilat dan hisap kuat, pasti Wonwoo sudah kejang-kejang, “Bayangin itu jari aku Om, jari gede dan kasar punya aku ngucekin itil Om Nu kenceng banget sampe kebas, terus lanjut aku jilat-jilat sampe Om mau bucat.”
Wonwoo membayangkan setiap kata yang keluar dari mulut Mingyu, dan percayalah rasanya jauh lebih nikmat. Wonwoo mendesah keras, tak perduli apakah tetangga kos Mingyu mendengar itu atau tidak, “Ahhh mmhhh masukin… Jarinya aku masukin ya Gu? Udah becek banget nnghhh netes-netes ke kasur Migu..”
Mingyu mengangguk, “Masukin Om. Bayangin itu jari aku yang ngobelin memek lacur Om Nu, dikeruk-keruk memeknya sampe mentok, aahh iya pinter banget Om Nu.. Gitu terus Om sampe melar memeknya.”
Wonwoo lesakkan jari tengahnya keluar masuk lubang memeknya, ia tak mampu lagi untuk duduk sehingga sekarang ia merebahkan setengah badannya dan bertumpu menggunakan siku, “Miguuuhhh enaaakk mmhh enak banget sshhh, makin becek Guuu.. Migu mau liat memeknya ditambahin jari lagihh?” Wonwoo berusaha menatap mata Mingyu dengan tatapan sayunya.
“Masukin sebanyak yang Om bisa, aku mau liat memek Om penuh sampe pipis di muka aku..”
Wonwoo mendesah, ia tambahkan lagi 2 jari kedalam memeknya dan ia keluar masukkan dengan tempo yang lebih cepat. Nafsu Wonwoo semakin memuncak membayangkan dirinya squirt dan membasahi seluruh wajah Mingyu, dan Mingyu yang pasrah menerima semburan cinta darinya, “Nnghhh iyaahh disituuu arghh mmhhh mentok Guuu mentok bangetthhh..”
Tangan Wonwoo yang menganggur kini ia gunakan untuk mengambil cairan memeknya lalu ia pilin putingnya sendiri, “Mmhhh enak.. Enak banget memeknya dikobelin, pentilnya dimainin, ngghhh Migu suka? Suka liat Nu colmek sambil mainin pentil Nu? Mmhh nanti Migu nenen pas pentil Nu udah bengkak yah, biar keluar susunya~”
Mingyu mendesis mendengar ucapan yang keluar dari mulut Wonwoo, Mingyu akui kalau sejauh ia berpacaran dan berhubungan seks, tak ada satupun mantannya yang memiliki mulut sekotor Wonwoo saat ‘bertempur’, dan siapa sangka keahlian Wonwoo dalam berbicara kotor itu mampu menaikan libido Mingyu sampai berkali-kali lipat.
“Kencengin lagi Om, kobelin terus memeknya sampe lecet. Pentil yang satunya juga mainin. Gila, Om Nu cantik banget, selalu cantik buat aku ya?”
Wonwoo mengangguk, jarinya ia keluar masukkan asal dengan tempo sesukanya, “Aaahnnn enak Gu, gak kuat nghhh.. Pengen dimasukin kontol Migu, jari aku kurang gede mmhh terus nanti itil aku dikucekin jari Migu huhhhh..”
Oh andai Wonwoo bisa melihat betapa tegangnya kontol Mingyu dari balik celananya, membayangkan memek sempit Wonwoo melahap habis keseluruhan batangnya sampai Mingyu bucat dan pejunya menyelimuti keseluruhan dinding memek Wonwoo. Bahkan sekarang celana Mingyu sudah basah karna precum, ia bisa merasakan dirinya semakin dekat dengan pelepasannya bahkan tanpa disentuh oleh Wonwoo atau dirinya sendiri.
