Work Text:
Cih.
Kaito berdecak kesal. Raut wajahnya semakin terlihat masam kala ia melangkah semakin jauh di tengah keramaian. Melihat ke sekelilingnya yang asing, pemuda berambut biru tua itu hanya bisa pasrah. Walau ia tak suka tempat bising, tapi kakinya tak bisa berhenti melangkah. Ia menghela nafas sekali sebelum akhirnya berhenti berjalan sejenak untuk melihat keadaan sekitar.
Hari ini terjadi sesuatu yang aneh di Empty Sekai. Sebuah cahaya terang berkedip beberapa kali ke seluruh penjuru, menyebabkan perpindahan dimensi yang tak diduga. Walau sebenarnya hal ini pernah terjadi sebelumnya, namun bukan berarti tidak ada yang terkejut akan apa yang telah terjadi setelah kejadian tersebut. Siapa yang akan menyangka bahwa cahaya aneh itu membawa kita ke tempat yang tak diketahui. Terlebih kali ini, tempat yang dihasilkan dari perpindahan dimensi itu adalah pusat perbelanjaan kota.
Dari semua tempat, inilah yang terburuk… Kaito mengutuk situasi dimana ia berada sekarang. Berbeda dari Miku dan yang lainnya yang tampak tak masalah untuk berjalan-jalan ke sekitar, Kaito tidak menikmatinya sama sekali. Mungkin bisa dikatakan Meiko dan Rin juga termasuk ke dalamnya. Meski tampak seperti anak hilang, Kaito tak berniat mencari siapapun. Ia lebih baik berjalan sendiri mencari jalan kembali ke Sekai daripada bertemu orang yang merepotkan.
Entah sudah berapa lama ia berjalan, tapi ia tetap tak menemukan tanda-tanda ia bisa pulang. Tak pula ia menemukan tempat sepi untuk istirahat. Pusat perbelanjaan di kota yang biasanya hanya ia dengar (menguping) dari percakapan Ena, Mizuki, Kanade, dan Mafuyu, tak pernah terbayangkan baginya kalau ia akan berada di tempat yang dimaksud saat ini juga. Menyesal dan menggurutu tak menghasilkan apapun, karenanya Kaito hanya akan terus berjalan sampai ia bisa tahu bagaimana cara kembali.
Mood Kaito semakin memburuk kala ia mengingat kebingungannya saat ini. Ia aman karena semua orang tengah berpencar, namun setiap jalan pasti ada persimpangannya. Membayangkan dirinya yang tengah tersesat lalu bertemu dengan sosok wanita berambut pink yang paling ia hindari setengah mati di tengah jalan dan akan mengolok-oloknya dengan senyuman puas yang menyebalkan membuat suasana hati pemuda itu kian parah. Ia dapat mendengar suaranya yang khas penuh ejekan jika ia tahu bahwa Kaito sudah lama berjalan tanpa tahu arah. Walau jelas hal pertama yang akan Kaito lakukan adalah tak memerdulikannya sebelum kepalanya sakit, namun ia tetap merasa kesal.
Di saat pikirannya dipenuhi hal-hal menyebalkan yang tak kunjung hilang, ia tak sempat memerhatikan langkah kakinya lalu menabrak seseorang. Suara ‘buk’ di dadanya sudah cukup menyadarkan bahwa ada seseorang di depannya. Saat ia melirik siapa yang tak sengaja ia tabrak, puncak kepala berambut pink yang familier yang ada di hadapannya spontan membuatnya membalikkan badan dengan cepat. Baru saja orangnya dipikirkan, tak ia sangka akan bertemu secepat ini. Entah harus se-apes apa lagi nasibnya kini. Lebih baik menghindar daripada mendapat masalah.
“Loh, Kaito-kun…?”
Suara khas wanita itu yang begitu lembut terdengar sampai ke telinganya, membuatnya semakin ingin cepat-cepat pergi. “Kebetulan sekali kita bertemu di sini, Kaito-kun mau kemana~?”
Baru saja ia melangkahkan kakinya sekali, sesuatu yang aneh terbesit di pikirannya. Suara yang tak asing di telinganya yang harusnya terdengar menyebalkan itu entah kenapa tidak seperti biasanya. Suara dengan nada rendah yang bagai berbisik, berbicara dengan begitu lambat. Tidak terdengar seperti yang ia ingat, suara itu justru seperti orang kelelahan. Wanita menyebalkan yang ia ingat biasanya penuh dengan emosi tajam bahkan dari nada suaranya, namun suara yang satu itu berbeda. Penasaran, Kaito pun melirik kembali ke perempuan berambut pink yang baru saja ia tabrak beberapa detik lalu.
