Actions

Work Header

Damian Forger

Summary:

Alternate Universe dimana semuanya tetap sama kecuali Anya adalah Desmond dan Damian adalah Forger.
Entah apa yang akan terjadi dengan Rencana B.

“Nah, Damian. Akrab dengan teman-teman sekelasmu ya. Bertemanlah dengan banyak orang—terutama putri dari Desmond,” pesan ayah angkat barunya.

“Jangan sebut Anya sombong!” teriak perempuan itu. Lah, padahal Damian belum ngomong apa-apa.

Notes:

Setting waktu saat masa orientasi siswa baru Sekolah Eden. Warning OOC.

Kutulis cerita ini kemarin di jam dua pagi dalam sekali duduk karena idenya bikin aku ngga bisa tidur ahahahaa.

(See the end of the work for more notes.)

Work Text:

“Nah, Damian. Akrab dengan teman-teman sekelasmu ya. Bertemanlah dengan banyak orang—terutama putri dari Desmond.”

Damian cemberut, “Aku bisa berteman dengan siapa saja, tapi kenapa harus dengan anak itu?”

‘Memangnya apa spesialnya sih anak itu?’

“Y-yah, aku ingin kau punya banyak teman aja. Aku tahu kau pintar dan kuyakin Damian bisa mendapat Stella dengan mudah. Hanya saja… untuk jaga-jaga...” jelas Loid, ‘Rencana A memang terlihat berjalan lancar. Tapi aku juga harus mempersiapkan rencana B mulai dari sekarang jika tiba-tiba ada sesuatu yang terjadi dengan rencana A’

Damian turun dari kursinya dan berjalan menuju panggung yang berada di tengah-tengah ruangan yang besar itu. Barusan namanya telah dipanggil, kini ia merupakan bagian dari Cecile Hall.

‘Kenapa sih aku harus masuk ke sekolah Eden?’ gerutu Damian. Sekolah ini bukanlah pilihannya. Setahunya dari yang ia dengar, sekolah ini berisi anak-anak dari kalangan elit. Benar-benar tidak seperti dirinya. Latar belakangnya sangat bertolak belakang dengan seluruh anak-anak yang ada di sini.

Tapi kenapa ayah angkat barunya memaksanya untuk masuk ke sekolah ini? Memangnya ada apa dengan sekolah ini?

Ia bahkan baru saja keluar dari panti asuhan. Masa sih ia harus di bully di sekolah barunya ini? Ia hanyalah seorang rakyat jelata yang bersekolah di sekolah khusus para bangsawan. Apa iya ia harus menjadi ‘suruhan’ dari anak-anak disini?

Oke, yang terakhir memang sedikit ia lebih-lebihkan.
Tapi tetap saja ia memang terlihat seperti rakyat jelata di mata anak-anak ini.

Damian berbaris di tempat yang sudah ditunjuk, barisan untuk anak-anak kelas Cecile Hall. Ia lalu melihat anak-anak yang akan menjadi teman sekelasnya nanti. Mereka memang terlihat seperti anak orang kaya.

“Damian… Forger?’

Damian menoleh. Anak laki-laki berambut pirang yang entah kenapa ditata sangat tinggi yang sedang berbaris di barisan sebelah baru saja memanggilnya. Di belakang anak itu juga terdapat anak laki-laki pirang lainnya, namun hal yang paling menonjol dari anak itu adalah giginya.

“Ya?” jawab Damian.

“Kamu… Damian Forger yang itu?” tanya laki-laki berambut tinggi.

‘Yang itu? Apa maksudnya?’ Damian bingung, “Ya, aku Forger.” Nama barunya itu masih sedikit terasa aneh di telinganya.

“Tapi kamu bukan siapa-siapa,” seru laki-laki bergigi aneh di sebelahnya. ‘Maaf? Bukan siapa-siapa?!’ Damian menggigit bibir, sedikit menggeram. ‘Apakah aku udah diperlakukan sebagai pesuruh di hari pertama?’