Wonwoo pun sama, ia bisa merasakan perut bawahnya menegang, sehingga sekarang tangan satunya tak lagi ia gunakan untuk memilin putingnya melainkan untuk menekan-nekan kantung kemihnya, “Arghhh m-mau bucat Guuu uuhh aahhh mau pipis nghhh M-MIGUUU HAHHH PIPIS GUUU!!” Wonwoo melengkungkan badannya, matanya membalik hingga hanya terlihat putihnya, dan ia keluarkan jarinya bersamaan dengan cairan squirtnya yang menyembur ke wajah Mingyu, membasahi wajah tampan itu tanpa terlewat seinci pun. Mingyu sendiri memejamkan matanya, mendesah menikmati semburan cairan hangat milik Wonwoo yang membasahi wajahnya, ia buka sebentar mulutnya untuk menangkap sedikit cairan Wonwoo untuk ia telan. Hal tersebut membuat kontol Mingyu ikut memuntahkan ‘lava’nya. Peju Mingyu keluar menembus celana yang ia pakai, Mingyu came untouched, dan Wonwoo yang melihat itu hanya menyeringai, ada rasa bangga bisa membuat pacar berondongnya itu bucat hanya karna melihat permainan solonya.
“Migu jangan ngerokok makanya, biar gak gampang bucat.” ucap Wonwoo sesaat setelah napasnya kembali normal.
Mingyu mendengus, “Bukan karna rokok, Om Nuuu. Karna Om Nu seksi banget aku jadi kepalang sange. Nih liat nih, Budiono Siregar kembali bangkit ke permukaan, soalnya aku disuguhin pemandangan memek cantik cengap-cengap.” ucap Mingyu. Wonwoo tertawa mendengarnya, karna pernyataan Mingyu dan juga fakta bahwa Mingyu menamai kontolnya ‘Budiono Siregar’. Katanya, ‘Biar kontol aku segagah dan sekokoh kapal laut, Om.’
Beginilah resiko pacaran sama berondong, you have to be chronically online to understand their ways of thinking. Tapi tak masalah, it’s fun anyway.
“Ngeles aja ah, aku capek tau Guu. Aku bobo aja gak papa ya?” tanya Wonwoo, sebenarnya rasa lelahnya sudah hilang, hanya saja ia ingin menjahili Mingyu sedikit.
Wonwoo bisa melihat ada sedikit ekspresi kecewa terbesit di wajah Mingyu, namun pacarnya itu kembali tersenyum tipis, “Yaudah gak papa Om kalo mau bobo. Nanti aku lap-lap badannya pake air hangat, bajunya pake piyama aku aja, ada kok yang kupake jaman maba, muat pasti di Om Nu. Spreinya diganti besok gak papa ya Om? Soalnya spreiku baru selesai dilaundry besok.” Mingyu mulai mengambil posisi duduk dan melepaskan kausnya yang digunakan untuk menahan tangannya.
Wonwoo tersenyum haru melihat respon Mingyu. Ah, Mingyunya sangat pengertian, selalu memikirkan Wonwoo sebelum dirinya sendiri. Wonwoo menyusul duduk dibelakang Mingyu dan ia peluk Mingyu dari belakang, kepalanya ia sandarkan pada bahu Mingyu, “Hihi, aku bercandaaa Sayang, baru gitu doang mah belom berasa. Ayo lanjut lagi, Budiono Siregar belum sempet masuk dermaga loh~”
Mingyu melepas pelukan Wonwoo sebelum ia rebahkan tubuh Wonwoo diatas kasur dan Mingyu berada diatasnya mengukung Wonwoo. Kembali ia lumat bibir manis Wonwoo dengan penuh nafsu, membuat Wonwoo mendesah dan meremas-remas rambut Mingyu. Lidah Mingyu melesak masuk kedalam mulut Wonwoo hingga lidah mereka saling beradu. Nafsu Mingyu kembali memuncak, Wonwoo tau itu, dan Wonwoo pun sama sangenya terlihat dari lendir yang kembali mengalir dari lubang memeknya.
Ciuman panas itu terhenti lalu Mingyu kembali membubuhkan tanda-tanda kepemilikan pada seluruh badan Wonwoo, mulai dari leher, selangka, bahu, hingga dada sekalnya, “Mmmhh nen Guuu, nen aku gatel mau dimainin Miguu.. Bentar lagi susunya ahhh tumpahh..”