“Wah, benar Kaito-kun ternyata. Eh, tapi…” Luka yang berdiri di depannya tampak kebingungan, sembari memerhatikan lelaki itu sejenak bagai menginspeksi. “…loh?”
Siapa dia? Tak hanya Luka, Kaito pun ikut bingung. Pasalnya, tak hanya suaranya, ternyata orang yang di hadapannya berbeda dari yang ia kira. Meski sama-sama memiliki rambut pink lurus yang panjang, namun semuanya selain itu benar-benar berbeda. Pakaiannya yang berwarna-warni tampak begitu mencolok, hiasan rambutnya yang bagaikan tanduk seekor hewan, sorot matanya yang tampak mengantuk, serta senyuman di wajahnya yang begitu samar, dari ujung kepala sampai ujung kakinya benar-benar asing bagi Kaito. Apakah ia benar-benar wanita menyebalkan yang ia kenal? Jangankan menyindir, Luka yang ada di depannya bagai tak memiliki tenaga untuk melakukan apapun.
“Kamu Kaito-kun, kan? Tapi kenapa terlihat ber….be….da……..” Baru saja melontarkan beberapa kata, Luka sudah langsung tertidur begitu saja. Yang lebih aneh lagi, ia bisa melakukannya sembari berdiri.
“Oi, bangun. Kalau bicara jangan tak jelas begitu.” Kaito mencoba untuk mengembalikan kesadaran Luka, namun kata-kata saja tampaknya tidak mempan. Ia lalu mengguncang tubuh gadis itu, yang akhirnya membuka kembali matanya, seperti baru bangun dari tidur yang lelap.
“…Ah, Kaito-kun…” Ia kembali menyebut nama pemuda tersebut. “Kaito-kun tampak berbeda, kenapa kamu berpakaian seperti itu…?” Luka terlihat agak kesusahan untuk menjaga kesadarannya, namun ia berhasil menyampaikan pertanyaannya meski terlihat mengantuk.
“Kaulah yang aneh. Kau itu siapa? Kenapa pakaianmu begitu?” Kaito tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya lebih lagi. Terlebih, tingkah laku aneh Luka membuatnya pusing. Berbicara begitu lambat dan terlihat mengantuk, namun sangat kontras dengan pakaiannya yang berwarna-warni yang begitu mencolok, bikin sakit mata.
“Aku? Aku Luka. Kaito-kun lupa…?” Gadis itu memiringkan kepalanya sedikit, tampak bingung. “Ah tapi… Kaito-kun juga terlihat asing. Kamu juga siapa?”
“Bukan urusanmu.” Kaito kembali membalikkan badannya, orang yang ada di depannya memang orang asing, bukan orang yang ia kenal, dan itu sempat membuatnya sedikit lega. Namun bukan berarti ia ingin berbicara dengan gadis itu meski ia bukanlah Luka yang ia ingat.
“Tunggu…” Luka menahan lengan pemuda itu dengan menarik bajunya sedikit, “Kalau begitu apa kamu melihat teman-temanku yang lain? Mereka memiliki pakaian yang mirip denganku.”
“Tidak. Cari sendiri saja sana.” Ucap Kaito begitu dingin, ia segera berjalan dengan sedikit tergesa-gesa agar segera menjauh dari gadis tak dikenal itu. Meski ia meninggalkan Luka dengan terburu-buru, namun ia dapat mendengar suara gadis itu sebelum sosoknya menghilang dalam keramaian, berkata ‘Baiklah, hati-hati di jalan ya…~’
---
Meski sudah cukup lama berjalan, namun ia tetap tak menemukan apa-apa selain berputar-putar di jalan yang sama. Kini ia cukup lelah mencari jalan pulang, dan berniat beristirahat di suatu tempat sepi. Hanya saja tidak ada tempat sesepi Sekai nya sendiri yang kosong tanpa suara apapun. Tempat penuh kehidupan seperti ini sangat tidak cocok dengannya, walau ia sendiri sebenarnya tidak memerdulikan apapun agar bisa tenang. Walau tak mau mengakuinya,Kaito mulai gelisah dan akhirnya pergi ke tempat yang cukup sepi agar bisa duduk sebentar.
