Work Text:
Gang kumuh gelap dan jalanan becek bekas hujan, tidak menyurutkan dua anak manusia yang sudah genap kepala dua ini menyusuri lorong hitam. Lorong yang cuma muat dipakai berjalan tiga orang berjejeran. Iya, gang itu cuma satu meter lebarnya. Motor saja spionnya harus ditegakkan jika mau melewati. Juga bau got yang seringkali membuat indera penciuman harus ditutup. Namun, gang itu bukanlah gang biasa. Malam sabtu seperti ini? Jam sepuluh jadi puncak ramai transaksi. Dari transaksi tisu basah, bungkusan kondom hingga wajah-wajah penyebab ereksi. Tujuannya hanya untuk satu malam, tidak lebih. Maka bermodal, dua pemuda yang katanya sudah tidak perjaka itu nekat masuk. Berbekal beberapa lembar uang merah di dompet masing-masing, mereka berujar sepertinya cukup untuk menyewa jalang disini.
“Bentar deh Han, beli amer dulu nggak sih?” celetuk pria yang cuma dua bulan lebih tua darinya. Dia rambutnya hitam agak panjang memakai singlet dibalut kemeja dan jaket senada, Taesan mengejar dari belakang menghentikan yang di depan.
“Buat apaan?” jawab yang satunya.
“Jamu lah njing, biar nggak malu-maluin. Udah bayar ya kali bentar doang”, ujarnya.
“Yaelah lu, butuh gituan?”
“Mau nggak lu sekalian beli yang lain nih?” tegas Taesan tak peduli dengan tanggapan Leehan yang kesannya meremeh.
Kemudian dengan jawaban iya atas musyawarah bersama, mereka akhirnya setuju beli perbekalan. Empat buah kondom (jaga-jaga takut ada yang bocor), satu pelumas sasetan dan sebotol anggur botolan tentunya. Berarti seratus lima puluh ribu rupiah lebih sudah raib dari dompet mereka. Mereka pun mantap untuk melanjutkan rencananya. Namun baru melangkah beberapa meter, mereka berhenti lagi. Itu gara-gara Leehan mengingat hal lain.
“Hotel San, malam jumat begini buruan booking. Jam 11 malam nanti tinggal yang reyot doang, mana suka dimahalin biasanya”, kata Leehan, sesuatu yang lupa mereka persiapkan.
“Yaudah gini aja deh, lo yang cari orangnya, gue yang booking hotelnya.”
“Cakep, boleh tuh biar mengefisiensi waktu.”
Taesan bertanya lagi, “Btw nama orangnya siapa?”
“Siapa ya tadi Song.. Songho? Oh Sungho sih nickname di profil websitenya."
"Oke gue langsung cari aja kali ya."
Akhirnya mereka pun berpisah. Taesan berjalan ke timur bertugas mencari tujuan utamanya sedangkan Leehan, dia berburu tempat murah sebelum yang mahal yang tersisa. Katanya sih kalau disini itu untung-untungan, tergantung calo yang ditemui.
Berbekal bahasa daerah yang cuma dipelajari dalam satu hari, Leehan menelusuri bangunan tingkat berjejer. Tidak ada kesulitan yang berarti untuk Leehan menemukan tempat apik, Leehan bisa mendapatkan tempat dengan mudah. Untung saja dia sudah mencari tahu terlebih dulu cara bertransaksi dengan penjaga malam yang ikonik memakai sarung dan kupluk di kepalanya. Ia langsung on process membayar sewa kamar satu malam penuh. Kunci sebagai bentuk kontrak sewa ia bawa dalam saku jeansnya. Leehan pun berniat kembali menemui Taesan sambil berharap dia sudah sama melakukan tugasnya.
