Work Text:
Udah hampir setahun mereka tinggal bareng akibat pernikahan hasil perjodohan. Tepatnya, sudah genap sepuluh bulan Kaiser tinggal bersama Yoichi. Dalam sepuluh bulan itu juga, Kaiser jadi mengetahui kebiasaan buruk Isagi yang tidak disangka-sangka, suka sekali menahan pipis. Kalau dilihat sih kemungkinan alasanya karena tidak mau meninggalkan laptopnya, hpnya, tontonannya, atau apapun itu yang Yoichi kerjakan.
Biasanya, kalau sudah menahan pipis begitu, Yoichi akan menggoyang-goyangkan kakinya atau mengetukkan kakinya ke lantai dengan cepat. Atau terkadang, Isagi menggigit bibirnya, merapatkan kakinya, atau mengetukkan tangannya pada benda di sekitarnya. Pokoknya kegiatan mengalihkan perhatian.
Padahal tinggal ke toilet saja sebentar.
Awalnya Kaiser tidak tahu kalau tindakan Yoichi itu adalah tanda ia sedang menahan pipis. Ia baru tahu setelah bertanya pada Ibu mertuanya alias mamanya Yoichi kemarin malam. Mama Yoichi berkata ia lupa memberitahu Kaiser karena toh nanti Kaiser akan tahu sendiri. Mama Yoichi juga diberi pesan untuk selalu mengingatkan Yoichi ke toilet ketika sudah menunjukkan tanda-tanda aneh. Karena jika sudah terlalu sering menahan pipis, Yoichi akan mengeluh sakit perut dan pusing.
"Yoichi, ke kamar mandi sana," sahut Kaiser pelan dari arah dapur sambil menyeduh kopi.
Yoichi yang masih duduk fokus di depan laptop di lantai ruang tamu hanya menggumam singkat. "Iyaa," katanya. "Sebentar."
Kaiser hanya menaikkan bahu abai dan mengiyakan. Paling juga sebentar lagi pergi.
Akan tetapi, setelah Kaiser selesai menyeduh segelas kopinya, Yoichi juga tidak kunjung berangkat. Kaiser menaikkan alis heran. Apa enaknya mengerjakan tugas sambil menahan pipis?
Kaiser lalu duduk di sofa belakang Yoichi dan mengamati dalam diam. Hingga ia menemukan film yang menarik untuk ditonton pun, Yoichi tidak kunjung beranjak.
Kaiser lalu menyenggol lengan Yoichi dengan kakinya. "Ke kamar mandi sana."
Namun, tentu saja diabaikan oleh Yoichi.
Tak lama kemudian, barulah Yoichi bereaksi. "OKE SELESAI!"
Seruan kencangnya cukup membuat Kaiser terkejut. "MIHYA TOLONG SAVE IN PPT KU AKU KEBELET!"
Yoichi pun berlari kencang menuju kamar mandi. Kaiser hanya menggeleng-gelengkan kepala.
-------------------------------------------
Setelah diingat-ingat kembali, tidak satu dua kali itu terjadi dan kejadian waktu itu juga bukan terakhir kalinya. Dalam seminggu ini, sudah terhitung empat kali Yoichi menahan pipisnya karena terlalu fokus pada hal yang dikerjakannya. Setelah diberitahu oleh ibu mertua, Kaiser jadi lebih memperhatikan Yoichi sampai-sampai ia hitung dalam hati.
Dan diingat-ingat lagi, beberapa kali ketika menahan pipis, Yoichi selalu mengeluh sakit perut. Tetapi ketika diberitahu atau diingatkan, Yoichi hanya menjawab "iya-iya" atau merengek "sebentar lagi, tanggung". Dasar bebal.
Seperti saat ini.
Mereka berdua sedang di atas kasur sekarang. Kaiser dengan laptopnya yang berisi sisa-sisa pekerjaan sedangkan Yoichi dengan game di ponselnya. Dari sudut matanya, Kaiser bisa melihat kaki Yoichi bergoyang cepat.
Hhh, mulai . Batin Kaiser.
Karena masih tenggelam dalam pekerjaannya, Kaiser hanya menyenggol kaki Yoichi lalu berkata, "Ke kamar mandi, Chi".
"Hmm, iyaa, bentar ini mau menang."
"Kalau nahan pipis nanti sakit perut loh." Kaiser melirik singkat untuk melihat reaksi Yoichi.
Tapi, makhluk buntalan lucu disebelahnya ini hanya menggunam random dan tetap bermain game. Dengan begitu, Kaiser 100% yakin kalau Yoichi memang sengaja melakukannya walaupun sudah tahu resikonya.
Kaiser menutup laptopnya bersamaan dengan Yoichi yang tampak telah menyelesaikan gamenya. Namun, bukannya beranjak ke toilet, Yoichi malah terlihat membuka aplikasi lainnya di ponselnya.