Di saat ia pikir akhirnya dirinya bisa bersantai sendirian, di jalan lagi-lagi Kaito bertemu dengan sosok yang ia hindari. Bedanya, kali ini ia sangat mengenal sosok gadis berambut kuning dengan pakaian abu-abu yang mirip dengannya. Meski setidaknya lebih baik dari perempuan yang ia hindari, namun Rin tetaplah sosok yang tak mau ia temui saat ini. Kaito lebih memilih sendirian dan beristirahat dengan damai.
“Kaito.” Belum sempat pemuda itu menghindar, Rin telah memanggil namanya lebih dulu. Meski tak ada tanda-tanda menyapa dengan hangat, Rin terlihat seperti ingin bertanya sesuatu. “Kau juga tersesat?”
“Kau sendiri?”
Rin hanya terdiam, mengisyaratkan tanda iya. “Kau melihat Meiko atau Miku?”
“Tidak.” Jawab Kaito singkat.
“Begitu, ya.” Rin menghela nafas, sepertinya ia juga terlihat lelah.
Kaito dan Rin terdiam sejenak, terlihat agak canggung, meski sudah biasa tidak mengobrol sama sekali di dunia asal mereka. Tampak menyerah, Kaito pun mencairkan suasana dengan bertanya sesuatu. “Kau tahu cara kembali pulang?”
Rin hanya menggelengkan kepalanya, “Tidak. Sudah dicari, tapi tak ada.”
Kaito mendecakkan lidahnya, tampak semakin pusing. “Ya sudah kalau begitu.”
Kala melihat Kaito seperti hendak beranjak, Rin memanggilnya sekali lagi. “Kaito mau kemana?”
“Cari tempat istirahat.”
Jawaban singkat yang ia berikan sembari melangkah pergi, Kaito terlihat semakin jauh ke arah yang berlawanan dari jalan ia datang tadi. Rin hanya memandanginya dalam diam, tak berniat berkomentar apa-apa.
Keluar dari pusat keramaian, tak jauh dari tempat perbelanjaan terdapat sebuah taman yang luas. Meski banyak orang, tapi taman itu tidak seramai tempat lain. Setidaknya ia bisa beristirahat sejenak melepas penat setelah lelah berjalan berputar-putar tanpa tahu harus kemana.
Sembari mencari tempat duduk yang kosong dan jauh dari jangkauan siapa saja, dari tempatnya berjalan, Kaito kembali melihat sosok yang tidak asing. Rambut pink panjang yang familier itu terlihat di sebuah bangku taman, sendirian tanpa siapa-siapa di sampingnya. Sebelum mendekat atau membalikkan badan, Kaito memfokuskan penglihatannya untuk melihat siapa sosok yang ada di sorot matanya tersebut. Ia kini tahu bahwa ada Luka lain yang eksis di suatu Sekai, tapi sosok asing itu juga tidak membuatnya familier sama sekali. Setelah memastikan kalau Luka yang ada di bangku itu bukanlah Luka yang ia ingin hindari, barulah ia mendekat untuk melihat apa yang sedang gadis itu lakukan.
“ZZZ….” Namun apa yang Kaito temukan justru sesuai perkiraannya. Luka berbaju mencolok yang tak sengaja ia tabrak tadi tengah terlelap di bangku taman dengan tangannya sebagai bantal, bersender di tangan bangku. Ia bagai tidak merasa ada beban sama sekali dalam hidupnya ketika melihat raut wajah tidurnya yang begitu nyenyak. Bahkan jika ada suara bising anak-anak atau hewan menggonggong pun ia terlihat tidak akan bangun sama sekali. Melihatnya saja sudah membuat Kaito heran tak berkesudahan. Ia merasa baru kali ini melihat ada orang yang hidup senyaman itu sementara dirinya sendiri tengah pusing karena tersesat.
Pemuda itu sedikit bingung, antara meninggalkannya sendirian atau membangunkannya dan bertanya kenapa ia bisa berada di situ. Tapi ketika Kaito hendak memberinya selimut agar ia tidak kedinginan, ia baru sadar bahwa kini ia tengah berada di tempat asing. Sebelumnya ketika Miku dan yang lainnya tengah tertidur di Sekai, Kaito akan menyelimuti mereka diam-diam agar mereka tidak kedinginan. Dari pada pusing dengan sesuatu yang tidak ada, Kaito memilih duduk di sampingnya setelah ia melihat tidak ada bangku taman kosong lain selain di tempat Luka.