Namun ternyata Taesan masih sibuk dengan sandal yang bolak-balik kena genangan air. Menelusuri satu persatu rumah bordil yang didesain mirip etalase manekin. Ia belum menemukan primadona yang ia cari. Bukan wanita penjaja biasa yang ia cari tapi ia memburu pria yang katanya paling cantik seantero kota. Tapi mencari orang itu tidaklah mudah karena dia pasti booked out sebelum jam 11 malam tiba. Sekarang sudah pukul 10 lebih 30 menit dan orang itu belum tertangkap dari penjelajahannya. Entah si primadona Sungho-Sungho itu sudah menghilang atau memang bersembunyi dimana.
“San, udah dapet belom?” tanya Leehan menghampiri.
“Belom, gue udah muter lima rumah padahal”, katanya.
“Yaudah cari bareng, sampe ujung. Pokoknya harus dia”, tegas Leehan agak memaksa.
Mereka pun melanjutkan misi hingga sampailah mereka di rumah paling terakhir. Rumah yang paling sepi dibanding yang lain. Entah sepi karena semuanya sudah booked out atau memang penjajanya hanya segelintir. Di balik kaca itu cuma ada tiga orang, semuanya perempuan. Baik Leehan maupun Taesan bisa melihat bagaimana tiga wanita itu melambai rayu. Alis menukik dan sapuan lipstik tebal menggoda justru membuat kedua pemuda itu ragu. Takut-takut, langkah mereka berdua agak terendap malu, mereka mencoba masuk perlahan. Memasuki pintu kaca yang setengah terbuka.
“Punten”, salam sopan mereka ucapkan bersama.
Tiga orang perempuan itu menyambut gembira. Berebut calon pelanggannya yang nampak masih muda penasaran. Satu menggandeng celah lengan Leehan, dua lainnya bergelayut di lengan Taesan. Batin mereka pasti menjerit, akhirnya bisa dapat jackpot, mendapatkan pelanggan juga bisa sekalian cuci mata dengan pria tampan.
“Mas, mau sama yang mana? Booking kita bertiga yuk, pego aja satu orangnya."
Berarti 450 ribu dapat tiga, murah bukan?
Tapi sayangnya, “Maaf mbak, tapi saya sedang mencari yang bernama Sungho. Apa dia ada disini?” tanya si Leehan tanpa banyak basa-basi lagi. Sudah malam, capek juga karena sudah melakukan hal yang sama di rumah lain sebelumnya, mencari Sungho.
Tiga perempuan itu melengos, lagi-lagi yang dicari Sungho, setiap malam yang laris Sungho. Mereka jadi kesal, merasa kalah cantik dari si ramping yang padahal tidak punya lubang berlendir. Muka penuh tekanan itu menghindar malas seraya sungutnya memanggil.
“Re, ada yang nyari noh”,
Ternyata sang primadona itu bersembunyi. Laki-laki cantik itu muncul dari dalam bilik. Entah sebab apa dia tidak seperti yang lain. Tidak dipajang di etalase, tidak dijajakan seperti biasa. Menurut rumor, Sungho ini memang hanya mau melayani orang tertentu yang tau informasi tentang dirinya sebelum datang kemari. Tentunya hanya orang tertentu lah yang bisa membawanya.
“Jadi short time-nya berapa cantik?” langsung saja.
Jadi inilah Sungho, pria cantik yang membuat dua pemuda ini tergila-gila dalam sesaat. Dari garis mukanya saja terlihat kalau Sungho ini punya pesona lebih. Ia memiliki bulu mata lentik, bibir bawah belah tapi rahangnya tegas, masih ada khas laki-laki. Tidak mungkin semurah wanita yang tadi itu, batin mereka.
“Satu juta Kak, ada?” tanya Sungho dengan remeh, melihat dua pria serawutan menanyakan harganya.
Ah sial, uang mereka jika digabung pun hanya tersisa delapan ratus ribu saja. Yang dua ratus ribu tadi kan sudah buat bayar hotel. Sisanya untuk bayar taksi online untuk pulang nanti, nggak lucu kalau setelah ini mereka pulang jalan kaki kan.
“Nego bisa nggak?” ucap Leehan ngasal.