Kaiser menaikkan alisnya heran. Yoichi sengaja?
Mungkin efek karena sudah lama tidak iseng (karena sibuk bekerja), Kaiser jadi punya ide sinting. Kaiser punya ide bagaimana cara membuat Yoichi jera.
Ia ambil ponsel Yoichi dari genggamannya dan meletakkannya di nakas. Lalu, Kaiser duduk di atas tubuh Yoichi dan mengukung badan suami kecilnya itu.
Kaiser menatap Yoichi tajam. Yoichi yang mau marah karena ponselnya diambil jadi tidak jadi marah. "A—apa?"
Kaiser hanya diam saja.
Diingat lagi, setelah honeymoon , belum pernah mereka berhubungan badan lagi. Alasannya karena Kaiser yang sibuk mengurus kantornya dan Yoichi yang sibuk dengan kegiatan kuliah, organisasi, dan kepanitiaan. Ya… intinya mereka sama-sama sibuk.
Jadi melihat Kaiser yang tiba-tiba mengurungnya begini, Yoichi jadi terkejut setengah mati. Apa ini saatnya Kaiser meminta jatah dan diberi jatah? Maksudnya, setelah honeymoon itu, suaminya memang tidak pernah mengungkit-ungkit soal berhubungan badan secara gamblang. Paling jauh mereka hanya tidur berpelukan atau ciuman.
Tapi kalau sekarang diajak pun Yoichi juga tidak menolak sih.
Setelah diam yang cukup lama, akhirnya Kaiser mendekatkan wajahnya pada Yoichi. "Chi, buka mulut."
"H-hah?"
Ini Kaiser mau menciumnya? Batin Yoichi.
Yoichi menurut dan membuka mulutnya sedikit. Ia tidak menyadari bahwa saat ini, Kaiser tengah mengambil sebotol air minum di nakas sebelahnya dan membukanya dengan satu tangan.
"Lagi."
Maksudnya lebih lebar lagi kan? Anehnya, Yoichi seperti tersihir dan menurut saja.
Sedetik kemudian, Yoichi melotot karena tangan Kaiser tiba-tiba mencengkram rahangnya—menahan mulutnya untuk tetap terbuka—dan terasa ada air yang tiba-tiba memaksa masuk ke mulutnya.
"Nngh!" Yoichi terbatuk berusaha mengelak hingga air tumpah membasahi dagu, leher, dan bajunya.
Tapi tenaga Kaiser ini besar sekali sehingga Yoichi tidak bisa melawan banyak. Pukulan dan dorongan Yoichi pada Kaiser sama sekali tidak menimbulkan hasil. Cengkraman Yoichi pada tangan Kaiser pun tidak membuatnya bergeming. "Telan, Chi."
Akhirnya ia terpaksa menelan air yang masuk ke mulutnya setelah beberapa kali tersedak dan menyesuaikan diri.
Setelah air di botol itu habis tidak bersisa, Kaiser melepaskan cengkramannya dari rahang Yoichi. Kaiser memasang tutup botolnya dan meletakkannya kembali di atas nakas. Di bawahnya, Yoichi sibuk terbatuk dan mengusap dagunya.
"Apaan sih?!"
Kaiser hanya diam saja. Ia malah terpaku dengan wajah marah Yoichi yang galak tapi tetap terlihat menggemaskan. Dahinya berkerut lucu, pipinya yang sedikit tembam memerah karena emosi, dan bibirnya mengerucut. Kaiser tahu kalau suaminya ini memang cantik dan menggemaskan. Tapi, ia baru tahu kalau ekspresi marahnya juga menggemaskan karena Kaiser belum pernah Yoichi marah sebelumnya.
Sepanjang pernikahan mereka selama sepuluh bulan ini, mereka sama-sama fokus membuat satu sama lain nyaman dengan kehadiran masing-masing. Mereka ini awalnya adalah dua orang asing yang tinggal bersama karena tiba-tiba dijodohkan dan menikah. Waktu empat bulan sebelum pernikahan tidak cukup untuk mereka saling mengenal. Jadi, setelah pernikahan, mereka lebih fokus mengenal lebih jauh satu sama lain sehingga setidaknya, mereka bisa menjadi teman baik.
Jadi, intinya, selama ini Kaiser belum pernah melihat ekspresi marah Yoichi. Paling jauh ekspresi kesal dan sedih. Itupun karena masalah kampus.
Kaiser jadi penasaran dengan eskpresi lain Yoichi.
Tanpa sadar, tatapannya menggelap. Kaiser ingin tahu bagaimana ekspresi Yoichi yang menangis di bawahnya.
-------------------------------------------
Setelah tindakan tidak terpuji Kaiser mencekokinya sebotol air setengah liter, pria itu hanya memandangi Yoichi dalam diam. Yoichi tidak habis pikir. Selama ini, suaminya itu perasaan bukan orang yang menyebalkan begini. Ya, kadang iseng sih dikit. Tapi, Kaiser tidak pernah berbuat sesuatu yang tidak masuk akal padanya hingga membuatnya marah.
