Work Text:
"karena sekarang lagi ada di rumah mama begini, aku challenge kamu nggak boleh ngomong bahasa inggris sedikit pun!" ujar tyana tadi malam saat joce baru saja sampai di rumah daerah pedesaan yang sangat asri tersebut.
"kok gitu?" tanya joce setengah protes.
"melokal kak. di sini kan bukan jaksel yang ngomongnya campur-campur bahasa inggris."
"astagaaa, ada aja idenya." joce mengusak rambut tyana heboh yang kemudian diprotes oleh yang lebih muda.
"aku juga mau panggil kamu mbak! nanti kalo aku panggil gitu kamu jawabnya, dalem sayang. gitu ya?"
joce geleng-geleng kepala namun juga merasa terhibur. ia suka kalau pacar manisnya ini sudah ngide ini dan itu; membuat hubungan mereka jadi lebih menarik dan seru hingga tidak pernah ada rasa bosan sedikitpun yang bisa mereka rasakan.
dan karena peraturan konyol serta kesepakatan yang tyana tuturkan tadi malam, kini, wanita muda itu terlihat seperti kena batunya sendiri.
mulutnya terbungkam tidak bisa menyebutkan jawaban atas pertanyaan mudah yang joce berikan di dalam kamar temaram berhawa dingin milik tyana itu.
"bilang kamu maunya apa, sayang," ucap joce yang sedang memeluk tyana dari belakang sembari melihat pantulan diri mereka di cermin panjang yang menggantung pada dinding kamar.
wajah tyana sudah memerah sempurna. napasnya mulai pendek-pendek memburu dan tubuhnya yang semakin menempel—menekankan berat badannya bersandar pada joce.
"mbak..." panggil tyana pelan.
"dalem, sayangku."
rematan tangan tyana di atas lengan joce mengerat.
"kenapa adek? kamu butuh apa? ngomong, jangan diem aja."
joce sungguh terhibur melihat tyana yang berulang kali mengulum bibirnya—bimbang mengutarakan apapun yang berada di ujung lidahnya saat ini.
"bilang ke mbak kamu maunya apa. kalau kamu diem aja, mbak juga nggak tau harus apa."
tyana mendesah pasrah. kedua pipinya semakin memerah ketika ia menatap joce lewat cermin di hadapan mereka dan berkata:
"mbak, sange..."
joce tersenyum menang. akhirnya tyana mengucapkan hal yang sudah ia tunggu-tunggu sejak tadi.
"cuma dipeluk gini doang langsung sange ya, sayangku?"
"engga." tyana menyandarkan kepalanya pada pundak joce. "dari sebelum dipeluk juga udah."
"oh ya? sejak kapan?" tangan joce bergerak membelai perut tyana dari atas kaosnya.
"sejak mbak selesai mandi tadi. wangi banget... aku kangen kamu."
"kangen aku atau kangen ngewe sama aku?"
tyana merengek seketika itu juga. "aaaaaa kak joce udahan please. aku nggak kuat ah begini."
tapi bukannya berhenti, joce malah semakin semangat melanjutkannya, menggoda tyana. "kenapa? makin basah ya kalau ngomongnya jorok begini?"
tyana mengangguk malu. "iya... jadi udah ya... kamar aku juga nggak kedap suara kalau kita lanjutin."
"yakin udahan? nggak mau aku bikin banjir sekalian?" tangan kanan joce bergerak menuju daerah intim tyana, membelainya dari atas celana pendek yang tyana gunakan. "dipegang gini aja udah kerasa basahnya. nakal banget kamu sayang."
bisikan joce membuat tubuh tyana merespon dengan panas. saraf-saraf di kaki tyana mulai terasa lemas.
"boleh aku lanjut?"
tyana bergeming bingung.
"kan kamu bisa aku bekep, jadinya nggak didenger mama." tangan joce yang satunya naik ke atas wajah tyana, berada di atas bibirnya untuk meredam suara tyana.
ketika tyana sudah memberikan joce tanda bahwa ia diperbolehkan lanjut, tangan joce dengan mudahnya menyelinap masuk ke balik celana dalam yang tyana gunakan. menyentuh liang senggama tyana yang memberikan sensasi basah pada jarinya seketika dipegang.
"belum diapa-apain aja udah sebasah ini. gimana lagi kalo dikobelin memeknya ya?"
tyana memegang tangan joce yang membekap mulutnya erat. joce menjauhkan tangannya dan memberikan akses untuk tyana kembali bicara.