Ketenangan yang sudah lama ia tak rasakan semenjak ia tersesat di tempat yang tak diketahui tersebut membuat suasana hati pemuda itu perlahan membaik. Meskipun yang ada di sampingnya adalah Luka, namun ia bukanlah Luka yang tak ia sukai, sehingga duduk di sampingnya yang tengah tertidur begitu tenang tidak membuat Kaito kesal sedikitpun. Harus ia akui bahwa ini adalah pengalaman teraneh yang ia rasakan. Tak pernah terbayangkan dalam benaknya akan ada suatu masa ketika ia bisa berlama-lama dengan Luka, terlebih karena ia tak pernah menyukai apapun yang dilakukan gadis itu. Mungkin karena yang ada di sampingnya adalah Luka yang berbeda, yang tak banyak bertingkah aneh dan lebih banyak tidur, entah kenapa membuat Kaito merasa nyaman.
Mungkin saking nyamannya, perlahan Kaito merasakan pelupuk matanya begitu berat. Tenaganya terasa semakin ringan, dan tubuhnya seperti meronta ingin beristirahat. Setelah berjalan memutar-mutar di jalan keramaian, Kaito merasakan lelah yang membuatnya mengantuk, mungkin efek dari duduk di sebelah Luka yang tengah tertidur. Tak bisa melawan kantuk, Kaito pun memejamkan kedua matanya, dan terlelap dalam posisi duduk, tak jauh dari Luka berada.
Entah sudah berapa lama Kaito tertidur, setelah kesadarannya kembali, ia lalu membuka kedua matanya perlahan. Dalam penglihatannya yang masih samar-samar, Kaito merasakan tubuhnya tampak miring ke samping. Merasa ada yang aneh, ia berusaha mengumpulkan nyawa agar bisa segera bangun.
“Ah, selamat pagi…~” Suara lembut yang terdengar pelan tersebut menjadi hal pertama yang ia dengar setelah bangun tidur. Kala mendapati dirinya tengah tertidur dengan kepala bersendar di bahu seseorang, Kaito segera menegakkan tubuhnya dengan kesadaran yang mulai kembali. “Apakah tidurmu nyenyak?”
Belum bisa membaca situasi, Kaito hanya terdiam sembari mengamati dirinya dan gadis yang ada di sampingnya tersebut. Dalam beberapa menit, ia baru menyadari bahwa dirinya tengah tertidur sambil bersandar di bahu Luka. Seketika ia terlihat masam akan apa yang tengah terjadi.
“Ada apa? Apa kamu bermimpi buruk?” Luka yang khawatir memandangi Kaito sejenak. Sementara lelaki itu justru masih tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan.
Menunggu jawaban, Luka juga ikut terdiam. Sadar bahwa suasana terasa sangat canggung, bahkan lebih canggung dari saat ia bersama Rin, Kaito memalingkan wajahnya yang pucat sebelum akhirnya ia bisa berkata sesuatu. “Lupakan apa yang baru saja terjadi.”
Ia pasti diolok lagi, begitulah yang dipikirkan Kaito. Karena terbiasa dengan segala tindak-tanduk tak menyenangkan Luka di dunianya, Kaito sampai lupa siapa yang ada di sampingnya saat ini. Ketika ia masih berkutik sama pikirannya, Luka hanya mengangguk pelan sembari membalasnya dengan senyuman lembut terlukis di wajahnya. “Baiklah.”
Lagi-lagi Kaito terdiam. Dan senyum Luka kembali digantikan dengan kebingungan. Keanehan yang ia rasakan sudah cukup membuatnya pusing. Entah karena efek lelah atau apa, tapi Kaito tak terbiasa dengan Luka yang ia temui hari ini, yang membuatnya bisa menurunkan kewaspadaannya yang biasa ia pasang kala ia berdekatan dengan gadis berambut pink itu. Perasaan nyaman yang aneh yang ia rasakan justru membuatnya gelisah, sehingga ia cepat-cepat berdiri dari tempat duduknya dan segera pergi.
“Kaito-kun,” Panggilan Luka kala ia melihat Kaito hendak melangkahkan kakinya spontan membuat Kaito berhenti sejenak. “Sampai jumpa lagi, jangan lupa istirahat yang cukup~” ucapnya sembari melambaikan tangannya pelan.
Setelah melirik ke arahnya sejenak, Kaito langsung melenggang pergi meninggalkan Luka yang masih memandanginya dari jauh. Kaito merasa kalau ia terus berada di sana, ia akan semakin merasa keanehan yang lebih parah lagi.
“Loh, Luka ternyata di sini?”
Suara yang dikenalnya membuat Luka sontak melihat ke belakangnya. Ia mendapati sosok Kaito yang ia kenal berjalan mendekat, sepertinya sehabis pergi dari suatu tempat. “Ah, ini baru Kaito-kun~”
“Hm? Apa yang kamu bicarakan?” Kaito tampak bingung, yang mana dibalas Luka dengan gelengan kepala.