Bukannya marah tapi laki-laki berambut sebahu itu malah terkekeh gemas, ”Kalian ini udah minta satu buat bersama eh masih juga nawar?”
Jawaban Sungho sedikit menggores hati tapi lagi-lagi pikiran random Taesan keluar begitu saja,”Ya sudah lah buat satu orang saja. Nanti teman saya ini cuma nonton cukup kok, yang penting nggak penasaran sama kamu. Paling dia mah coli sendiri juga cukup”.
Akibatnya, satu tamparan keras dari Leehan landing langsung di tengkuknya.
“Lo yang nonton ya nyet, gue yang ngentot.”
"Ogah lo aja sana."
“Udah jangan berantem, ya sudah gini saja. Delapan ratus deh nggak apa-apa tapi kalian harus mau barengan. Gimana?”
“Barengan gimana?”
“Ya kan kalau gantian, jamnya masing-masing. Lama. Kalau barengan ya barengan bertiga. Mau nggak?”
“DEAL!!!”, keduanya teriak kencang kegirangan. Terserah Sungho saja, yang penting rasa penasaran mereka terpenuhi.
Tidak butuh waktu lama, Sungho si pria cantik itu selesai bersiap-siap. Tas selempang di bahunya menggantung, menambah keanggunan bahunya yang terbuka akibat ia hanya mengenakan blouse off shoulder berwarna biru laut dipadu dengan celana pendek mini dan sepatu ankle boot hitam. Mereka bertiga berjalan keluar, menyusuri lagi setiap jengkal jalan aspal berlubang.
Sampailah mereka di tujuan, untung jaraknya tidak jauh jadi mereka bisa berjalan sambil mengobrol dulu, ngalor ngidul nanyain asal-usul mereka kesini untuk sekedar membangun chemistry. Dan kemudian dua kali putaran kunci, pintu hotel merah itu terbuka. Bukan hotel mewah tentunya tapi cukuplah kalau cuma untuk esek-esek selama 2–3 jam, malahan kata resepsionis hotel, jam check outnya pagi hari jam delapan. Jadi setelah membuat keringat mereka masih punya waktu lah untuk charge energi. Masa bodo dengan kru lain yang mencari mereka nanti. Toh masing-masing sedang liburan dengan caranya.
“Ini kita gimana?” Taesan mulai lagi konferensi. Yang dibawanya malah kerap asyik membuka sepatu boots dan menata tasnya di nakas samping ranjang.
“Udah sini langsung aja jangan kebanyakan musyawarah!” perintah Sungho yang tengah meluruskan kakinya menggoda, ia bersandar pada headboard, tak lupa menyesap rokok esse yang baru saja ia nyalakan.
Kedua pria yang ngakunya tidak polos itu merangkak mendekat, degupan jantungnya kentara. Lututnya bergetar padahal belum diapa-apakan.
“Ini serius Han, mau barengan?”
“Iya lah, kok lo malah ragu?”
Leehan ambil bagian di sebelah kiri, sedangkan Taesan di sebelah kanan. Fokus Taesan malah ke keresek hitam, kenapa dibiarkan begitu saja. Terampil ia meraih bungkusan anggur merah itu, kemudian mengetuk pantat botol dengan sikutnya agar tutupnya mudah terbuka.
“Minum dulu”,semuanya setuju. Satu botol bertiga jelas tidak terasa apa-apa. Memang tujuannya hanya untuk perjamuan saja, lagian Taesan sama Leehan juga
sudah minum sebelumnya. Sebenarnya cuma buat formalitas dan juga biar jantungnya netral, tak terlihat gugup seperti seorang amatiran.
“Kalian bukan orang sini ya?” tanya Sungho memecah ketegangan. Mereka agak kikuk karena baru merasakan sekamar bertiga seperti ini.
“Bukan, kita cuma lagi liburan kok”, jawab Taesan mendahului.
“Kok nggak sewa dua, malah maunya barengan?”
