Actions

Work Header

Rating:
Archive Warning:
Category:
Fandom:
Relationship:
Characters:
Additional Tags:
Language:
Bahasa Indonesia
Stats:
Published:
2024-08-11
Words:
3,768
Chapters:
1/1
Comments:
6
Kudos:
599
Bookmarks:
63
Hits:
36,688

Kakak dan si Cantik

Summary:

Niatnya ke rumah Bang Jo buat ambil helm, tapi kok malah liat adeknya lagi muasin nafsu di dapur. Jadi bakalan ambil helm atau bantuin si cantik, ya?

Notes:

Halo, this is my first Ao3. Hope you guys enjoy it, happy reading!

Work Text:

Mark itu suka nongkrong bareng temen-temennya. Especially, temen kampusnya. Mark baru aja keluarin motor dari bagasi rumah buat ke basecamp tongkrongan, pas dapet chat dari Bang Jo buat ambil helm di rumahnya. Alasannya mau dipakai Jungwoo ngapelin gebetannya, dan Bang Jo bilang kalau di rumah 'kayaknya' ada Echi— adiknya Bang Jo yang umurnya beda setahun doang dari Mark.

Mark kenal Echi. Selain karena dia adik dari temen tongkrongannya, Echi juga merupakan adik kelas Mark waktu SMP. Udah lama sih. Sekarang Mark dan Echi udah kuliah, beda kampus. Yang dia tau, Echi orangnya lumayan pendiam. Tapi anaknya keliatan aktif dan ramah dulu walaupun nggak pernah menyapa satu sama lain, tapi sepertinya saling kenal nama.

Dan, Echi cantik.

Ya itu personal aja sih.

Bang Jo bilang helmnya ada di kamar. Jadi, Mark langsung bergegas masuk karena pintu depan ternyata nggak dikunci padahal dia udah ketuk-ketuk pintu tapi nggak ada yang nyaut.

"Hmmmh.... eung...."

Mulut Mark yang sedikit kebuka mau bersuara manggil Echi itu sontak ketutup lagi. Badan dan matanya keliatan was-was mendadak diem di tempat. Samar-samar Mark bisa denger rintihan-rintihan manja yang nggak tau ada dimana. Mark nengok sedikit ke arah sofa, kosong. Nggak ada orang. Posisi Mark sekarang ada di ruang tamu, arah kiri dari tempat dia berdiri itu adalah arah dapur menuju tangga. Buat ambil helm ke kamar Bang Jo, Mark harus lewatin dapur.

"Eummmh.... enak.... hng..."

Mark memejamkan matanya karena ini beneran rintihan orang ngedesah yang sepertinya dari arah dapur. Bingung rasanya. Mau lanjut jalan tapi takut ganggu barangkali pelaku lagi enak-enaknya. Tapi ada helm yang harus dia ambil.

Kayaknya balik aja deh, Mark ambil helm punya dia aja di rumah.

Tapi udah kejauhan, sayang bensin.

Tapi kalau lanjut terus nanti—

"Ah! Enggh.... e-enak... ahh...."

"Echi?" Mark bergumam karena baru sadar suaranya mirip Echi. Tiba-tiba rasa penasarannya lebih tinggi dibandingkan rasa takut bikin orang lagi enak-enak malah kegep. Mark mulai melangkah pelan-pelan, satu satu dan mengusahakan nggak ada suara yang berisik dari langkah kakinya. Baru aja melangkahkan kaki sebentar, mata Mark langsung membulat pas dia nemuin Echi yang lagi ngebelakangin dia ini ngegenjot dildo yang ditempel di pintu kulkas. Dengan tengtop warna putih, kancut berenda putih pink yang mendukung mulusnya pantat bulat Echi. Echi menggenjot dildo dengan tempo yang pelan tapi sangat dalam. Pantat bulatnya bergerak ke kanan ke kiri, badannya sudah lemas bertumpu pada meja dapur dihadapannya.