Sekarang Yoichi benar-benar marah dan kesal. Lupakan alasan suaminya itu. Saat ini Yoichi lebih ingin ke toilet. Sejak tadi sebenarnya ia sudah kebelet. Tapi malas saja pergi dari kasur. Kebetulan gamenya juga terlalu seru untuk ditinggalkan. Ditambah ada sensasi aneh—yang ia sendiri tidak mengerti—ketika sedang menahan pipis.
Tapi bukan itu poinnya. Sekarang, ia super duper kebelet dan ingin pipis.
"Minggir!"
Yoichi hendak beranjak bangkit dari tidurnya. Tapi Kaiser tetap diam saja di atasnya, mendudukinya. Yoichi jadi tidak bisa bergerak banyak.
Hampir semenit Yoichi melakukan perlawanan dan berseru menyuruhnya minggir. Tapi Kaiser tetap diam di posisinya, menandangi wajahnya dengan tajam seolah-olah ada sesuatu di wajahnya.
"Mihya! Kamu kenapa sih?!"
Sumpah, kalau ternyata Kaiser memang sedang ingin menjahilinya, please jangan sekarang. Saat ini Yoichi sedang sangat kebelet! Ia akan meladeninya nanti, tapi jangan sekarang!
"Mihya! Kebelet! Minggir dulu!"
Tapi tubuh Kaiser tetap tidak bergeming. Sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda menjauh.
"Anjing, Mihya!"
Tangan Kaiser menyentil mulut Yoichi pelan. "Mulutnya."
"Lagian kamu sih!"
Bukannya menanggapi Yoichi, jemari Kaiser kemudian malah bergerak menuju dahinya yang berkerut, mengelusnya dengan telunjuk, lalu menyeret telunjuknya turun menuju ujung hidungnya. Yoichi merasakan jari Kaiser bermain-main di atas wajahnya. Kaiser mengelus pipinya, mencubitnya pelan, lalu mengusap bibirnya. Sentuhannya sangat lembut dan halus, halus sekali hingga memberinya sensasi lain yang Yoichi tidak pernah rasakan sebelumnya.
"Mihya geli! Nanti lagi dong, mau ke kamar mandi plis, minggir dulu. Aku gak bisa bang— ungh !"
Ibu jari dan telunjuk Kaiser memaksa masuk ke dalam mulutnya. Yoichi mencengkeram tangan Kaiser. Ia jadi semakin kebelet!
Tunggu, ini bukan kebelet. Tapi terangsang. Yoichi terangsang karena jari Kaiser.
Ahh. Malu! Jangan sampai Mihya tau.
Yoichi bisa merasakan dua jari Kaiser yang asik mempermainkan bagian dalam mulutnya. Kaiser mengelus permukaan lidahnya dengan telunjuk secara perlahan dan sensual. Kemudian, ia juga bisa merasakan telunjuk Kaiser menekan lidahnya dan bergerak semakin masuk menyentuh bagian yang lebih dalam lagi. " Ahng …! Mh—hyaa!"
Seolah belum puas, Kaiser mengganti ibu jarinya dengan jari tengah yang lebih panjang. "NGHH!"
Walaupun sudah menahan tangan Kaiser dengan dua tangan, suaminya tidak kunjung menjauh. Jari telunjuk dan tengah Kaiser malah semakin dalam masuk ke mulutnya. "Ughh." Telunjuknya menggoda langit-langit mulutnya sedangkan jari tengahnya menggoda lidahnya.
Mata Yoichi bergulir ke atas. Yoichi tidak bisa! Terlalu sensitif!
Bagian bawahnya sensitif. Mulutnya sensitif. Geli. Enak. Sakit. Semua bercampur aduk membuatnya pusing. Ia tidak sanggup. Rasanya tubuhnya yang memang sudah terlahir sensitif, semakin sensitif dan terasa aneh.
Melihat itu, Kaiser berdebar kencang dan semakin ingin memainkan mulut Yoichi. Yoichi-nya itu sensitif sekali lidahnya. Maka, ia tekan sepanjang jarinya pada lidah Yoichi lalu bergerak keluar masuk.
"Anghh!" Liur mulai menetes dari sudut bibir Yoichi.
Padahal baru jari. Bagaimana ya kalau penis Kaiser yang masuk?
Tapi itu bisa lain waktu.
Merasakan jemari Kaiser keluar masuk di mulutnya, matanya terpejam erat. Yoichi panik sekali! Tidak pernah ia dibeginikan dan merasakan sensasi aneh ini sebelumnya. Sekuat tenaga ia menahan diri, terlebih nenahan pipis yang rasanya sudah diujung sekali.
"Mh—hya, lwephass! Lhwephas ulu lliss."
Mihya lepas, lepas dulu plis.