“Kita udah kaya sendal jepit, Kak. Nggak bisa dipisah, buy one get one", jawab Leehan.
“Apaan sih. Nggak, kita maunya sama kamu Kak, taunya uke yang paling cantik disini ya kamu!” Taesan menyangkal.
Tapi entah, pokoknya pencetus idenya Leehan. Tujuannya pun tidak tahu apa. Mereka berdua memang suka asbun saja, keluar ide langsung jalan aja tanpa banyak mikir.
“Nggak ada gelas, langsung tenggak aja yah!” mereka sih oke saja. Bergantian botol itu digilir sebelum menggilir hidangan utama, sebentar saja alkohol itu sudah sisa setengah. Mereka bingung mau mulai dari mana juga sebenarnya, yang dua ini tidak berpengalaman main bertiga.
Merasa jengah dengan intro yang standar Sungho memulai inisiatif.
“Kalian ciuman gih!”
“Hah?”
Disuruh ciuman? Hampir saja Taesan tersedak mendengarnya.
“Nggak!”
“Kok nggak seru, atau mau begini aja nggak?” tanpa permisi, Sungho melolohkan cairan merah itu ke dalam mulut Taesan. Buat mata sipitnya terbelalak sebab ia kaget alkohol itu terasa lebih manis jika diminum dari ranum orang manis.
“Ahh gue juga mau”, sebelahnya mendengus iri. Sungho tentu memberinya giliran agar adil. Ia minum alkohol itu hingga ketumpahan karena menegakkan wadahnya terlalu tinggi, sebagian menetes melalui celah bibirnya, berlarian mengalir ke leher menjadikannya kontras maroon dengan warna kulit putih bersih. Buat Leehan tergoda dan berani menjilat aliran itu dari dada hingga naik ke onggokan merah muda. Langsung saja ia kecup bibir yang tengah menguncup menahan anggurnya agar tak tertelan sendiri. Ia seruput hingga habis buat yang sebelahnya berbalik iri karena Leehan curi kesempatan kaitkan lidahnya, sedot habis hingga syaraf Sungho meremang.
“Udah, giliran gue. Enak aja lo nyium dia duluan”, Sungho tertawa kecil anak muda itu berebut akan dirinya.
Tengkuk Sungho pun Taesan tarik, cium langsung si cantik tanpa rasa ragu. Bunyi kecipak berisik buat Leehan terusik. Daripada menganggur mending ia sulut rokoknya, lanjut minum sambil sesekali tangannya nakal menjelajahi paha sang primadona, meremas bokong sintalnya yang masih tertutup celana. Ayolah ini cuma semalam, tidak perlu banyak ini-itu untuk sekedar menuntaskan.
Rangsangan demi rangsangan Sungho rasakan. Taesan juga aktif bergerilya dengan menyingkap fabriknya yang mengganggu. Ciumannya terlepas sementara, buka dadanya secepat kilat. Rebahkan Sungho yang dadanya sudah naik terangsang. Taesan tergoda untuk turun, menyusu pada dua tonjolan kecokelatan . Jilati terus hingga warasnya tergerus. Usap perut hingga punggung buat yang di bawah melenguh.
Leehan pun sigap menggantikan posisi yang sudah dapat mainan baru. Ia gelitiki langit-langit mulut Sungho dengan permainan lidah, sedang jemari halusnya ia langsung arahkan langsung kepada tonjolan selangkangan yang telah aktif menegang. Buka resletingnya perlahan. Si cantik menyusup, mengeluarkan yang terpenjara sesak di dalam sana.
“Aanghhh", lenguh Leehan karena Sungho mengocok batangnya. Belum lagi ia dikulum, Sungho bertindak sebelum dititah, kepala penisnya sudah masuk separuh menuju tenggorokannya. Leehan mendesis saat lidah Sungho turut bermain di lubang kencingnya, lalu berani meraup semua batang itu hingga kenai kerongkongan. Sumpah, uang delapan ratus ribu tidak sebanding dengan kenikmatan yang ia terima. Afeksi Sungho sudah seprofesional ini, ia tebak pasti sudah banyak kali juga Sungho memberikan service pada pria hidung belang lain.