“Memangnya kenapa? Bukan urusanmu,” geram Damian. Oh, dia sudah berlatih bela diri dengan ibu angkat barunya. Dia sudah siap untuk ini. Tapi ayah angkatnya bilang jangan membuat kekacauan di sekolah…

“Tapi kamu Forger yang itu, `kan?! Peraih nilai sempurna di ujian masuk kemarin!”

Damian berkedip, sekali, dua kali. Terkejut. Tak menduga akan mendengar hal itu. “Eh?”

“Luar biasa loh! Ujian kemarin `kan amat sangat luar biasa susah! Hebat sekali kamu bisa mendapat nilai sempurna!”

Damian bingung harus bereaksi apa. Skenario ini tak terlintas sama sekali di benaknya. ‘Soalnya ayah mendapatkan kunci jawaban ujian masuk itu entah dari mana, jadi aku hanya perlu menghafalnya saja…’

“Nilai sempurna loh! Damian pasti anak yang sangat jenius ya?” seru anak berambut tinggi. Tiba-tiba saja Damian tersipu. Ini benar-benar diluar dugaannya.

“Namaku Ewen Egeburg,” Anak laki-laki berambut tinggi itu memperkenalkan diri. Lalu anak bergigi aneh di belakangnya juga ikut memperkenalkan diri, “Aku Emile Elman.” Mereka berdua lalu mengulurkan tangan mereka.

“A-aku Damian… Forger…” Damian lalu meraih kedua tangan itu secara bergantian.

“Tentu saja kami tahu! Kamu Si Jenius itu!”

Damian semakin tersipu. ‘Hentikan sebutan jenius itu!’

Tanpa sadar, barisan yang ada di belakang Damian semakin bertambah orang. Ia melihat anak-anak yang baru saja bergabung satu barisan dengannya. ‘Dimana anak yang ayah suruh kuajak berteman sih? Pasti anak itu jelek dan biasa aja.’

“Eh? Kita satu kelas dengan Desmond?” seru—yang kalau tidak salah namanya—Ewen tiba-tiba setelah melihat barisan anak-anak yang ada di belakang Damian.

‘Oh ya! Nama anak itu Desmond! Di mana dia!’ Damian langsung menoleh ke belakang sekali lagi, mencari anak yang dimaksud itu, “Di mana Desmond?” tanyanya.

“Damian nggak tau Desmond?”

“Te-tentu aja aku tahu!” seru Damian bohong. ‘Aku memang nggak tau dia siapa, tapi pokoknya dia anak orang kaya dan ayah berkali-kali menyuruhku untuk berteman dengannya!’ Ia lalu berpura-pura mencari anak itu, “D-dia cuman nggak kelihatan aja… Aku belum menemukannya!”

Emile tertawa, “Ya, memang dia nggak kelihatan sih. Soalnya `kan dia pendek! Nah, itu dia! Berdiri di depan Blackbell!”

‘Pendek?’ Damian lalu mencari anak terpendek yang ada di barisannya—bahkan sampai berjinjit! “Mana? mana?”

“Itu! Yang punya tanduk!”

“Mana—Oh!” Damian akhirnya menemukannya. Anak perempuan berambut merah muda yang memiliki tanduk (?) dan bermata hijau tersembunyi di balik calon-calon teman sekelasnya. Perempuan berambut merah jambu itu terlihat sedang mengobrol dengan anak perempuan berambut hitam berkuncir dua di belakangnya.

Astaga. Perempuan itu—maksudnya, Desmond itu…

Anak itu benar-benar…

Cebol.

Tepat setelah ia berpikir seperti itu, seketika anak perempuan itu langsung menoleh ke arahnya. Kedua mata mereka bertemu. Sedetik dua detik Damian memandangi bola mata hijau layaknya daun yang baru tumbuh di musim semi… K-kenapa anak itu menatapnya?

Kemudian anak itu mendelik ke arahnya. Lalu langsung membuang muka dan kembali berbicara dengan perempuan di belakangnya.