"Hmmm.... shhh....." Echi meraih memek merah mudanya untuk dikocok itilnya dan genjotan lubang pada dildonya terlihat semakin cepat. Sepertinya Echi sudah mau sampai. Desahan dan tingkah laku pemilik tubuh mulus dan seksi itu tidak lepas dari penglihatan Mark yang kini diam membatu. Kobelan memek Echi pun mulai cepat. Membuat si empunya merintih keenakan. Lendir-lendir itu keluar membasahi tangan Echi. Echi terlihat menggigit bibirnya dengan mata terpejam, genjotan dildonya semakin cepat. Tangannya yang lain pun bekerja memilin payudara bulatnya. Berputar di sekitar area coklat membuat Echi bergetar keenakan.

"Ah! Hngggg... ah... hnmmmhhhh! Ah!"

Mark melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana tubuh Echi bergetar tidak karuan dengan cairan yang keluar deras dari vagina merah mudanya. Kedua kakinya mengapit memek tembemnya agar cairannya tidak keluar terlalu banyak membasahi lantai. Echi mendudukan diri di lantai, mengatur napasnya. Meninggalkan dildo yang terpasang sempurna di pintu kulkas dengan cairan bening hasil kerja keras Echi. Tak berkutik sedikit pun karena terpaku pada tubuh setengah telanjang Echi yang begitu memukau. Mark tidak tahu bahwa Echi dalam keadaan apapun akan tetap terlihat manis dan cantik. Iya, dulu juga begitu. Tapi dalam keadaan telanjang pun, Echi luar biasa.

"HAH?! KAK MARK?!"

Mark spontan membulatkan matanya ketika mendengar Echi berteriak. Dilihatnya Echi sudah berdiri menggenggam dildo dan menutupi kemaluannya dengan wajah terkejut melihat Mark— kakak kelasnya dulu berdiri tak jauh darinya memuaskan nafsu.

"Ech— Echi! Hey!" Mark semakin terkejut lagi ketika Echi memutuskan berlari menaiki tangga, berlari menjauh dari Mark.

Mark ikut menaiki tangga mengejar Echi— untuk memberi penjelasannya karena Echi terlihat terkejut sekali dan lumayan, terlihat takut. Tetapi Mark kalah cepat, pintu kamar itu lebih dulu tertutup kencang dan terkunci.

Mark menghembuskan napas, "Echi. Echi, aku nggak bermaksut buat.... buat.... buat mergokin kamu atau ganggu kamu. Aku cuma mau—"

Ngapain ya tadi.

"Aku cuma mau ambil helm! Iya, ambil helm nya Bang Jo..." Mark menatap pintu yang tertutup dengan perasaan yang— sedikit bersalah. Mark tau kalau tadi adalah hal yang menyangkut privasi seseorang, terutama Echi.

Walaupun enak.

"Echi, maaf ya? Aku bakalan anggap yang tadi itu nggak pernah kejadian. Aku janji. Ini aku langsung masuk aja ke kamar Bang Jo, ya."

Mark menyudahi urusan satu ini dan segera berlari masuk ke kamar Bang Jo dan mengambil helm, menuruni tangga dan bergegas pergi dengan motornya. Mungkin Echi butuh waktu untuk sekedar menyahuti permintaan maafnya.

Sesampainya di tongkrongan. Mark langsung memberikan helm tersebut ke Jungwoo yang terlihat sudah menunggu, "Lama banget sih lu!".

"Minimal modal! Udah buruan." Sahut Mark tak mau kalah. Dirinya langsung melangkahkan kaki masuk dan melihat teman-temannya yang lain sudah berkumpul. Ngobrol dan ngemilin kacang.

"Udah helmnya?" Tanya Bang Jo yang diangguki Mark. "Ada Echi?" Tidak langsung menjawab, Mark memalingkan wajah ke arah lain karena tiba-tiba otaknya kembali mengingat kejadian tadi. Perasaan bersalahnya langsung naik ke permukaan dan ada perasaan aneh yang menyelimuti dirinya. Setelah melihat Echi memuaskan nafsu dan bergetar keenakan dihadapannya. Dirinya seperti— menemukan jackpot.

"Ada."

★★★

Dua minggu berlalu.

Setelah kejadian itu, Mark tidak pernah bisa melupakannya. Rupawannya pantat semok Echi itu kadang membuat dirinya mati-matian menahan nafsu yang bergejolak. Sedikitnya menjadikan hal tersebut sebagai objek pemuas nafsunya, tapi Mark berjanji itu hanya sekali. Waktu itu saja. Pasca pulang dari tempat tongkrongan.