Dan entah dari kapan ketiganya sudah telanjang. Kekehan mereka terkoneksi saat beradu pandang, melirik sesuatu yang berada di badan bagian tengah. Konyol, Taesan dan Leehan, anak-anak bodoh itu malah sibuk membandingkan milik siapa yang paling panjang dan besar.
“Tuh panjangan juga punya gue Han."
“Tapi gedean gue San."
“Cuma selisih sesenti anjing",
Asli, Sungho seperti sedang mengasuh dua bocah mabok yang membuatnya terus tertawa alih-alih malah terbawa nafsu.
“San, terus ini gimana", rasanya ia ingin menampol Leehan agar bisa berhenti bertanya.
“Gimana apanya, ya tinggal siapa yang mau masukin dia duluan. Dasar noober",
“Suit aja coba!” ujar Sungho memberikan gagasan.
“Hah suit, terus yang kalah?” Leehan bertanya bingung.
“Yaudah, gue aja lah, yang paling panjang yang berhak dapet giliran pertama", gagas Taesan dengan pede-nya.
“Nggak usah kontol overproud, panjang kalau fast charging juga gak guna",
Ini sudah kelima kali mereka berdiskusi dan hasilnya selalu hal yang menurut Sungho bisa membuatnya tertawa geli, rasanya seperti menonton debat tanpa kesimpulan pasti.
“Gini aja deh, Taesan duluan. Mending aku yang ngatur kan", ujar Sungho, mungkin ia lebih tertarik dengan yang lebih tinggi atau ada maksud lain dibaliknya.
“Yaudahlah, tapi jangan lama-lama ya. Gue juga mau", balas Leehan memberikan syarat.
Sungho mengerlingkan matanya pada Leehan, senyumnya penuh misteri.
“Tapi pelan yah, aku jarang loh sampe begini, biasanya cuma dibayar buat nemenin karaoke doang", ucapnya genit seraya mengerlingkan mata. Bohong.
“Sini aku bantu longgarin", kali ini Taesan yang buat ia kaget. Ia tarik pantat sintal Sungho mengangkangi atas kepalanya yang baru saja mendarat di bantal. Sengaja ia buat Sungho mendesah kacau karena lubang analnya kini tengah dijilati dengan buas. Lidahnya menusuk lubang senggamanya tanpa rasa jijik, maju mundur membasahi daerah perineumnya.
Tetesan liur tidak bisa ia tahan apalagi dua jari dari bawah tengah mengorek belahan bokongnya, merojoknya kasar sampai badannya bergerak maju mundur.
Leehan tidak mau ketinggalan pemandangan indah ini. Turut berjongkok di hadapan lalu menyeka saliva yang menetes, tangkup pipi gemas Sungho dengan kedua tangan, bisikan sesuatu pada telinganya entah apa, lalu mulai lagi menyesap lidah yang terjulur indah. Pelintir juga dua tonjolan keras di dadanya. Sungho pun balas ciuman itu tak kalah buas. Ia makin melenguh. Nafsunya sudah di ujung kepala, sweet spotnya juga berkali-kali kena oleh Taesan di bawah sana. Sungho tidak melakukan apapun pada tubuhnya, ia suka, sangat suka memperhatikan bagaimana cantiknya mendesah, sesekali Leehan bantu arahkan agar dia mengulum batang Taesan yang menegang tepat di bawah dagunya. Tapi dengan posisi seperti ini, Sungho tidak bisa konsentrasi lama.
“Aku hampir dekat", rengeknya ketika ia merasakan sesuatu yang hampir meledak.
“Keluarin aja, jangan ditahan sayang!” yang menjawab Leehan di depannya.
Taesan sibuk percepat sodokan jarinya, tak butuh lama Sungho melenguh keras disertai dengan keluarnya putih yang mengotori dada Taesan.
