Work Text:
"Jun! Bisakah kau ke asrama sekarang?"
Tanya Wonwoo panik dan sedikit lega saat Jun akhirnya mengangkat telfonnya. Wonwoo tahu roomatenya saat ini sedang berkencan dengan Minghao, exchanged student asal China yang susah payah Jun dekati dan akhirnya berhasil ia ajak berkencan. Wonwoo yakin Jun kesal padanya. Namun Wonwoo tidak memiliki siapapun selain Jun untuk meminta bantuan.
"Tidak bisa, nu. Kau kan tahu aku sudah lama menantikan kencan ini."
Tentu saja dia tahu. Beberapa minggu sebelumnya Jun selalu mengusik Wonwoo dengan ceritanya. Bahkan tiga hari sebelumnya Wonwoo sudah dibuat pusing oleh Jun perkara baju mana yang harus ia pakai.
"T-tapi Jun.."
"Wonwoo, kututup ya. Minghao ingin pergi melihat toko baju sebelah. Minta saja bantuan pada kamar sebelah, won. Semoga berhasil!"
Jun pun menutup telfonnya.
Setelah itu Wonwoo bimbang. Ia tahu betul siapa penghuni kamar sebelah, begitu pula Jun. Tentu saja, karena Wonwoo menyukai penghuni itu dan Jun adalah orang pertama yang tahu. Maka dari itu, Wonwoo merasa malu jika harus keluar dan meminta bantuan pada seseorang yang disukainya. Namun tak lama ia kembali panik, dan bergegas pergi keluar dari kamarnya.
.
.
.
Knock.. knock..
Heran. Mingyu merasa tidak ada temannya yang janji mau datang ke rumahnya. Ia juga tidak sedang pesan apapun. Lalu siapa yang mengetuk pintunya?
"Sebentar!"
Teriaknya sembari berjalan membuka pintu kamarnya.
Mingyu sedikit terkejut setelah melihat siapa yang datang. Jeon Wonwoo, pemuda populer yang dikenal pintar di kampusnya, berdiri di depan Mingyu dengan wajah tertunduk dan pucat.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?"
"..."
Pemuda didepannya terlihat cukup mengkhawatirkan, Mingyu bisa melihat bagaimana Wonwoo menggigit bibir bawahnya, dan kedua tangan disampingnya sedikit bergetar. Mingyu menyadari Wonwoo sedang ketakutan.
"Hey. Apa yang terjadi? Katakan padaku." Ujarnya lembut.
Mingyu tahu mereka berdua bukanlah teman, dan ini pertama kalinya Mingyu berada sedekat ini dengan Wonwoo. Namun, Mingyu belum pernah merasa khawatir seperti ini kecuali pada keluarganya.
"M-maaf, aku tidak bermaksud mengganggu. Tapi aku.. ingin meminta tolong."
"Tidak apa-apa, katakan saja. Aku akan menolongmu."
Mingyu masih merasa khawatir, namun ia juga merasa gemas dan menahan diri susah payah untuk tidak membawa Wonwoo masuk ke dalam kantongnya, dan mencoba berpikir apa yang sekiranya membuat Wonwoo hingga ketakutan seperti ini.
Pikirannya terputus saat Wonwoo tetiba saja menarik lengan hoodie abu-abu yang ia pakai menuju kamar di sebelahnya, kamar Wonwoo.
Mingyu bingung, apalagi saat mereka sudah masuk ke dalam kamar itu, Wonwoo malah bersembunyi dibelakangnya sambil tetap menarik lengan hoodienya.
"I-itu.." tunjuk Wonwoo pada dinding dekat televisi di depan mereka. Bukannya melihat ke depan, Mingyu malah menoleh ke bahu kirinya, menahan senyum kasihan dan gemasnya melihat Wonwoo ternyata memejamkan matanya. Gemas sekali. Tuhan, tolong kuatkan Mingyu.
"Ada apa?"
"Tolong singkirkan itu dari sini."
Ah, ternyata itu yang menakuti Wonwoonya. Pikir Mingyu.
Mingyu hendak melepas sendal yang ia pakai, dan bergerak maju, namun tertahan oleh Wonwoo yang masih menarik lengan hoodienya.
"Tenanglah, Wonu-ya. Tunggu di sini sebentar ya, aku akan segera kembali."
Selang beberapa saat kemudian, setelah berhasil menyingkirkan makhluk kurang ajar yang berani menakuti Wonwoonya, Mingyu kembali menghampiri Wonwoo dengan perlahan. Sengaja. Mingyu ingin menikmati waktunya mengamati pemuda di hadapannya yang ternyata sangat menggemaskan. Bulu mata panjang. Hidung bangir. Bibir tebal dibagian bawah. Wajah pucat dengan pipi yang sekarang sedikit kemerahan.
"Sudah belum?"
Wonwoo bertanya ragu, namun saat ia mendengar suara kekehan tertahan, Wonwoo langsung membuka matanya dan menggerutu lucu.
"Kenapa tertawa? Menertawakanku ya?"
"Hm.. kalau kubilang iya bagaimana?"
"Dasar menyebalkan. "
"Jadi, Jeon Wonwoo yang terkenal pintar dan populer di kampus takut laba-laba ya?"
"Berisik."
Wonwoo menahan malu, pemuda yang disukainya sekarang tahu betapa lemah dirinya karena takut pada laba-laba. Aku ingin menghilang dari sini. Pikir Wonwoo. Jika saja Jun hari ini tidak pergi kencan Mingyu pasti tidak akan pernah tahu. Ini semua salahnya Jun.
"Gemas sekali."
"Kamu mengatakan sesuatu?"
"Tidak. Sepertinya ada yang lupa bilang terima kasih nih."
"Eh.. maaf, bukannya lupa. Terima kasih banyak, Mingyu. Dan kalau bisa rahasiakan ini dari siapapun ya. Kumohon."
"Memangnya kenapa?"
"Terakhir kali aku mengatakan pada orang lain mereka malah menjahiliku, dan akhirnya karena terlalu takut aku sampai tak sadarkan diri. Aku tidak ingin mengalami hal itu lagi. Jadi, kumohon jangan bilang siapa-siapa ya?"
Sudah cukup. Mingyu sudah tidak mampu menahan diri lagi. Detik itu juga ia bertekad untuk menjaga manusia berharga di depannya ini dari dunia yang kejam. Pokoknya siapa saja yang berani mengganggu Wonwoonya, dia akan habis oleh Mingyu.
Wonwoo sedikit terkejut saat tangan Mingyu bergerak mengusap lembut kepalanya. Pipinya memerah. Dan degupan jantungnya bertambah cepat.
"Aku janji tidak akan bilang siapapun. Jika nanti ada laba-laba lagi panggil aku saja, jangan sungkan."
"Terima kasih, Mingyu."
"Sebagai tanda terima kasih.. Setelah ini, mau ya kuajak kencan."
.
.
.
Setelahnya Wonwoo tidak lagi menyalahkan Jun, karena jika hari itu Jun tidak pergi dengan Minghao, Wonwoo mana berani mengetuk pintu kamar Mingyu dan mendapat ajakan kencan dari seseorang yang disukainya.