Dan hari ini. Mark harus kembali ke rumah Bang Jo untuk menemani teman-temannya minum. Sudah pukul 12 malam. Mark menyandarkan kepalanya pada sofa, memejamkan matanya. Pusing sedikit. Tapi tidak seteler teman-temannya yang sudah terkapar di sofa ruang tamu.

Ketiduran.

Mark merasakan bagian bawahnya terasa geli dan berusaha membuka matanya secara perlahan. Matanya sontak membulat mendapati seseorang tengah menundukkan kepala mencium-cium kecil daerah selangkangannya. Tangan Mark terulur menggapai tangan kecil yang berada di pahanya, dan menghentikan kegiatan orang tersebut. Betapa terkejutnya Mark mendapati Echi. Orang yang berada diantara kedua pahanya, dan orang yang mungkin sedaritadi menciumi selangkangannya.

"Echi...???"

Mata bulat Echi itu menatap Mark dengan sayu. Bibir merah mudanya, dengan rambut coklat keriting yang membuat kesan lucu, cantik, dan seksi disaat yang bersamaan.

"Kakak..." bisik Echi pelan. Mark merubah posisi duduknya dengan tangan menggenggam telapak tangan Echi.

"Echi, kamu ngapain?"

Echi mencebikkan bibir, matanya memutus kontak dengan Mark. Enggan menjawab. Mark pun mengelus rahang halus Echi dengan ibu jarinya sembari merapikan rambut Echi yang menutupi matanya. Elusan jari Mark itu pun dirasakan Echi, sampai ke memeknya yang terasa semakin basah.

"Kakak... kakak tega sekali sama Echi..."

Mark menaikkan satu alisnya bertanya. Tidak lepas membelai pipi merah Echi, "Kenapa?"

Ketimbang memberi jawaban. Tangan Echi justru terlepas dari genggaman Mark dan langsung bergerak cepat membuka celana milik kakak kelasnya itu. Dengan tidak sabaran, tangan kecil itu berhasil mengeluarkan kejantanan milik Mark. Mendapatkan apa yang diinginkannya, mata Echi pun menatap Mark seperti meminta sesuatu.

"Ngomong yang benar."

Jempol Mark mengusap bibir merah muda tebal milik Echi. Membukanya sedikit, melihat gigi kelinci dan memasukkan ibu jarinya ke dalam mulut Echi, menekan-nekan lidah lembut didalam sana. Echi yang mengerti harus melakukan sesuatu pun melumat jempol milik Mark, lidahnya bergerak membasahi jari yang kini bertambah menjadi dua jari. Tetesan ludah milik Echi pun membasahi mulut serta telapak tangan milik Mark.

"Hmmm," Mark tersenyum kecil melihat Echi yang haus akan nafsunya. Tangan kecil itu mulai mengurut kejantanan kakak kelasnya tersebut, membuat Mark mendesah pelan dan melepaskan jari-jarinya yang berada di mulut Echi. Lantas, dirinya melebarkan kedua kakinya dan bersandar santai pada sofa. Matanya menyaksikan bagaimana laki-laki cantik nan mungil yang berada di antara selangkangannya ini mengurut kejantanan dengan pelan-pelan. Mark menoleh ke arah lain dimana teman-temannya terlihat teler, tertidur nyenyak. Lalu mengalihkan lagi matanya ke arah Echi yang dikelilingi nafsu duniawinya.

Echi mengadahkan kepalanya, menatap teman kakaknya dengan tatapan sayu. Mark menganggukan kepalanya, menyetujui apapun yang akan dilakukan Echi. Karena ia tahu kalau Echi akan menjulurkan lidahnya, meliuk-liukkan lidah lembut itu di atas lubang kencing milik Mark. Mulut Mark terbuka pelan dengan kepala mengadah ke atas bersandar pada kepala sofa. Lidah itu mulai bergerak liar. Menjilat batang kontol milik Mark dari lubang kencing hingga buah zakarnya. Mark memejamkan mata ketika Echi mulai memasukkan kontol Mark ke dalam mulutnya. Lidah nya bergerak berputar, menggoda lubang kencingnya, masuk lebih dalam lagi dengan hisapan-hisapan dengan tempo tidak beraturan. Tangan Mark mengusap rambut Echi. Memberitahu bahwa apapun yang dilakukannya sekarang, Mark menyukainya. Sangat menyukainya.