“Pretty face", Leehan puas hanya dengan memandangi wajah Sungho yang kepayahan.
“Minggir dulu lo!” Leehan mendecih saat Taesan menepisnya.
Kini bagian pertama Taesan ambil giliran, ia balik posisi Sungho supaya telentang di bawah. Batangnya ia kocok sendiri sebentar, memastikan ereksinya sudah maksimal. Tidak lupa pengamannya dipasang lalu dilumuri dengan lubrikan banyak-banyak karena yang tak mau susah payah melihat Sungho kesakitan. Satu kali hentak, penisnya amblas.
“Ahhhh", Sungho mengaduh, keningnya mengernyit tajam.
“Kenapa sayang",
“Penuh, penuh banget. Punya kamu gede",
“Suka?”
“Iyah suka."
“Dasar nakal." Wajatr Sungho tidak ragu berkata demikian tapi Taesan suka kalimat kotornya. Iya tersenyum bangga, miliknya kini diurut oleh pelacur pria tercantik yang pernah ia temukan. Desahan mereka mengalun merdu, tidak peduli ada Leehan yang terpegun di atas sofa. Menonton adegan senonoh dari dua bintang biru amatiran. Tidak lupa juga ia merekam dengan ponselnya, siapa tahu suatu saat bakal dibutuhkan.
Tapi Leehan jenuh lama-lama, memori ponselnya hampir penuh, sudah dua puluh menit tapi belum tiba gilirannya. Dan entah hasutan darimana Leehan mulai mendekati mereka. Ia amat terangsang melihat temannya sedang beradu.
“Anjing ngapain lo!” sedang nikmat-nikmatnya, Leehan malah membuat hentakan Taesan terhenti. Ia merasakan sesuatu di belakang tubuhnya.
“Heh lo ngapain masukin jari ke pantat gue!” Leehan tidak peduli.
“Daripada nganggur, udah diem enakin aja, salah sendiri lo lama!”
“Bangsat, minggir. Gue seme ya. Bangsat Leehan aaahhhh!” ia berteriak karena pantatnya mendapat tamparan telak.
“Mana ada seme bokongnya sintal begini, mana dalemnya udah bersih. Emang niat diewe gue ya lo", ucapnya sekalian mengetes jarinya masuk ke celah bokong Taesan. Padahal Taesan juga tidak melakukan apa-apa sebelum ini.
Dengan sigap Leehan mendatangi wajah Taesan dari belakang, diciumnya ia berantakan. Leehan mencoba menyesapnya dalam-dalam tapi Taesan mundur merasa aneh karena temannya itu begitu kurang ajar.
“Leehan lo bener-bener yak!”
“Tadi di vila lo bilang gue cemen kan? Nggak berani cium lo. Sekarang liat siapa yang cemen?”
Taesan terdiam.
“San gue masuk ya?”
“Jangan Han ah!”
“Udah diem daripada nyengsol",
“Kak buat dia diem!” ternyata rencana ini yang Leehan bisikkan, Sungho langsung mengerti, ia mengunci tubuh Taesan dengan dua kaki dan tangannya. Memeluk agar ia tidak bisa bergerak banyak, dan Leehan bisa masuk dengan leluasa.
Taesan melolong panjang, ia merasakan juga tubuhnya seperti terbagi dua. Rasanya panas perih. Leehan keterlaluan, mentang-mentang Taesan “laki", ia tidak bersikap lembut sama sekali. Bahkan tidak perlu anggukan setuju, Leehan langsung saja menumbuk tanpa ampun.