Kalimat yang diucapkan dengan tidak jelas itu malah terdengar sangat merdu di telinga Kaiser. Ditambah ekspresi panik Yoichi di bawahnya membuatnya sedikit terangsang. Kaiser bisa merasakan bagian bawahnya berkedut dan mengeras.
Tahu gitu, dari kemarin-kemarin ia beginikan Yoichi.
Yoichi semakin panik ketika membuka mata dan melihat tatapan pria di atasnya ini sangat gelap lengkap dengan smirknya yang penuh obsesi. Ditambah tangan Kaiser yang lain mukai bergerak mengangkat kaosnya dan mengelus permukaan dadany—tunggu apa?! Yoichi melotot. "NGH NO! Ahh jannh—ngan dada!"
Jangan sekarang! Tubuhnya sudah super duper sensitif. Rasanya bisa-bisa Yoichi mengompol saat ini juga. Tapi, Kaiser abai dengan ekspresi horor wajah Yoichi dan malah menyeret sapuan telapak tangannya dari dada menuju bagian bawah perutnya.
Dan menekannya.
Mata Yoichi menjuling. "Ngghh!"
Hampir, hampir saja ia keluar saat itu juga. Entah urine ataupun yang lain.
"Fuck," umpat Kaiser. Sekali lagi, ia menekan perut bawah Yoichi.
"Aanhhgg!" desah Yoichi panjang. "N—no hh! M—hya n-noo!"
Tetapi, Kaiser tetap menekan perutnya. Sekali. Dua kali. Hingga tenaga Yoichi habis untuk menahan pipisnya. Tangan yang sebelumnya mencengkram tangan Kaiser pun telah berganti memegangi penisnya dan menutup lubangnya sebab ia takut tiba-tiba kelepasan pipis.
Butuh waktu untuk Yoichi meraih fokusnya kembali. "Ungh, Mh-hya, maff ungh hiks ngghir ulu yahh pwiish?"
Mihya maaf, minggir dulu, ya, please.
Kaiser menggigit bibirnya. Rasanya tidak tahan. Dibawahnya, Yoichinya berantakan, wajahnya memerah, mulut yang menerima jarinya dengan baik, liur yang mengalir, mata berkaca-kaca dengan pandngan tidak fokus, dan tangan yang putus asa menggenggam penisnya sendiri karena takut mengompol.
Ahh. Yoichinya terlalu menggemaskan.
Rasa jahilnya sudah berubah menjadi sesuatu yang lebih jahat. Ia sangat-sangat ingin merusak Yoichi sekarang. Ia ingin memaksa suami kecilnya itu mengeluarkan ekspresi-ekspresi lain yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Bahkan belum pernah Yoichi sendiri buat.
"Ichi-ku malam ini gak boleh ke kamar mandi, oke sayang?" bisik Kaiser lembut tepat di telinga Yoichi, kontras sekali dengan jarinya yang semakin kasar memainkan mulut Yoichi. "Yoichi udah nakal akhir-akhir ini. Jadi, kita di sini aja, main, sampai aku puas. Kay?"
Tatapan Yoichi semakin horor melihat senyum menyeramkan Kaiser.
Kaiser akhirnya mengeluarkan jemarinya. Ia secara tersirat, memerintahkan Yoichi untuk menjawab. Tangannya beralih menahan kedua tangan Yoichi di sisi tubuhnya, meninggalkan penis yang berkedut hebat akibat Yoichi sekuat tenaga menahan pipisnya.
Merasa kecil dan tidak bisa melawan, "Ichi ada salah, ya...? Maaf Mihya, hiks, nanti Ichi minta maaf tapi Ichi ke kamar mandi dulu, ya, Mihyaa?"
Kaiser tertawa melihat Yoichi yang malah meminta maaf padanya.
"Emang Ichi tahu salahnya dimana?" tanya Kaiser sambil mengelus telapak tangan Yoichi yang sensitif. Terbukti dari tubuhnya yang menegang dan matanya yang langsung terpejam erat.
Enggak . Yoichi gak tahu. Jadi Yoichi diam.
Sekarang Yoichi lemas dan lelah sekali rasanya. Ia lelah menahan rangsangan sentuhan Kaiser yang memabukkan di telapak tangannya sambil menahan urine keluar dari kemaluannya. Yoichi terengah-engah.
Kaiser mengulum senyum. Ia mencium bibir Yoichi dalam. Ia lumat kedua belah bibirnya dengan kasar hingga Yoichi semakin merapatkan kakinya.
Kaiser jadi penasaran sampai mana suaminya ini bisa menahan pipis dengan segala rangsangan yang ia berikan. Ia menggigit bibir bawah Yoichi secara perlahan hingga Yoichi mengaduh, lalu menelusupkan lidahnya ke dalam.