Mingyu menurut, ia lahap puting kanan dan kiri Wonwoo secara bergantian dan ia hisap kuat seperti bayi yang kelaparan. Wonwoo mendorong wajah Mingyu semakin dalam ke dadanya, juga ia kalungkan kakinya pada pinggang Mingyu, berusaha mengikis jarak antara keduanya. Juga ia gerakkan pinggulnya agar memek basahnya bisa bergesekkan dengan kontol Mingyu yang masih dilapisi celana.
“Hnnggg sakittt Miguuu mmhh tapi e-enakk.. Gigit terus Gu, kenyot yang kuat..”
“Nanti berdarah Om..”
“Nnggg biarinnnn, enak banget nyusuin kamu soalnyaaahh..”
Mingyu menurut, ia hisap, gigit, dan mainkan puting Wonwoo dengan lidahnya tanpa henti, biasanya ia gunakan gigi seri untuk memainkan puting Wonwoo, kali ini ia gunakan gigi taringnya, yang jelas membuat Wonwoo mendesah makin keras.
Tak berselang lama, hal yang ditakutkan Mingyu terjadi. Ia dengan cepat menghentikan kegiatan menyusunya saat ia merasakan rasa besi dalam mulutnya bersamaan dengan teriakan Wonwoo, “GU SAKIT SAKIT ARGHH!” Mingyu menjauhkan badannya sedikit dari Wonwoo, ia lihat darah mulai muncul setetes demi setetes dari puting kiri Wonwoo.
“Aduhhh Om Nu, gimana ini? Aduh kekencengan ya? Bentar Om aku ambil tisu dulu ya, nanti Om Nu pegang tisunya biar berhenti sendiri darahnya..” Mingyu bangun dan berjalan menuju mejanya untuk mengambil tisu.
Setelah Mingyu berikan beberapa lembar tisu pada Wonwoo, kembali ia lanjutkan permainannya yang belum selesai. Mingyu lepas celananya dan mulai mengurut-urut batang kontolnya sebentar, sebelum ia berlutut diantara kaki Wonwoo dan melebarkan kedua kaki kekasihnya itu, “Mau aku jilmekin dulu apa langsung aja Om? Udah becek nih, bisa ini mah kalo langsung dikobel kontol.”
“M-masukin aja Guu.. Tapi aku mau diatas.”
“Serius Om? Nanti sakit atau capek? Rebahan aja Om, let me do the work.”
Wonwoo menggeleng, “Gak papaahh, aku mau dientot sampe mentok banget..”
Mingyu menurut dan ia terduduk dipinggir kasur, menunggu Wonwoo untuk segera menduduki kontol tegangnya. Wonwoo melangkahi kaki Mingyu dan ia arahkan kontol Mingyu masuk kedalam lubangnya. Wonwoo paksa masuk seluruh kontol Mingyu dalam sekali dorongan, “AAAHHH S-SOBEK.. UUUHHH GEDE BANGET KONTOL KAMU SAYANG~”
Mingyu mengecup pipi Wonwoo, serta tangannya mengusap pinggul Wonwoo perlahan, “Gak papa pelan-pelan aja Om, jangan maksain. It’s okay, aku gak mau Om Nu sakit..”
Wonwoo seolah tak memperdulikan ucapan Mingyu, mulai mengangkat pinggulnya naik dan turun, satu tangannya bertumpu pada bahu Mingyu sementara tangan satunya masih menahan tisu pada putingnya yang luka, “Mau kenceng, gak mau berhenti mmmhh enak, enak banget masuk semua kontolnya aahhh.. Migu suka gak? Kontolnya enak gak dijepit memek aku?”
“Enak Sayang, enak banget.. Memek kamu selalu pas walaupun sering aku pake sshhh kalo capek bilang ya, nanti gantian aku yang gerak.”