Semakin lama pedihnya makin terasa nikmat, Taesan merasakan perubahan itu perlahan. Yang tadinya ia berusaha menolak keras, pada akhirnya ia juga larut. Mungkin karena rasa setengah mabuknya juga jadi dia mudah terbawa. Tubuh mereka bertiga saling maju mundur, kadang searah kadang pun berlawanan. Ujung keras Leehan menghujam prostat Taesan, disertai dimiliknya sendiri diremas kencang di dalam tubuh Sungho. Sensasi yang bikin kepala Taesan semakin pening, semacam ada jerawat matang yang siap dipecahkan. Taesan tidak yakin ia akan bisa bertahan lama dengan posisi ini. Leehan masih perkasa dan Sungho yang tidak butuh usaha juga jadi juara bertahan, jelas toh tinggal ngangkang. Tiga pemuda itu bergantian melantunkan erangan dan lenguhan, keras memenuhi ruangan. Masa bodoh dengan posisi, masa bodoh dengan gengsinya, yang saat ini Taesan bisa lakuan hanya menikmati dan mengimbangi serangan depan-belakang yang menghantamnya tanpa henti.
Hingga akhirnya...
“Nggghhhhhh", Taesan runtuh, ia undur diri dari pergumulan. Tubuhnya melanting-mengejang. Analnya mencengkeram kuat Leehan dan semburan maninya bertubi-tubi memenuhi karet silikon yang melindungi "tubuhnya".
Taesan undur diri, Ia sikut Leehan, dorong ke belakang dan cabut miliknya dari dalam lubang pria di bawahnya.
“Katanya seme, dirojok sama kontol ndesahnya ngelebihin lonte", ejek Leehan melihat temannya kini tengkurap tak berdaya usai mengeluarkan spermanya tepat sepuluh menit setelah Leehan iseng menumbuknya.
“Runtuh tahta persemean gue Leehan. Biadab lo, awas lo yaa tunggu pembalasan gue", kecam Taesan.
“Mau ngapain lo? ngentotin gue? Gak bakal, gue lebih pinter dari lo!” seketika ia membalik posisi Sungho agar berada di atasnya. Tidak lain tujuannya agar Taesan tidak bisa balik mengerjai.
“Udah terbukti kan sekarang, siapa yang cupu?” ejeknya lagi.
“Leehan anjing!” ia merutuk tapi sebenarnya jauh di dalam hati ia mengakui bahwa disetubuhi depan belakang jauh lebih nikmat dari pengalaman konvensional yang ia miliki. Walaupun sempat ia tolak Leehan yang berusaha menciumnya tapi bukti nikmatnya adalah cukup sepuluh menit. Pijatan dari rektum Sungho sekaligus sodokan batang Leehan ia akui mampu membuatnya melayang. Meskipun perih berkedut dan lelah melanda setelahnya, Taesan pikir itu tidak terlalu buruk. Leehan tidak buruk.
“Gerak sayang!” Leehan memerintah.
Sebenarnya kini gilirannya menonton dua pria itu berlomba mengejar putihnya bersamaan. Tapi Taesan bahkan sudah tidak bernafsu apalagi bergabung untuk ronde kedua, ia benar-benar letih bahkan jika Leehan memberikan kesempatan untuk memasukinya, ia jelas tidak akan mengambilnya sekarang. Matanya berat, terlalu berat untuk sekedar terjaga. Tak lama kemudian, ia pun terpejam.
“ Kak Sungho capek?” tanya Leehan sembari duduk usai membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa pertempuran.
“Capek, tapi udah biasa", jawab pria berambut panjang yang telah lengkap memakai bajunya kembali.
Mereka berdua sepakat duduk bersama di sofa, mendudut rokok dari bungkusnya sebatang masing-masing. Tidak ada yang lebih indah dari bercengkerama bersama, apalagi dibarengi menghirup kepulan asap sambil meminum sisa alkohol yang tersisa.
“Kak, kamu bukan orang sini juga kan?” Leehan berbasa-basi membuka obrolan.
“Bukan sih", jawabnya.
“Orang mana?”
“Kasih tau nggak yah?” keduanya tertawa. Sejujurnya Leehan juga tidak serius dengan pertanyaan itu.