‘Eh?’

“Dia marah?” gumam Damian. Rasa kesal sedikit menyelimutinya. ‘Kenapa sih?! Kenalan aja belum! Udah marah aja! Sombong sekali! Dasar orang kaya!’

“Oh! Tadi Desmond melihat ke sini lalu langsung buang muka! Benar-benar sombong!” seru Emile. Sejujurnya Damian setuju dengannya. Melihat muka anak itu saja sudah bikin kesal! Tapi…

“Aku harus berteman dengannya,” ucap Damian, lidahnya terasa sedikit pahit ketika mengucapkannya.

Damian sebenarnya tidak mau berteman dengan anak cebol bertanduk yang sombong itu! Lihat itu! Bahkan belum kenalan aja udah langsung buang muka! Tapi apa daya ayahnya menyuruhnya berkali-kali untuk berteman dengan anak itu.

/./
“Jika kamu bertemu dengan Putri Desmond, sapa lalu ajak kenalan ya!”

“Sering-sering membantu teman, terutama Putri Desmond juga!”

“Jangan pilih teman! Berteman dengan siapa aja! Laki-laki maupun perempuan! Juga Putri Desmond itu!”
\.\

“Memangnya apa sih yang spesial dari cewek itu?” gerutu Damian setelah mengingat pesan-pesan yang selalu disampaikan Ayahnya selama seminggu ini. Tapi mau tidak mau Damian harus melakukannya. Menurutnya, ini adalah bentuk upayanya agar tetap ‘berguna’ bagi keluarga Forger, sehingga ia tak perlu lagi dikembalikan ke panti asuhan. Ini adalah caranya berterima kasih karena akhirnya ada keluarga yang mau melihatnya, mendengarnya, dan menerimanya.

Apapun itu akan Damian lakukan untuk tetap berada di keluarga itu. Jika ayahnya menyuruhnya untuk melakukan sesuatu, akan ia lakukan. Yang berarti ia harus mencoba berteman dengan anak bertanduk itu, ugh.

Tanpa sadar gerutunya itu terucap cukup jelas sehingga kedua teman barunya dapat mendengarnya.

“Spesial? Yah, pertama dia itu Anya Desmond, putri satu-satunya Keluarga Desmond. Kedua, Ayahnya adalah pemimpin partai. Ketiga, kakaknya adalah Imperial Scholars. Keempat, dia aneh,” ujar Ewen menjawab pertanyaan retorika Damian.

‘Oh ya, Imperial Scholars. Ayahnya juga menyuruhnya untuk segera menjadi itu.’

“Anak-anak! Ayo berbaris dengan rapi lalu ikuti guru yang ada di depan kalian!”

Kemudian obrolannya terhenti ketika guru-guru menyuruhnya untuk berpindah ruangan. Bahkan Damian tak sadar sesi pembagian kelas sudah selesai.

“Ayo Damian, mereka akan mengajak keliling sekolah. Nanti kau tertinggal,” ajak Emile. Damian mengangguk dan mengikuti teman-temannya.


***

Woah. Sekolahnya benar-benar luas sekali. Ruang kelasnya, kantin, bahkan kamar mandi! Ia tak perlu lagi mengantri kamar mandi seperti saat masih di panti asuhan! Damian melihat sekeliling dengan takjub.

Di sela-sela melihat sekeliling sekolah, tak sengaja penglihatan Damian tertuju pada anak perempuan berambut merah jambu. Anya Desmond. Perempuan itu berdiri tak jauh darinya, sedang mengobrol dengan anak perempuan berambut hitam berkuncir dua sama seperti sebelumnya.

‘Ah, itu dia si cebol. Apa-apaan sih tanduk aneh itu?’

Lagi-lagi Putri Desmond itu langsung menoleh ke arahnya, seakan-akan dapat mendengar caciannya. Mata mereka bertemu lagi untuk kedua kalinya.

‘Ih, wajahnya sombong sekali.’