Wonwoo mengangguk. Ia mempercepat gerakan pinggulnya naik turun, Wonwoo berterima kasih pada memeknya yang mudah bocor sehingga pergerakannya bisa dilakukan dengan mudah. Tangan Mingyu juga sibuk menguleni pantat Wonwoo dibelakang sana, sesekali ia tampar saking gemasnya.
“Guu.. capek… Gantian Gu..” Wonwoo merengek, Mingyu tak kuasa untuk tak mencium kekasihnya itu sebelum ia bopong Wonwoo kearah jendela, “Gu, ngapain — ”
“Om pernah main deket jendela gak? Cobain yuk. Aku pengen.”
Mata Wonwoo terbelalak, Mingyu ini hilang akal kah? Bagaimana kalau ada orang lewat dan melihat permainan mereka? Iya kalau cuma lewat sekilas, kalau sampai ditonton atau direkam? Mau ditaruh mana wajah Wonwoo?
“Tenang Om, gak keliatan orang kok. Udah jam segini juga, asal Om jangan berisik.” Mingyu menurunkan kaki Wonwoo dan membalikkan badannya, sehingga sekarang tangan Wonwoo berpegangan pada pinggir jendela. Mingyu melebarkan pantat Wonwoo dengan kedua tangannya sebelum ia keluar masukkan kontolnya pada memek Wonwoo.
Mata Wonwoo terpejam, kepalanya ia sandarkan pada jendela, tusukan Mingyu terasa pas didalam lubangnya. Keras, dalam, dan masih dalam ritme yang tertata, “Nnngghhh dalem banget Guuu aaahhh cepetin lagi Sayang, aku mau pipis pake kontol kamu.”
Mendengar itu Mingyu langsung mempercepat temponya, membuat badan Wonwoo tersentak-sentak. Satu tangan Mingyu berpindah dari pantat Wonwoo menuju lehernya dan dicengkram dengan kuat, membuat asupan oksigen yang masuk kedalam saluran pernapasan Wonwoo menipis, dan tangan satunya lagi dimasukkan kedalam mulut Wonwoo untuk dihisap.
Cengkraman Wonwoo pada jendela semakin kuat, hentakan demi hentakan yang diberikan Mingyu dipadukan dengan lehernya yang dicekik membuat kepalanya terasa ringan. Mingyu melepaskan tangannya ketika Wonwoo terbatuk-batuk, “Om Nu gak papa? Aku kekencengan ya?”
Wonwoo menoleh pada Mingyu, wajahnya merah, matanya sayu dan berair, ludah memenuhi seluruh bibir bengkak Wonwoo, ah pemandangan itu membuat kontol Mingyu berkedut dalam sarangnya, “G-gak papah, enak Gu. Lagi, kayak tadi lagi mmhhh kalo belum aku tepuk tangan kamu, jangan berhenti dan jangan dipelanin.”
Mingyu mengangguk, kali ini ia angkat kaki kanan Wonwoo keatas dan kembali ia hentakkan pinggulnya dengan cepat dan kembali Mingyu cekik leher Wonwoo, membuat Wonwoo mendesah kencang. Kali ini Wonwoo tak peduli apabila dilihat warga, ia hanya ingin dipakai sampai rusak.
Satu tangan Wonwoo ia gunakan untuk mengucek kelentitnya sendiri, agar semakin bocor memeknya seperti yang Mingyu suka. Mingyu yang melihat itu mendengus, “Gatel banget memeknya? Sampe pake kontol aku gak cukup? Masih dikucekin juga, dasar memek lonte.”
Wonwoo mengerang, dia SANGAT SUKA dikatai dengan panggilan-panggilan merendahkan seperti itu, “Iyahhh, m-memek lontenya nnnggiyahhh M-miguuu..”
“Ini kalo tiba-tiba diluar ada Vernon gimana? Dia ngeliat Om Wonwoo yang biasanya gagah itu ternyata aslinya spek lonte, hm? Bisanya cuma minta dikontolin sampe memeknya bocor? Apa sekalian diajak aja biar memeknya makin penuh?”
Wonwoo menggeleng, “G-gak mauuu, mau kontol Migu ajaahhh jadi lontenya Migu ajaa. Kontol Migu gede banget memek aku gak muat dimasukin yang lain lagi nnghhh..”