Hingga kontolnya dibuat meringsek lebih dalam hampir mengenai tenggorokan di mulut Echi secara tiba-tiba— "Ah!"

Ia langsung menutup mulutnya, menolehkan kepala karena takut teman-temannya terbangun. Lalu menatap Echi di bawahnya yang masih sibuk dengan kepala naik turun memuaskan kontolnya. Mark membenarkan duduknya, menaruh lengan siku di pundak Echi dengan telapak tangan menekan kepala belakang Echi. Sebentar lagi. Dahinya menempel pada rambut Echi, hidungnya mencium wangi strawberry dengan kontol yang kian membesar dalam mulut Echi.

"Hmmm... m-masukin terus, sayang..."

Dengan posisi mendekap si kecil, telapak tangannya menekan kepala belakang Echi hingga si cantik menggeram karena dipanggil 'sayang' dan kontol kakak kelasnya ini mulai bergerak lebih cepat mengenai tenggorokannya.

"Ah... Echi, sayang... keluar di mulut kamu boleh, sayang?"

Anggukan kepala menjadi jawaban, lantas pinggul Mark bergerak menyentuh tenggorokan Echi dengan tempo cepat. Tangan Echi terasa menarik ujung bajunya. Tenggorokannya terasa perih dan panas, tapi ia membayangkan muka keenakan Mark. Echi pasrah di bawah kungkungan teman kakaknya yang sedang berusaha mengeluarkan cairannya di dalam mulut Echi.

"Echi—" Hingga akhirnya, Mark sampai.

Mark langsung melonggarkan pelukan eratnya dengan Echi, bersandar pada sofa sambil mengatur nafas sembari melihat laki-laki cantik dihadapannya bernapas lega dengan air mata membasahi pelipis. Tangan Mark terulur menyeka air mata itu, dan mengusap lembut wajah merah milik Echi.

"Kakak..." suara serak bak habis menangis itu menyadarkan Mark kalau ia baru saja masturbasi dan mengeluarkan sperma nya di dalam mulut Echi.

"Echi, kamu telan semua?"

Tak menjawab pertanyaannya, Echi justru bangkit dan menduduki paha Mark. Terlihat Echi memakai rok senada dengan tengtop yang ia gunakan, merah muda manis sekali tengah menyamankan diri duduk dipangkuan Mark tanpa rasa malu. Kepalanya bersandar pada pundak lebar milik Mark dengan tangan melingkar pada leher laki-laki itu.

Mark yang melihat hal tersebut pun tersenyum. Tangan kanannya mengusap rahang Echi, sedangkan tangan kirinya memeluk pinggang kecil milik Echi.

"Kita belum kenalan, Echi? Kamu siapa tiba-tiba nyepongin kontol orang asing terus sekarang duduk dipangku begini?"

Tidak mendengar lagi, Echi justru merapatkan diri dan menggesekkan memek basahnya ke kontol Mark yang terasa keras yang sontak ditahan oleh Mark. Echi merengek, dengan bibir cemberut.

"Kakak Mark, nontonin aku waktu aku lagi main sama dildo.... terus ninggalin aku... sedih..."

"Loh, tapi kan Echi duluan yang lari? Kakak sudah minta maaf."

Echi terdiam dipelukan Mark, tetapi tidak dengan memeknya yang terus-terusan mengeluarkan cairan. Kontol dan celana Mark terasa basah.

"Echi gimana bisa tahu kalau waktu itu yang datang kakak Mark?" Tanya Mark sambil mengusap paha milik Echi.

"Aku.... aku kan suka sama kakak... eumh..."

Echi menggeliat pelan ketika tangan Mark berjumpa dengan pantat semoknya. Meremasnya pelan tetapi Echi sudah seperti terkena setrum. Mark menaikkan alisnya, "Suka kakak? Emang Echi tahu kakak siapa?"

"Tahu! Kak Mark itu kakak kelas Echi waktu SMP. Echi ingat, karena Echi suka kakak sejak waktu itu. Kakak ganteng."

Mark tertawa pelan, "Echi muji kakak tapi memek kamu becek banget. Sange, ya?"