"kak joce, jorok banget."
"jorok tapi kamu suka nggak?" joce melucurkan dua jarinya pada liang tyana, menyentuh keluar dan masuk daerah yang hangat nan basah tersebur dan membuat suara kecipak yang ketara bersamaan dengan tyana desah yang terlepas dari bibir perempuan muda tersebut.
"aku tanya, suka nggak, sayangku?"
tyana menggulum bibirnya lebih rapat sehingga ia tidak bisa bersuara sama sekali.
"ditanya tuh jawab, tyana." joce menambah satu jarinya lagi dan menjadikan tyana semakin kelimpungan.
"s-suka. suka banget."
"sesuka itu ya sampe kedutan banget gini ngimpit jari aku biar makin dalem."
tyana merasa sangat frustasi karena ia yang tidak boleh berisik sama sekali. padahal tyana ingin menjerit dan merengek memanggil nama joce yang jarinya berulang kali berhasil menyentuh titik nikmatnya di dalam sana.
ketiga jari joce tiba-tiba berhenti, keluar dari dalam celana tyana yang membuat perempuan lebih muda merasa kecewa. "kenapa?" tanyanya.
"sayang banget ada kaca sebesar ini tapi nggak bisa lihat memek pink kamu. buka celananya."
tangan tyana bergetar saat menyentuh celananya sendiri. ia langsung menanggalkan semua celananya yang kini teronggok tidak berada di sebelah kakinya.
tangan kiri joce masuk ke balik kaos yang tyana gunakan, meremat payudaranya yang membuat tyana menggerakkan pinggulnya minta lebih.
"mbak... masukin lagi jarinya..."
"masukin kemana?"
tyana menarik gundukan kemaluannya ke atas, menunjukkan pada cermin—pada joce yang menatapnya lapar—klitorisnya yang membengkak, dan bibir vaginanya yang seluruhnya basah oleh cairannya sendiri.
"masukin ke sini," rengek tyana manja dan terdengar sangat memohon.
"binal." joce semakin memainkan tangannya di atas payudara tyana.
"iya aku binal. aku kan pereknya kamu."
joce mengumpat di belakangnya, wanita itu mengangkat paha kanan tyana untuk mengangkang dan semakin terbuka lebar untuknya. ketika jari joce kembali masuk tanpa peringatan, membuat tyana secara reflek langsung membekap mulutnya untuk meredam desahannya yang nggak tertahankan.
"siapa yang ngajarin ngomong begitu?" tanya joce yang kini tangan satunya ikut turun menggesek klitoris tyana dan membuat perempuan itu semakin kelojotan.
"nggak ada... aku memang pereknya kamu."
"yakin?"
"iya—hhh" tyana berpegangan erat pada tubuh joce di belakangnya ketika kakinya mulai bergetar. "aku punya kamu. cuma kamu yang boleh pake aku sepuasnya."
tubuh tyana semakin bergerak rewel bersamaan dengan tangan joce yang semakin kuat menyentuh titik kenikmatannya berulang kali. tak lupa, bibirnya merapal nama joce berulang kali seakan nama jocelah yang menjadi penopang hidupnya.
"kak joce..." pelukan tyana pada leher joce mengerat. "m-mau pipis."
"keluarin, sayangku."
"aaah!" tyana kelepasan teriak ketika ia sampai pada klimaksnya. tyana sudah tidak peduli lagi jika memang sang mama mendengar teriakannya dari luar sana. joce sungguh berhasil untuk selalu menarik habis kewarasannya.
joce memeluk perut tyana dengan satu tangan agar pacarnya tersebut tidak limbung. sementara satu tangannya lagi masih saja keluar dan masuk tanpa ampun sehingga membuat cairan klimaks tyana muncrat mengotori kaca di depan mereka.
"enak, sayang?" tanya joce setelah gelombang klimaks tyana mulai turun.
tyana memutar tubuhnya ke belakang untuk memeluk joce, menyandarkan kepalanya di atas dada yang pacar.
tyana mengangguk dalam pelukan joce. ia menenggelamkan kepalanya di sana namun joce dengan mudahnya membuat tyana untuk mendongak dan menatapnya.
"cape, sayang?"
"cape."
"istirahat dulu ya?"
mata tyana berkaca-kaca menatap joce yang nada suaranya kini kembali sangat lembut kepadanya "iya."
"anak pinter," puji joce.