Leehan terus memandangi tubuh yang sudah tergeletak lemas di atas kasur, selintas Leehan kasihan dengan temannya itu, nampaknya dia kelewat lelah, tidurnya begitu nyenyak hingga dengkuran lirih terdengar dari mulutnya.
“Emang enak yah disandwich gitu?” tanya Leehan yang mungkin sedang memikirkan bagaimana tadi Taesan mendesah.
“Enak", jawab Sungho singkat.
“Kamu pernah?” tanyanya lagi.
“Pernah lah, mau gaya apa juga udah pernah, enak tau. Kamu mau coba?”
Leehan tertawa tidak bisa membayangkan bagaimana dia jika saja berada di posisi Taesan,”Sama siapa? Kamu kak?”
“Boleh, apa mau coba jadi pihak bawah dulu? Bisa kok aku jadi top, lagian punyaku gak kecil juga",
“Berarti harusnya cashback dong!”
“Lah kok cashback?”
“Kan kamu yang masuk, aku yang jadi receivernya, berarti kalau kita lanjut, aku harusnya dapat cashback",
Sungho tertawa nyaring,”Mana bisa yang udah dibayar dibalikin.”
“Haha, nggak kak bercanda", Leehan pun menggaruk kepalanya karena merasa lawakannya tidak lucu.
“Yah barangkali mau, lanjut aja sama dia", Sungho mengedipkan mata menunjuk pada Taesan yang terlelap cantik. “Kamu suka yah sama dia?" tanyanya yang tiba-tiba sok tau.
Leehan setengah menyunggingkan bibirnya. “Ahh nggak, yang tadi cuma kelewat napsu aja, lagian dia terus-terusan ngeledek aku cupu lah, noob, masih perjaka segala", jawabnya.
“Ohh..” Sungho hanya berekspresi begitu saja sambil menahan tawa. Masa sih nggak suka?
"Kalau suka bilang aja, keburu dia nanti malah dipacarin sama orang loh."
Leehan sudah tidak sanggup lagi menanggapi, disesapnya kuat-kuat rokoknya pura-pura tidak mendengar saran dari Sungho.
“Ya sudah aku pergi dulu yah, jamnya udah selesai. Makasih loh udah pake jasa aku. Kapan-kapan kalau kesini kita ketemu lagi". Sebuah ciuman hangat pun
mengakhiri perjumpaan mereka. Pria cantik itu pergi meninggalkan kenangan indah dalam semalam. Tentunya meski singkat ini bakal susah terlupakan, mungkin akan jadi cerita panjang berabad-abad antara dia dan Taesan nantinya.
“Kak makasih juga yah, nggak apa kan kakak pulang sendiri? Aku nggak bisa nganter soalnya, kasian Taesan kalau dia ditinggal. Sorry yah!”
“Nggak apa, deket inih kok."
Usai mengantar keluar pintu dan sekali lagi mencium Subgho, Leehan pun kembali.
Pura-pura cuek padahal peduli, Leehan mencuri pandang juga ke arah teman kerjanya yang masih berada di posisi yang sama. Ia duduk di sampingnya ambil beberapa tisu basah, hapus bekas-bekas perbuatan mereka yang belum sempat Leehan bersihkan. Kemudian ia pun ikut merebahkan diri, masih tetap dengan fokus matanya pada Taesan. Diam-diam ia perhatikan, sudah terlalu lama juga mereka bersama, ada pertanyaan-dugaan yang menganggu, apa setelah ini Taesan akan marah padanya, menjauhinya atau bersikap biasa seperti tidak terjadi apapun.
Di sela kekalutannya itu, Leehan teringat pertanyaan Sungho, ia tidak tahan untuk tersenyum dengan tetap lanjut selimuti Taesan yang nyenyak terlelap tanpa terganggu sedikit pun.
“Hmm suka lo ya San? Hal yang paling gue takutin. Harusnya gue bisa ngomong jujur sama lo dari lama, ternyata gue pengecut. Sekarang gue mungkin masih belum berani, tapi....."
“Nggak tau nanti",
end.