Tiba-tiba Desmond langsung berjalan ke arahnya dengan langkah yang sedikit dihentak. Anak perempuan itu menatap Damian dengan tajam.

‘Dia marah? Aku `kan belum ngapa-ngapain!’

Perempuan itu berdiri di depannya—dia benar-benar pendek! Kemudian menarik napas panjang dan menatap Damian dengan kesal.

“Anya nggak sombong tahu!” seru perempuan itu. “Jangan sebut Anya sombong!”

Kenapa anak ini langsung marah di depannya?! Jadinya `kan ikutan kesal juga!

“Orang sombong yang mengatakan dirinya sendiri nggak sombong sudah jelas dia sombong!” balas Damian, “Aku aja belum menyapa tapi kau udah buang muka!”

“Tapi Damian pasti mau sapa Anya juga kan? Anya nggak suka karena Damian pikir Anya sombong!” T-tunggu, kenapa anak ini bisa tahu namanya?

“E-enak aja! Siapa juga yang mau nyapa cebol sepertimu!”

“Tapi Damian `kan mau mengajak Anya berteman! Anya tahu!”

“Ka-kata siapa!” seru Damian cepat, ia merasa pipinya memerah. Memangnya ia benar-benar terlihat seperti ingin mengajak perempuan itu berteman? ‘Ah ayah! Aku nggak mau temenan sama anak ini!’

“Dengar ya, Damian,” celetuk anak perempuan berambut hitam yang ada di sebelah Anya. Dia adalah anak yang sedari tadi diajak ngobrol oleh Putri Desmond itu. “Aku tahu kalau Anya memang tidak secantik diriku—”

Putri Desmond itu langsung shock mendengarnya.

“—Tapi kalau kamu suka dengannya, nggak perlu menatapnya seperti itu!”

Eh, tunggu. Kok jadi begini sih? “Siapa bilang aku su—menatapnya! Dia menatapku duluan tahu!” Damian merasakan pipinya mulai panas.

“Soalnya Damian bilang kalau Anya sombong.”

“Aku bahkan belum ngomong apa-apa!!”

“Damian!” Kemudian seseorang memanggil namanya. Damian langsung menoleh dan mendapati Ewen dan Emile yang bergegas ke arahnya. “Kamu diganggu sama Desmond?!”

Perempuan berambut kuncir dua langsung membantah, “Justru bocah ini yang ganggu kami!”

‘Bocah?!’ Oh, perempuan ini ngajak berantem! Damian punya jurus maut dari ibu angkat barunya! Tapi Ibu bilang lelaki sejati tidak boleh memukul perempuan…

“Heh! Kalian jangan macam-macam! Damian tuh peraih nilai tertinggi di ujian masuk kemarin! Nggak kayak kalian, Damian lebih pintar daripada kalian!” balas Ewen, “Dia adalah Damian Forger!”

Kedua perempuan itu terkejut. “Kau? Damian Forger?” Perempuan berkuncir dua tak percaya, “Kamu nggak terlihat pintar.”

Uhuk! Meski Damian memang mendapat kunci jawaban soal ujian, tapi gini-gini Damian itu pintar tahu! “Kau bilang apa?!”

“Kalau kau nggak kelihatan pintar sama sekali.”

“Aku belajar tahu!”

“Damian curang di ujian masuk kemarin,” celetuk perempuan bertanduk itu. Damian sampai hampir tersedak mendengarnya.

‘D-dia tahu?!’ Ia merasa panik. Bagaimana nih? Kalau misalnya dia ketahuan curang lalu di keluarkan dari sekolah di hari pertamanya, ayahnya pasti sangat kecewa! “Ma-mana mungkin aku curang! Aku bilang aku belajar! Justru kau yang curang!” Damian langsung menunjuk Anya, berusaha mengalihkan perhatian entah bagaimana caranya.

Anya langsung terdiam, tidak membalas hinaannya. ‘Kau pasti orang kaya menggunakan ayahmu agar bisa masuk ke sekolah ini!’ batin Damian.