Echi mendongakkan kepala menatap Mark yang kini tengah menatapnya balik. Keduanya bertatapan. Hingga entah siapa yang memulai duluan, keduanya saling mengecup dan melumat bibir. Lumatan yang awalnya pelan penuh dengan consent kini berubah menjadi sedikit agresif. Mark melumat bibir bawah Echi, dan Echi yang menjulurkan lidahnya yang dilumat habis-habisan oleh Mark. Keduanya larut dalam ciuman. Hingga Mark memutuskan lumatan tersebut, membuat Echi menukikkan dahinya tidak terima.

"Pindah ya, sayang?"

Mark merebahkan tubuh mungil Echi di kasur milik si cantik. Bibirnya kembali melumat bibir Echi ke kanan ke kiri, berusaha mencari oksigen atas nafsu yang kian meninggi. Tangan Mark tak dibiarkan diam. Tangannya mengelus paha luar Echi, masuk ke paha dalam, mengelus selangkangan Echi dan menemui titik dimana cairan milik si cantik itu terus keluar. Mark menyentuh memek Echi, membuat mulut Echi mendesah dibalik ciumannya yang belum disudahi oleh Mark. Tangan Mark meraba memek tembam Echi, telunjuknya mengelus bibir memek Echi. Lalu, jempolnya mengelus dan menekan itil Echi membuat pemiliknya berjengit mengangkat pinggulnya.

Mark menyudahi ciumannya, membuat Echi terlihat terengah-engah dengan wajah merah dan mata sayu.

"Kakak..."

"Apa sayang?"

"Hmmmmh.... ah!" Mark membuka bibir memek Echi, telunjuknya menyusuri wilayah tengah memek tembem milik Echi dan sampai pada lubang yang nantinya akan dimasuki oleh jagoannya. Mark menggoda lubang itu dengan memasukkan jari tengahnya, lalu mengeluarkannya. Echi merengek dibuatnya.

"Kakak, eunggg—"

"Mau apa, Echi? Nggak akan kakak lakuin kalau kamu nggak ngomong."

"K-kobelin memek aku... please... kakakhhhh!"

Mark tersenyum melihat Echi yang sudah sange. Lantas jari jemari kaki Echi menekuk, merasakan jari-jari Mark mengucek memek tembemnya dengan cepat. Membuat suara kucekan yang nyaring hasil dari lendir milik Echi yang terus menerus keluar. Jari tengah Mark meringsek masuk, "Echi..."

"Hmmmmh! Lagi, terus ohhhhh.....!!!"

Pinggul Echi terangkat ketika Mark menambahkan jari manis miliknya untuk mengobel memek Echi dengan jari jempolnya mengusap itil Echi dengan cepat.

"Iyaaaah! Ah! Kakak! Disanaaaaah hmmmmhhhh ah!"

Echi menggigit bibirnya saat jari Mark menyentuh spot-nya, matanya juling ke atas merasakan enaknya kobelan Mark pada memeknya. Badannya bergerak kesana kemari berusaha melepaskan jari Mark yang tengah keluar masuk vaginanya.

"M-mau pipisssh! Ah! Kakak mau— mau pipisssssssshh.....!!!!"

Echi sudah mau sampai, tetapi Mark justru mengeluarkan jarinya dari dalam memek Echi. Kesal rasanya, tapi dilihatnya Mark mengambil posisi menyejajarkan wajahnya dengan memek Echi.

"Ouhhhhh! Ahhhh!" Echi dibuat semakin kelabakan ketika lidah Mark menjilati memeknya, mulai dari menghisap itilnya dan menjilati bagian tengah vaginanya hingga berusaha meringsek masuk ke dalam lubang vaginanya. Kaki Echi menekuk, kepalanya mengadah ke atas dengan mata juling keenakan.

"P-pipissssh! Kakakkkk Echi! Echi pipissss!"

"Pipis, sayang. Pipis sekarang."