"Ngh!" Yoichi melenguh merasakan lidah Kaiser mengacak-acak mulutnya. Kaiser tidak pernah menciumnya sekasar ini sebelumnya. Jadi, ia tidak tahu harus apa selain pasrah dengan permainan lidah Kaiser dan mendesah.
Kaiser kemudian melepaskan kedua tangan Yoichi dari genggamannya. Suaminya itu langsung memeluknya dan meremas rambut serta pakaiannya. Ia tersenyum senang.
Tangannya beralih mengelus sisi tubuh Yoichi, menuju pinggang, lalu pahanya dan meremasnya. " Nghh, Hya!" pekik Yoichi di sela-sela ciuman mereka.
Dengan paksa ia lebarkan kaki Yoichi, lalu menyelipkan kakinya di sela-selanya. Kaiser mengabaikan tepukan keras di punggungnya dan beralih menggendong Yoichi paksa. Dengan tetap berciuman, Kaiser membawa suaminya itu duduk di depan cermin di sudut kamar.
Akhirnya Kaiser menyudahi ciumannya.
Yoichi terengah-engah. Tubuh lemasnya ia tumpukan pada tubuh suaminya dan tangannya berpegangan erat pada bahu. Harusnya saat ini ia bisa bergerak menjauh lalu berlari ke toilet. Tapi rasanya tubuhnya sudah tidak memiliki tenaga lain selain untuk menahan diri tidak mengompol.
Kaiser yang menyadari Yoichi sekarang cuma bisa pasrah, tersenyum puas. Ia melucuti pakaian suaminya hingga telanjang bulat lalu ia memposisikan paksa tubuh polos Yoichi menghadap cermin. Yoichi reflek menutupi wajahnya. Malu sekali! Mengetahui itu, ia raih kedua tangan Yoichi dan menahannya dengan satu tangan.
Malam masih sangat panjang. Permainan mereka masih bisa berjalan dengan sangat lama. Oleh karena itu, Kaiser akan memainkan tubuh Yoichi dengan sangat perlahan.
Kaiser menciumi leher Yoichi, mengendus aroma khas tubuh Yoichi, lalu menggigit bahunya. Sambil memberi tanda keunguan, ia mengelus sisi wajah Yoichi. "Ichi sayang, udah tahu salahnya dimana?"
Yoichi tidak kunjung menjawab karena sibuk mendesah dan mengeluh kegelian.
Elusan jemari Kaiser lalu turun hingga bahu dan lengan Yoichi. Kemudian ia bergerak mengelus dada Yoichi, melingkari putingnya, dan turun ke perutnya. Ia mengelus-elus perut lembut Yoichi yang cukup berotot hasil olahraga di UKM bola dengan penuh sayang.
Kaiser lalu menyadari kalau penis Yoichi berkedut ketika jemarinya mengelus bagian bawah pusarnya.
Ahh, titik sensitif Yoichi lainnya.
"Unghh." Yoichi mengeratkan genggamannya pada tangan Kaiser.
Kaiser mengelus garis perutnya ke bawah hingga bulu pubis. Lalu turun ke kemaluan Yoichi.
Yoichi kembali panik dan berusaha menggapai tangan Kaiser walaupun gagal. "Jang- ahh ! Janhngann Mihya! Anghhh!"
Penis Yoichi terasa kecil di genggamannya. Ia memainkannya lembut dengan tangannya. Mengelus dan mengurutnya perlahan. Tapi, dengan kedua kaki Yoichi yang merapat sangat menggangu kegiatannya.
Karena itu ia lepaskan dulu penis Yoichi dari genggamannya dan menaksa kaki Yoichi untuk melebar. Ia posisikan Yoichi mengangkang menghadap cermin, lalu ia tahan posisi Yoichi dengan kedua kakinya.
Ah! Malu! Yoichi rasanya malu sekali. Ia tidak berani membuka matanya karena ia yakin pemandangan di depannya adalah tubuh telanjangnya yang sangat terekspos.
"Ichi pasti sekarang kebelet pipis ya?" tanya Kaiser lembut. Ia menciumi pucuk kepala Yoichi dan mengelusnya.
Telat! Udah dari tadi kebeletnya! Batin Yoichi kesal.
Tunggu… oh .
Yoichi mendongak menatap Kaiser. "Yoichi salah! Ngh, maaf. Yoichi minta maaf. Yoichi janji gak nahan pipis lagi sampai sakit perut. Hiks maaf ya Mihyaa?"
Dahi Kaiser berkerut. Ia menunjukkan ekspresi sedih yang dibuat-buat seolah-olah ia mengasihani Yoichi.
"Harusnya Ichi minta maaf ke diri ichi sendiri." Ia melumat telinga Yoichi. "Coba sekarang Ichi hadap cermin lalu minta maaf."
Jahat. Kejam sekali. Kaiser tahu Yoichi sangat malu melihat tubuhnya sendiri yang telanjang bulat di cermin dengan posisi yang memalukan. Oleh karena itu, ia memaksa Yoichi melakukan hal yang tidak ia sukai itu untuk melihat ekspresi seperti apa yang akan Yoichi buat.