“Jangan menuduh sembarangan!” seru perempuan berkuncir dua. “Nggak mungkin Anya Desmond curang! Ya, `kan Anya?”

Perempuan yang dimaksud terdiam sebentar sebelum menjawab pelan, “I-iya. Anya nggak minta bantuan ke papa sama sekali...

‘Cebol ini kenapa sih tiba-tiba?’ batin Damian lagi setelah melihat perubahan sikap dari anak itu. “Udahlah! Capek ngomong sama kalian. Ayo pergi,” Damian lalu mengajak Emile dan Ewen untuk segera meninggalkan kedua perempuan itu.

“Tunggu!” Damian mendengar Putri Desmond itu memanggilnya. Damian menghentikan langkahnya lalu berbalik melihat perempuan itu dengan tatapan tidak suka. “Apa lagi?”

Perempuan itu menatapnya dengan tatapan bingung. “Damian nggak jadi temenan sama Anya?” tanya Anya.

Ih! Apa-apaan sih! Ayahnya memang menyuruhnya untuk berteman dengan Desmond itu, tapi kalau begini kan jadi malu! Kesannya seperti dia benar-benar ingin berteman dengan anak itu padahal hal itu hanyalah keinginan ayahnya! “Nggak mau! Aku nggak mau temenan sama anak cebol yang sombong!”

“Wih! Keren sekali Damian! Berani sekali menolak berteman dengan Putri Desmond! Benar-benar berani!” seru Ewen—atau mungkin Emile? Damian benar-benar perlu menghafal nama-nama teman barunya ini. “Ini pertama kalinya aku dengar ada orang yang nggak mau temenan sama Desmond!”

“Tapi yang ini Anya Desmond, tentu beda dengan kakaknya!” celetuk yang lain.

“Diam kalian semua! Ayo Anya! Kita pergi! Lama kelamaan nanti kejelekan mereka menular ke kita!” Perempuan berambut hitam itu mulai menarik tangan Anya Desmond pergi. Damian benar-benar kesal mendengarnya.

“Tapi papanya Damian menyuruh Damian untuk berteman dengan Anya `kan?” seru Anya tetap berdiri di tempat menahan tarikan dari temannya itu. Tunggu, bagaimana anak ini bisa tahu? “Papanya Damian berisik sekali saat di ruangan panggung tadi.”

“Berisik gimana? Ayahku nggak bersuara!” timpal Damian, “Lagian kau tau dari mana kalau ayahku yang mana dari banyaknya orang tua itu?!”

“Dari suara papanya Damian,” perempuan itu kembali mengulang jawabannya.

‘Apa sih? Nggak mungkin ayah bersuara keras tadi. Aku aja nggak dengar suaranya!’ Kemudian Ewen berbisik padanya, “Sudah kubilang, boss. Desmond memang aneh!”

‘Boss?’

“Po-pokoknya! Anya dengar papanya Damian bilang, Damian harus berteman dengan Anya untuk perdamaian dunia!”

“... hah?”

“Damian berteman dengan Anya supaya Papanya Damian bisa bertemu dengan Papanya Anya!”

Damian berkedip, sekali dua kali. “Hah?” Ngimpi apa anak ini semalam? Perdamaian dunia? Ayah ingin ketemu Ayahnya Anya? Ewen benar. Anak ini aneh.


***

“Jadi…?” Loid Forger, ayah angkat barunya, duduk di depannya sambil melipat kedua tangannya di dada. Waktu telah berlalu dan kini ia sudah berada di rumah bersama keluarga angkat barunya itu. “Bisa kau ceritakan kejadian tadi dari awal?”

Damian menggigit bibir. Ia memalingkan wajah, tak mau menatap ayahnya. Ia melihat ke arah tangannya yang sedikit terdapat luka memar.

“Ha-habis berantem dengan kucing…”

“Dengan kucing atau…” Ayahnya menarik napas panjang, lalu memijit keningnya yang kaku, “dengan putrinya Desmond?”