“Pinter, lonteku pinter. Tampar memek Om Nu buat Migu?” ucap Mingyu dengan suara rendahnya. Wonwoo seperti terhipnotis, ia turuti keinginan Mingyu dengan menampari memeknya. Rasanya pedih, tapi sungguh nikmat luar biasa. Tamparannya ia sesuaikan agar seluruh bagian dari memeknya terjamah.
Mingyu pindahkan tangannya dari leher Wonwoo ke perut bawahnya, ia tekan kantung kemih Wonwoo agar terangsang untuk squirt, “MIGU JANGAN AAHHHNN GAK MAU PIPIS DULUUU HUHU N-NANTI MIGUU HNNNGGG!!” Wonwoo menggelengkan kepalanya, ia bisa merasakan puncaknya sudah dekat. Dan benar saja, tak lama setelah itu Wonwoo kembali squirt membasahi jendela kamar Mingyu dan kali ini lebih deras sampai tak berhenti selama beberapa detik. Mingyu yang ingin membuat Wonwoo lebih lemas lagi, iseng mengusak kelentit Wonwoo, yang mana membuat squirtnya semakin keluar terus menerus.
Setelah seluruh cairan Wonwoo keluar, Mingyu kembali lesakkan masuk kontolnya kedalam, kali ini badan Wonwoo dibalik menghadap Mingyu dan kedua kakinya diangkat, Wonwoo mengalungkan tangannya pada leher Mingyu dan menyandarkan badannya pada jendela, lalu kembali badannya terhentak-hentak akibat gerakan Mingyu yang berantakan.
“Aku bucat di memek Om Nu ya? Biar Om Nu hamil anak aku. Mau ya Om hamil? Biar cepet aku nikahin jadi Om gak usah balik sama mantan-mantan Om lagi. Sama aku aja arghh fuck enak banget.”
“Ah ah ahh hmmm i-iyah Migu, akunya dihamilin aja gak papaahh aaahnn nanti kita punya anak yang banyak~”
Mendengar itu membuat adrenalin Mingyu terpacu, kontolnya terasa membesar dan berkedut tanda bahwa dirinya sebentar lagi bucat. Wonwoo ikut membantu dengan mengeratkan dinding memeknya disekitar kontol Mingyu, “Shit shit shiiitt Om Nu ak-aku NNNGHHHH..” Mingyu menggigit bahu Wonwoo saat pejunya berhasil keluar didalam memek Wonwoo, melapisi keseluruhan dinding memeknya disekitar Wonwoo dengan sempurna dan mungkin berhasil masuk kedalam rahim yang lebih tua.
Napas keduanya terengah, rasanya mereka berada di langit entah keberapa. Mingyu mengecupi bahu Wonwoo yang barusan ia gigit dan juga Wonwoo mengusap-usap pelan kepala Mingyu, “Makasih Migu, good job Dek Budi.”
Mingyu yang mendengar itu terkekeh, “Hehe, makasih juga Om Nu. You’re literally the best aku gak bisa bayangin hidup tanpa kamu. Jangan tinggalin aku, jangan balikan sama si Seungcheol atau siapapun mantanmu ituuu nanti aku nangis lagi..”
“Huuuu lebay. Dulu-dulu bisa aja tuh? Kan dulu aku pas sama Seungcheol juga kamu tetep bisa hidup?”
“Iiihh kan dulu belum kenal! Lagian waktu kalian pacaran aku masih sekolah tau!! Kalo udah gede sih aku bakal nyari Om Nu dan rebut kamu dari Seungcheol!
Wonwoo tertawa, “Ngacooo! Kalo misal skenarionya gitu, belum tentu aku mau sama kamu!”
Mingyu mencebikkan bibirnya, “Kok gitu…”
Wonwoo mencubit pipi Mingyu, “Udah ah gak mau ngambek-ngambek. Ayo mandiin aku, memek aku lengket.”
“Lanjut di kamar mandi Om?”