“Kaito-kun kenapa bisa ada di sini?”
“Aku dari tadi mencari kalian semua, tapi aku hanya bertemu Miku, Rin, Len, dan Meiko. Kami sempat berpencar kemana-mana mencarimu, tak disangka ternyata kamu ada di sini.” Ucap Kaito sembari menunjukkan raut wajah lega.
“Aku tertidur di sini, nyenyak sekali.”
Kaito tertawa kecil mendengar jawaban Luka, “Sudah kuduga. Ayo kita kembali, Miku dan yang lainnya sudah menemukan cara untuk pulang, jadi kita bisa kembali melanjutkan pertunjukkan kita tadi.”
“Oh, syukurlah. Untung aku sudah beristirahat sejenak.” Luka lalu berdiri, lalu berjalan di samping Kaito, menuju ke tempat teman-temannya yang lain berada.
“Ngomong-ngomong,” sembari berjalan, Kaito pun menyangakan sesuatu yang sempat membuatnya penasaran sebelum ia memanggil Luka tadi. “Kamu melambaikan tanganmu pada siapa, Luka? Apa kamu bertemu dengan Tsukasa dan yang lainnya?”
Luka menggelengkan kepalanya pelan, lalu terkekeh kecil. “Bukan, aku habis bertemu dengan seseorang yang menarik.”
“Menarik?”
“Kapan-kapan akan kuceritakan pada Kaito-kun~”
Mendengar jawaban usil Luka yang tak seperti biasanya, Kaito semakin penasaran dengan sosok orang tersebut. Tapi sebelum ia sempat bertanya lebih lanjut, Miku dan Rin sudah lebih dulu memanggil mereka berdua dari kejauhan dengan suara ceria yang keras.
---
Setelah Kaito bertemu dengan Miku lalu ia memberitahukan bahwa mereka sudah bisa kembali ke Sekai, Kaito pun merasakan kelegaan dari lubuk hatinya, meski tak tergambar jelas di wajahnya. Kembali ke tempat yang tenang diisi kesunyian justru lebih membuatnya nyaman lebih dari apapun. Meski tak banyak kejadian yang berlalu, namun hari ini ia cukup menjadi aneh. Dan hal itu sukses membuatnya tidak tenang.
Ketika ia ingin menyendiri seperti biasanya di suatu sudut, sosok Luka telah berdiri di hadapannya sembari menunjukkan senyum penuh makna. “Wah, tampaknya jalan-jalan hari ini menyenangkan, ya? Wajahmu terlihat cerah tidak seperti biasanya.”
Suara yang sangat ia kenal itu menghentikan langkah Kaito. Meski suaranya sama dengan Luka yang tadi ia temui, namun nada suaranya berbeda. Diperhatikannya Luka sejenak untuk memastikan siapa sosok yang tengah berada di hadapannya saat ini. Padahal ia seharusnya tahu, tapi setelah ia bertemu dengan Luka yang lain, Kaito jadi hampir tak bisa membedakan Luka mana yang ada sekarang.
Melihat tingkah aneh Kaito, Luka menatapnya dengan sorot mata bingung. “Loh, ada apa?”
“Tak ada apa-apa.” Kaito memasang raut wajah masamnya seperti biasa, lalu cepat-cepat pergi dari hadapan Luka. Saat ia melewati Luka, lelaki itu dapat mendengar suara kikihan penuh ejekan yang mengesalkan seperti biasa.
Padahal keduanya sama-sama memiliki rambut pink lurus yang panjang, wajah mereka dan tinggi badan pun sama, tapi sikap dan tingkah laku yang berbeda jauh membuat Kaito sempat bingung. Sembari berjalan ke tempat yang dituju, Kaito kembali teringat dengan Luka yang ia temui di pusat perbelanjaan hari ini. Sikap lembut dan kalem tak biasanya berhasil membuat Kaito kepikiran. Dan lebih anehnya lagi, ia justru masih ingat dengan perkataan terakhir Luka saat ia meninggalkan gadis itu di taman.
“Sampai jumpa lagi, jangan lupa istirahat yang cukup~”
Padahal ia tahu bahwa mungkin pertemuannya tadi hanyalah kebetulan, dan mereka tak akan bertemu kembali setelah kembali ke dunia masing-masing. Namun anehnya, Kaito merasakan sesuatu yang hilang kala ia mengingat perkataan tersebut.
“Cih, merepotkan saja.”