Dan lagi, untuk melihat sejauh mana Yoichi akan menurut padanya.
Ahh . Kaiser menggigit bibirnya, menahan rasa excited yang meledak-ledak.
Yoichi bimbang. Matanya berair. Ia malu sekali! Tapi setelah Kaiser berkata, "Mihya janji nanti gendong Yoichi ke kamar mandi" barulah ia memantapkan hati. Dengan rasa malu setengah mati, menatap dirinya sendiri di cermin.
"Ugh! Maafin ichi!" sahut Yoichi cepat lalu menatap Kaiser. "Udah! Ayo ke kamar mandi!"
"Kan nanti , sayang." Kaiser melumat bibir Yoichi singkat lalu memberi senyuman yang menyeramkan bagi Yoichi. "Hadap cermin."
Ah! Mihya sialan!
Karena Yoichi tidak kunjung bergerak, ia cengkram paksa rahang Yoichi lalu mengarahkannya menghadap cermin. "Kalau merem kita main sampai pagi," bisik Kaiser. Senyumannya hilang menjadi wajah yang serius.
Seram! Yoichi jadi tidak berani menutup mata dan terpaksa melihat tubuhnya sendiri. Wajahnya memerah. Posisinya sangat memalukan! Ia merasa seperti pemain film dewasa yang pernah ditunjukkan oleh temannya di kampus.
Tapi rasanya aneh. Yoichi merasa tubuhnya semakin sensitif. Penisnya juga semakin berkedut rasanya.
Masa iya sih dirinya malah terangsang dibeginikan? Yoichi tidak mau!
Kaiser terkekeh. Ia menyentil pelan penis berkedut Yoichi. "Yoichi mesum. Suka liat badan sendiri?"
"Engga- AHH! Ngghh ahh! Fuck mhhh!"
Kaiser mengocok penis Yoichi. Dari cermin, ia bisa melihat ekspresi wajah Yoichi yang seperti jalang. Mulutnya terbuka mengeluarkan desahan-desahan yang acak dan indah serta umpatan sesekali. Matanya bergulir ke atas lengkap dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya. Fuck. Penis kaiser berkedut hebat.
"Mihya! Mihya! Nghhh! Huh uhh!"
Kedua tangan Yoichi mulai mencakar lengan berurat Kaiser, tetapi tidak membuahkan hasil. Tangan Kaiser tetap mengocoknya dan rasanya semakin bertambah cepat. Yoichi sudah tidak kuat lagi menahannya. Rasanya mau keluar. Penisnya sudah sangat membengkak dan merah sekarang. Urine, mani, atau apapun itu, Yoichi mau keluar!
"Mi—Mihya! T—tolong nghh! Ah! Ahh!"
Seolah menyadarinya, Kaiser melepas sentuhannya. "Ichi lihat cermin."
Maksudnya, ia disuruh melihat tubuhnya sendiri.
Sambil bersandar lemas pada tubuh Kaiser, Yoichi melirik tubuhnya.
Wajahnya semakin memanas. Tubuhnya yang lemas, mengangkang lebar tidak tahu malu padahal ternyata kakinya sudah tidak ditahan Kaiser, penisnya yang berkedut-kedut tidak tahu malu, wajahnya yang memerah menampilkan ekspresi aneh.
"Ichiku yang polos sekarang kelihatan kayak jalang pribadiku. Kayak boneka seks yang bisa dimainkan sesukanya."
"Ngh!"
Yoichi reflek menutup mulutnya. Siapa tadi yang mendesah?!
Kaiser tertawa keras. "Ohh, Yoichi suka dikata-katain?"
Yoichi menggeleng heboh. Enggak! Aghh!
Kaiser mengelus-elus kedua paha mulus Yoichi hingga paha itu gemetar pelan. "Ichi tetep ngangkang yang lebar, ya."
Tangannya lalu kembali mengocok penis Yoichi pelan. Melihat Yoichi yang menurut mempertahankan posisi kakinya, Kaiser tersenyum puas. "Pinter, Ichiku pinter banget. Ichiku penurut sekali. Bonekaku paling pinter."
"Mmhh…!"
Jangan tanya kenapa Yoichi menuruti Kaiser. Yoichi sendiri pun tidak tahu. Tapi rasanya menuruti Kaiser sekarang adalah tindakan yang pas untuk dilakukan.
"Ichi coba ngangkang lebih lebar lagi. Tahan pake tangan."
Maka Yoichi pun menurutinya. Ia lebarkan kedua pahanya dan menahannya dengan tangannya seperti perintah Kaiser. "Sudah, Mihyaa."
Melihat Yoichi yang menurut begini Kaiser jadi tidak tahan. Ia menjilat bibirnya untuk menahan diri tidak langsung menggauli Yoichi-nya. Ia masih ingin bermain-main sedikit lagi.