Mark menggoda lubang kencing Echi dengan menghisapnya. Lalu melamoti itil memek Echi dengan memutarkan lidahnya disana lalu menghisapnya, bermain-main dengan itil Echi. Hingga akhirnya, tangan Echi menahan kepala Mark diselangkangannya. Ia mengeluarkan cairannya begitu deras. Echi squirting. Matanya juling ke atas menikmati derasnya cairan yang keluar. Kedua kakinya ingin merapat merasakan squirting tetapi Mark menahannya untuk tetap terbuka. Badannya bergetar merasakan pelepasannya yang luar biasa nikmat malam ini. Ini adalah kobelan paling enak yang pernah Echi rasakan seumur hidupnya. Mark mengecup paha dalam Echi, mengecup memek tembam Echi dengan badan si cantik yang masih bergetar.

Tangan Echi terulur menahan kepala Mark untuk tidak berbuat lebih jauh karena Echi masih sangat sensitif. Mark pun menaiki tubuh Echi, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Echi yang tengah terpejam menikmati pelepasannya. Mark mencium pipi Echi lembut sembari jarinya merapikan rambut Echi yang berantakan.

"Cukup, ya?"

Diberi pertanyaan tersebut membuat Echi menggeram, menggelengkan kepalanya tidak setuju. Membuat Mark terkekeh karena Echi masih belum membuka matanya, dan tubuhnya masih bergetar apabila Mark menyentuhnya. Mark mencium mata cantik milik Echi. Memberikan isyarat padanya untuk membuka mata. Echi menatapnya dengan tatapan yang sangat manja— menurut Mark. Dan ia menyukai itu.

"Kak Mark."

"Ya, sayang?"

"Pakai Echi, please? Malam ini Echi punya kakak. Kakak mau nggak jadi punya Echi juga?"

Mark terkekeh gemas, matanya berbinar menatap Echi.

"Echi jadi pacar kakak aja ya? Biar memek Echi bisa kakak kobelin setiap hari."

"Mau! Echi mau.... kobelin terus memek Echi... entotin Echi..."

Echi langsung melingkarkan lengannya pada leher Mark, dan mencumbu bibir Mark dengan lebih terarah dari sebelumnya. Mark membalas lumatan itu. Lidah keduanya saling bertabrakan, melilit satu sama lain, membuat saliva keduanya berceceran di dagu Echi.
Mark menyudahi ciumannya. Lantas berdiri, menumpu dirinya pada lutut untuk membuka baju dan celananya. Ia mengurut kontol kerasnya membuat Echi terlihat berbinar menginginkan itu. Echi mengatur posisi badannya supaya enak dientotin kakak ganteng.

"Ayo... entotin Echi..."

Mark mengusap perut Echi, lalu mengarahkan kontolnya masuk ke dalam vagina Echi yang basah karena lendirnya.

"Ah! Hmmmmh...... Ssshhh.... kakak!"

Mata Mark terpejam ketika kontol keras miliknya mulai masuk dan merasakan ketatnya dinding vagina milik Echi yang membuatnya menggeram keenakan. Ini terlalu sempit dan hangat. Ini enak sekali.

"Ah... Echi— sayang..."

Mark mengusap perut Echi dan menindih badannya dengan bertumpu pada kedua lengan, menyembunyikan wajahnya pada leher Echi. Kontol miliknya harus beradaptasi pada sempitnya memek Echi.

"Hnggg— kakak, ayo gerak..."

Mark menggerakan kontolnya maju-mundur pelan-pelan dalam memek Echi. Luar biasa sempitnya. Awalnya pelan-pelan, tapi beberapa detik kemudian, Mark menggenjot memek Echi dengan sedikit cepat. Rasanya Mark ingin keluar lagi. Mark mencium dan melumat leher Echi, membuat Echi mendongak— membuka peluang untuk Mark menjelajahi leher mulus si cantik ini.

Mark membuat tanda disana. Tanda kepemilikan.

Genjotan kontolnya kian cepat. Membuat Echi menekuk jari-jarinya sebab kontol kakak gantengnya ini sangat besar.

Memeknya tidak terbiasa karena ukuran dildo jauh lebih kecil daripada ukuran kontol milik Mark yang besar dan berurat. Mark menggenggam jari Echi, genjotannya kian brutal.

"Oh! Hmmmmh... hng... ah! Kkakak! Kak— ahhhh shit!"

"Echi— sayang.... ah.... sempit banget... sayang..."