Wonwoo hanya menyeringai dan kembali mencium bibir Mingyu. Oh it’s gonna be a long long night for them.
Keesokan paginya, Wonwoo dan Mingyu terbangun karna teriakan Vernon, “KIM MINGYU KONTOL BISA GAK HABIS NGENTOT ITU BAJUNYA DICUCI?! BAU PEJU SIAAAL! INI LAGI CELANA GUA KENAPA BASAH?”
Mingyu dengan sigap bangun menghampiri Vernon sementara Wonwoo masih terduduk dan berusaha mengumpulkan nyawanya, “Aduh maaf Non semalem capek banget gak kuat kalo lanjut nyuci, lagian mana gua tau lu balik hari ini?! Katanya gak balik lu abis di transfer Om Nu?”
“Gua mau ambil baju anjir semalem gua ngajak Dek Ichan ke hotel tapi kita pada gak bawa baju. Masuk-masuk nyium sperma anyinggg. Jangan sering-sering ngentot lah Gyu gak lucu banget besok ni kamar jadi waduk peju.”
“Kayak lu gak bakal ngentot the whole weekend aje sama si anak mie aceh itu. Gak usah sok suci anying.”
“Yeee kita mah nunggu sah dulu cuy, paling cium-cium dikit — ”
“ADUH!” Wonwoo terjatuh dari kasur saat mencoba berdiri. Mingyu dan Vernon mengampiri Wonwoo untuk membantunya kembali ke tempat tidur.
“Om kenapa? Gak bisa jalan? Mau kemana? Mau apa? Aku ambilin.” ucap Mingyu.
Wonwoo terkekeh, “Iya Gyu, sakit dikit. Aku kebelet pipis..”
“Bilang dong Sayaaang. Om Nu mah sok-sokan sendiri. Hayuk aku gendong.”
Setelah mereka semua selesai dengan urusan masing-masing, Vernon kembali pamit untuk menyusul gebetannya yang masih berada di hotel yang ia pesan menggunakan uang Wonwoo, lalu Mingyu dan Wonwoo kembali merebahkan diri diatas kasur Mingyu.
“Gyu.”
“Iya?”
“Ini mah, misal. Misaaaal aku beneran hamil, kamu gak papa?”
Mingyu menatap Wonwoo bingung, “Om Nu masih bisa hamil?”
“Jujur gak tau tapi selama ini aku selalu minum pil KB makanya aman aja tiap kamu keluar didalem. Tapi beberapa bulan ini aku gak minum karna emang kita kalo main kan selalu pake kondom..”
Mingyu tersenyum lebar, “Mauuuu mau mau mau!!! Aku mau punya anak sama Om Nuuu ya ampun itu cita-cita aku tapi aku kira Om Nu udah gak bisa hamil makanya aku gak mengharap apa-apa. Tapi kalo masih bisa, AKU MAU BANGET!”
Wonwoo ikut tersenyum, “Tapi beneran gak papa? Kamu masih muda Gyu, masa iya udah punya anak?”
“YA GAK PAPA??? Yang penting punya anaknya sama Om Nu! Toh aku udah kerja, bisa bantu-bantu Om Nu barang sedikit. Minimal bisa lah beliin anak kita jajan hehehe.” Mingyu terkekeh, “Tapi… Om Nu sendiri gak papa?”
“Hm? Ya gak papa? Emang kenapa?”
“Yaa enggak, Om Nu kan udah lumayan berumur, takut aja kalo hamil malah jadi beban buat kamu. Nanti jadi lebih capek atau mengundang banyak penyakit..”
“Utututuuu gemesnyaa. Harusnya sih gak papa, toh selama ini aku masih sehat? Dan ada kamu juga kan? Jadi aku gak khawatir~”
Mingyu tak kuasa menahan senyumnya, lalu ia kecup bibir Wonwoo pelan, “Makasih ya Om udah percaya sama aku. Gu loves Om Nu, so much!”
Wonwoo terkekeh geli, ia usap pipi Mingyu pelan, “Nu loves Migu juga, so much!”
---END---