"Pinternya Ichiku, sayangku. Bonekaku penurut sekali. Mine. Yoichi mau kan selamanya jadi lontenya Mihya?"
"Nghh."
"Penurut begini, disuruh ngangkang mau-mau aja, apalagi kalau bukan lonte. Ya kan, lonteku?"
"Nhh… iyah!"
"Mau jadi jalangnya Mihya?"
"Mmnh mau. Mau Mihya!"
Kaiser menyipitkan matanya dan menggigit bibirnya. Ia percepat kocokan penis Yoichi. Mata Yoichi menjuling dan tubuhnya terlempar ke belakang. Yoichi mendesah keras dan melengking tepat di telinga Kaiser yang sudah tidak bisa lagi menahan ekspresi senangnya.
Kaiser menunduk, membisikkan bisikan setan pada telinga Yoichi dengan suara rendah. "Keluarin pipisnya, sayang. Jangan ditahan."
Tapi kewarasan Yoichi yang masih tersisa memerintahkan Yoichi untuk menggeleng. Apapun selain pipis di depan Kaiser! Ia akan menuruti apapun selain yang satu ini. Itu terlalu memalukan untuknya.
Kaiser menghela nafas. Tangannya bergerak menekan perut bawah Yoichi dengan keras tanpa ampun dan mengurutnya ke bawan.
Saat itu juga Yoichi terpaksa mengeluarkan pipisnya. "UNGGHHH!"
Urine dan mani keluar bersamaan dari penis Yoichi hingga muncrat deras membasahi cermin di depannya. Juga membuat genangan air di lantai.
Ahh, rasanya malu sekali! Ia berusaha menghentikan pipisnya tapi tidak bisa. Yoichi bingung dan panik. Malu!
Ketika hendak menutupi wajahnya, Kaiser langsung menahan kedua tangannya. "Lihat, jalangku yang pinter ini pipis banyak sekali sampai basah semua."
"Nhh—ahh ." Aneh, rasanya malah semakin sensitif.
Ah, Yoichi terangsang karena mendengar makian sekaligus pujian dari Kaiser.
Kaiser tertawa. "Dasar lonte."
Butuh waktu cukup lama untuk Yoichi selesai mengeluarkan isi perutnya. "Uhh, udah Mihyaa. Ampunn, udah yaa. Ichi min–huks–minta maaff."
"Sstt. Ichi kan jalangnya Mihya yang pinter. Jadi Ichi diem aja ya? Jadi anak penurut, oke?"
"Unghh. Hu-uh!"
Kaiser terkekeh. Gemas, gemas sekali! Ia menuntun tubuh Yoichi yang lemas itu berdiri. Ia tuntun kedua tangannya untuk berpegangan pada sisi cermin, lalu menahan pinggulnya untuk tetap menungging.
"Ah, lonte yang pinter juga jago nungging, Chi." Kaiser menampar sisi pantat Yoichi. "Nungging yang bener."
Rasanya Yoichi sudah tidak bisa berfikir jernih. Ia melirik ekspresi Kaiser dari cermin. "Enghh."
Penisnya kembali menegang. Tatapan Kaiser yang merendahkannya dan senyumnya yang lebar dan tampan. Penisnya berkedut. Ahh , Yoichi suka ekspresi Kaiser yang ini.
Yoichi sedikit menurut. Ia merendahkan tubuhnya sehingga pinggulnya semakin menungging.
"Pinternya jalangku. Udah siap dipake, kan, Ichi?"
"Mmhh."
Kaiser mengelus pantat sintal Yoichi dan meremasnya sesekali. Ia lalu menampar pantatnya hingga menimbulkan jejak telapak tangan yang merah samar. Yoichi mendesah keenakan setiap pantatnya diberi tamparan oleh Kaiser.
Setelah puas, Kaiser melumuri belah pantat Yoichi dan lubangnya dengan lube. Ia lalu memasukkan jari telunjuknya perlahan hingga masuk sepenuhnya.
"Uhhh! M–Mihyaa!"
Kemudian, ia masukkan jari tengahnya dan membuat gerakan menggunting. Kaiser juga menekan segala sisi lubang Yoichi dan mengurutnya dari dalam.
Yoichi tersentak. "AH! M—MIHYA!"
Yoichi keluar sekali lagi. Mengetahui itu Kaiser terkekeh.
"Fuck. Emang dasar lonte. Orgasme cuma dari lubang." Ia mempercepat gerakan tangannya.
Yoichi mendesah keenakan. "Uhh, huh, iyahh! Lontenya Mihya!"
Kaiser terkejut lalu menampar keras pantat Yoichi. "Bilang sekali lagi."
"Uhh, Yoichi lontenya Mihyaa!"
Kaiser tertawa lepas dan puas. Ahh , andai dia tahu dari awal kalau suaminya suka dikata-katai. Suami kecilnya ini ternyata berbakat sekali menjadi jalangnya.