Tanpa mengurangi genjotan kontolnya, Mark membuka tengtop Echi. Menunjukkan payudara bulat milik Echi yang ikut naik turun sesuai dengan genjotannya. Ia genggam payudara milik Echi yang terasa pas pada genggamannya, lalu menggesek jarinya pada area coklat milik Echi tersebut. Sedangkan payudara sebelahnya, Mark hisap dengan permainan lidah kasat yang membuat Echi mendesah tak karuan.

Tak peduli jika orang mendengar dari luar.

Echi hanya ingin mendesah dengan keras karena ini luar biasa enak.

"Iyaaah hmmmh nen ya? Kakak suka nen?" Echi mengusap-usap rambut Mark yang sibuk nenen. Mark menganggukan kepalanya.

Genjotan Mark sangat kencang, Echi merasa Mark ingin sampai karena kontolnya terasa membesar dalam lubangnya. Mark bangun untuk membawa kedua kaki Echi ke atas pundaknya, dan melihat Echi dari atas begini— semakin luar biasa. Wajah yang memerah, keringat membasahi tubuhnya, rambut keriting kecoklatannya yang lepek, payudara bulat bikin sange itu bergerak sesuai genjotannya, dan mata sayu keenakan.

Mark mencium kaki kiri dan kanan Echi seduktif bergantian. Melumatnya dan membuat tanda kepemilikan di sekitar area kaki. Kaki jenjang dan mulus milik Echi pun tidak lepas dari perhatian Mark.

Oh, mulusnya pacar seksinya ini.

Kontol Mark membesar dalam memek Echi, membuat si empunya menggeram keenakan saat Echi justru merapatkan memeknya.

"Echi—"

"D-di dalem aja... kak... ahhhhhh! Eungggh! Di dalem! Penuhin Echi... hamilin Echi... kakak...."

Mark menggenjot lubang Echi tak karuan. Tambah sange waktu Echi minta dihamilin. Bangsat, kontolnya berdenyut ngilu didalam sana kalau ngebayangin Echi hamil anak dia.

"Echi mau dihamilin kakak, sayang?"

"M-mau! Mau! Mau dihamilin kakak... ini— Ouh! Ahhhhh! Ini perut Echi... nanti... Hnggggh... ada adek bayi...."

Echi mengelus perutnya berlagak seperti sedang mengandung. Hal itu membuat Mark menggeram karena ikut membayangkan betapa seksinya Echi jika hamil anaknya. Hingga akhirnya pada lima hentakan terakhir, Mark melepaskan spermanya dalam memek Echi. Keduanya mendesah nyaring keenakan. Echi bergetar dalam pelukan Mark, dan Mark yang menyembunyikan wajahnya pada leher Echi. Keduanya mengatur nafas setelah mengejar pelepasannya masing-masing.

Beberapa menit kemudian, Echi bergerak lebih dulu mengusap punggung kekar milik Mark. Mengusapnya penuh kasih sayang menenangkan. Mark pun bergerak mencium pipi milik Echi berkali-kali hingga membuat si empunya kegelian.

"Kakak, banyak banget keluarnya."

Mark terkekeh, "Echi hamil anak kakak ya?"

Digoda begitu membuat Echi mencubit pundak Mark, malu rasanya. Tapi ikut sange ngebayangin dia hamil hasil dari kegiatan panasnya ini sama Mark.

"Nggak apa-apa sih, papanya ganteng soalnya." Echi mengedikkan bahunya acuh, anaknya pasti akan ganteng.

Mark mencium pipi Echi penuh sayang, "Pasti cantik juga. Mami nya cantik begini."

Echi tersipu malu, lalu tak lama kemudian Mark berencana bangun dari posisi menindih Echi, "Terima ka—"

Echi dengan cepat mendorong badan Mark kesamping hingga terlentang, lalu menaiki badan Mark tepat diatas kontol Mark. Kedua tangannya bertumpu pada dada bidang milik Mark dengan wajah yang... sulit dimengerti.

Alisnya menukik marah, dengan bibir cemberut dan wajah merah padam. Mark menaikkan alisnya bertanya.

"Pertama, aku nggak lagi open BO jadi jangan bilang makasih!"

Bibirnya mencebik, jari-jari kecilnya mulai bergerilya di atas dada milik Mark. Sembari sedikit memukul Mark karena ingin mengucapkan terima kasih. Apanya yang terima kasih? Memang Echi ini lagi jual dirinya ya?

Sensitif sekali si cantik, batin Mark.

"Kedua. Emang... udahan ya? Gitu aja? Payah."

Belum sempat Mark menjawab, Echi sudah lebih dulu memasukkan kontol milik Mark ke dalam memeknya lagi. Dan Mark sontak mendesah keras karena memek Echi— masih terasa sempit baginya. Kedua tangan Mark memegang pinggang Echi, mencengkramnya saat Echi memaju-mundurkan tubuhnya diatas kontol Mark yang kini mengeras kembali di dalam memek Echi.

Echi terkekeh pelan. Ia mulai menggenjot kontol Mark dengan begitu lihai.

"Ohhhh! Echi! Sayang, enak sayang..."

Mark mengadahkan kepalanya ketika Echi begitu bersemangat mengendarai kontol Mark. Memaju-mundurkan badannya lalu bergerak memutar dan menekan kontol Mark di dalam memeknya itu. Mark tidak bisa berbuat banyak selain mendesah dan membantu memegangi tubuh Echi yang terlonjak agar tidak terjatuh. Echi mulai mengangkat badannya untuk menaik-turunkan tubuhnya pada kontol Mark dengan cepat.

Mark keliyengan. Ini terlalu enak.

Mark mengambil posisi setengah duduk untuk membantu Echi menaik-turunkan tubuhnya. Desahan-desahan Echi mengalun begitu merdu di telinga Mark.

"Sssssh.... hmmmh kakak!" Echi memeluk pundak Mark dan menjilat telinga Mark dengan seduktif. Lalu membuat tanda kepemilikan di leher Mark. Mark ini juga punya dia.

"Ahhhhh... Echi..." Mark keenakan, kontolnya terasa diuleni di dalam memek Echi.

"Enakkkh yaaahh Kakak sayang... hnggggg..... memek Echi suka kontol kakak..."

"Iya sayang... kontol kakak dipijet terus begini enak banget Echi... lagi... sayang.... bikin kakak keluar lagi yaaah Echi?"

"Iyaaaah! Ooouhhh.... kakak hamilin Echi lagi yaaah kakak...."

Mark menggeram keenakan. Echi jangan bawa-bawa hamil, Mark jadi sange banget. Mark langsung ambil alih genjotan Echi pas ngerasa dia udah mau keluar. Mark meluk pinggang Echi dan mulai menggenjot memek Echi dari bawah. Mata Echi juling ke atas— memeknya disodok kontol gede dari bawah dengan sangat cepat.

"Aaaaahhhh ouhhhh e-enaakkhhh!"

Mark sudah tak tahu lagi, tujuannya sekarang hanya ingin keluar dan memenuhi memek Echi dengan pejunya. Mark mendesah keras saat Echi mengetatkan memeknya.

"E-echi sayanghhhh! Ketatin lagi sayang... enak..."

Echi pun mengetatkan lubangnya. Hingga beberapa kali hentakan kemudian, Mark pun mengeluarkan peju hangatnya di dalam memek Echi sekaligus air kencingnya. Tubuh Echi bergetar tidak karuan di atas pangkuan Mark. Penyatuan di bawah itu terasa sangat basah, pencampuran air mani dan air kencing membasahi paha keduanya. Echi berulang kali mengejan, mengeluarkan sisa-sisa cairan miliknya dan milik Mark yang terasa penuh di dalam lubangnya.

"Seksi banget, Echi. Maaf ya kakak pipisin kamu."

Mark mencium pundak, leher, dan pipi Echi dengan lembut. Lalu, mengusap punggung Echi memberikan rasa tenang. Sperma nya terus keluar membasahi memek ngocor milik Echi.

"Nggak apa-apa, kakak. Aku senang."

Keduanya bertatapan sayu. Lalu, Mark mencium lembut bibir merah muda Echi penuh sayang. Kemudian, membalikkan tubuh Echi menjadi telentang dan menindih tubuhnya. Keduanya masih melanjutkan kegiatan mereka hingga pagi. Mereka sudah tidak peduli dengan orang lain yang mendengar mereka dari luar— termasuk Bang Jo yang hanya bisa menggelengkan kepala saat sadar dari telernya karena mendengar desahan nyaring dari kamar adiknya yang minta dihamili.