Menyudahi penetrasinya, Kaiser mengeluarkan kejantanannya yang sudah mengeras sejak tadi lalu memasukkannya ke dalam Yoichi sekali sentakan.
"AHHH! AHH MIHYA! MIHYA!!"
Mengabaikan teriakan desahan Yoichi yang seperti jalang di musim kawin, ia menggerakkan penisnya dengan cepat dan dalam tanpa ampun. Tangannya bergerak memainkan puting Yoichi dan yang lain mengarahkan rahang Yoichi menghadapnya. Ia membawa Yoichi ke dalam ciuman kasar dan penuh nafsu.
Setelah Kaiser melepaskan ciumannya, Yoichi langsung kembali mendesah heboh.
"MIHYA! MIHYA TER—AHH ! ANGHH HUH UHH M—MIHYA! DALEM! TELALU DAL— EMMHH!"
Tetapi, Kaiser seolah-olah tidak peduli—atau memang tidak peduli—dan tetap mengawininya seperti hewan buas. Penisnya keluar masuk dengan cepat dan dalam, menyentuh titik terdalamnya dan titik sensitifnya dengan brutal. Ditambah lagi dua tangan Kaiser yang memainkan dadanya tanpa ampun. Dada Yoichi diremas dan putingnya dicubit serta ditarik asal.
Rasanya pusing. Tubuhnya sensitif. Terlalu banyak rangsangan sampai rasanya ia ingin pipis lagi. Eh?
"T–tunggu! TUNGGU MIHY— AHH MMHH MIHYA!"
Yoichi pipis untuk kedua kalinya.
Kaiser bersiul. "Jalang."
"AHHNGG!!"
-------------------------------------------
Hari sudah menginjak pukul dua dini hari. Yoichi sudah tidak memiliki tenaga lagi selain untuk mendesah. Desahannya pun sudah putus-putus dan tidak jelas.
Saat ini, mereka sudah berpindah ke atas kasur. Yoichi terlentang pasrah dengan kaki mengangkang lebar dan lutut menyentuh dadanya. Pandangannya sudah tidak fokus. Pikirannya hanya penuh dengan rasa nikmat yang membuatnya melayang-layang.
Di atasnya, Kaiser memejamkan mata dan sibuk memompa kejantanannya di lubang Yoichi. Dahinya berkerut dan keringat mengalir dari pelipisnya. Dada bidangnya bergerak naik turun mengatur nafas. Ditambah leher bertatonya yang sesekali menegang tanda menelan liur. Yoichi rasanya bisa saja keluar hanya dengan pemandangan seperti ini.
Tidak, Yoichi memang keluar lagi untuk kedelapan kalinya. "Uhh ahh. Mmmhh."
Tapi tidak ada yang keluar dari penisnya.
Melihat itu kaiser tertawa. "Hahaha, tolol. Yoichi jalang rendahan. Ugh!"
Kaiser keluar memenuhi liang Yoichi yang sudah banjir pejunya. Saking penuhnya, perut Yoichi sedikit menyembul dari sebelumnya.
"Mau lagi?" Kaiser menyisir rambutnya ke belakang.
Yoichi menggeleng pelan. "Dahh. Uhh. U–udaahh. Uhh. Kembung Mihyaa."
Kaiser tersenyum memaklumi dan penuh sayang. Ia menunduk mencium dahi Yoichi.
"Tapi aku masih mau lagi. Satu lagi ya?"
Itu bukan pertanyaan maupun izin. Jadi, tanpa menunggu jawaban Yoichi, Kaiser memompa lagi kejantanannya dengan kasar dan cepat.
Yoichi menggeleng brutal. "Anhhh ud—udah Mihyaa. Maaf? Uhh ngghh maaf. Nyaahh! enakhh ahh. Enakhh. Lagiihh. Enhh."
"Jadi udahan atau lagi, sayang?"
"Mauhh, uhh lagiih? Nyahh!"
Yoichi orgasme kering sekali lagi. Dan tak lama kemudian, puncak Kaiser juga akan datang. Lalu, ia keluarkan penisnya dari Yoichi dan mengocoknya cepat di atas wajah. "Chi, buka mulut."
Yoichi menurut dan membuka mulutnya. Kaiser langsung keluar dan mengarahkan penisnya pada mulut Yoichi. Hingga tetes terakhir, ia membuang maninya pada mulut jalang pribadinya. "Ahh! Uhh!" desah Kaiser.
Mulut Yoichinya penuh dengan putihnya. "Pinter sekali sayangku. Telan ya?"
Yoichi tentu menurutinya. Ia menelan habis peju Kaiser lalu tersenyum. "Thank you."
"Fuck. Lonte tolol."
Setelah itu, Kaiser sekali lagi menggauli Yoichi hingga Yoichi pingsan.
Tamat.