“Si Cebol… maksudku anak itu… Anya Desmond memaksaku untuk berteman dengannya,” Damian mulai bercerita. Ia masih memalingkan wajahnya dari ayahnya. Ia lebih memilih melihat ke arah ibunya yang sedang membuat teh di dapur daripada melihat ayahnya itu.

“Bukankah itu bagus? Aku bilang jangan pilih-pilih teman.”

“Tapi anak itu terus maksa! Dia bilang karena ayah yang menyuruhku untuk berteman dengannya! Memang sih ayah menyuruhku, tapi jika dia bilang seperti itu jadi bikin aku ngerasa… canggung…” lanjut Damian.

“Lalu, tanganmu kenapa?” tanya Ayahnya sambil menunjuk ke arah tangannya. Kenapa ia merasa seperti sedang diinterogasi? “Kau tidak memukul putrinya Desmond, `kan?

“Nggak kok!!” Damian langsung menggeleng. Untuk pertama kalinya akhirnya tatapannya bertemu dengan ayahnya sejak ayahnya memintanya untuk bercerita tentang kejadian tadi di sekolah. “Ibu bilang tidak boleh memukul perempuan yang lemah!”

“Terus? Tanganmu?”

“Ini…” Damian kembali memalingkan wajahnya. “Anak itu memaksaku. Lalu alasannya nggak masuk akal. Katanya ini untuk perdamaian dunia dan ayah harus bertemu dengan ayahnya…”

Damian menoleh ke arah ayahnya dan melihat ayahnya mematung mendengarnya. ‘Sudah kuduga alasannya nggak masuk akal. Ayah aja sampai nggak berkata apa-apa.’

“Lalu apa yang dikatakan Putri Desmond lagi?” Ayahnya langsung bertanya lagi.

Damian menyadari nada bicara ayahnya berubah. “Katanya, ia bilang kalau ayahnya bukan orang jahat, tapi dia mau membantu ayah dan menjadi… entahlah, murid? Mata-mata? Dia bilang itu akan seru. Dia hanya berbicara nggak jelas—ayah nggak apa-apa?” Damian menyadari kalau ayahnya semakin lama semakin pucat.

Ayahnya langsung menggeleng, “Ya, ayah tidak apa-apa. Hanya sedikit terkejut… Putri Desmond memang benar-benar penuh imajinasi ya…”

‘Tuh kan! Ayah aja nggak percaya! Memang cebol itu yang aneh!’ Damian mengangguk setuju, “Benar `kan! Anak itu aneh! Memaksaku sampai menarik bajuku…” Damian kembali memelankan suaranya.

“Lalu?”

“Aku mendorongnya, nggak terlalu keras. Tapi aku malah terjatuh mengenai tempat sampah. Terus… terus…” Wajah Damian mulai memerah, suaranya mulai bergetar. ‘Kemudian Si Cebol itu ikutan jatuh di atasku karena masih memegang bajuku dan… nggak sengaja nyium pipiku…’

Damian ingat sepertinya wajahnya terbakar karena malu saat itu.

‘Terus aku malu dan… berusaha mendorongnya lagi… tapi nggak sengaja menjambak rambutnya…’

Damian ingat rambut perempuan itu begitu halus. Kenapa ia jambak?!

‘Lalu dia memukulku…’

Damian menyadari perempuan itu sedikit… imut.

Ada apa dengan dirinya?!

“Ayah…” Suara Damian semakin bergetar, “Aku nggak mau temenan sama perempuan itu… Dia memukulku…”

Damian mendengar suara ayahnya yang menghela napas panjang lalu bergumam cukup pelan, “Yah, rencana B tidak begitu buruk… Tapi berkelahi di hari pertama sekolah, untung saja tak ada Tonitrus yang diberikan dari itu.”

“Baiklah. Untuk sekarang belajar yang rajin supaya bisa menjadi Imperial Scholars,” seru Loid, “Sebelum itu ayo kita makan malam malam dulu. Sudah jam segini. Kau pasti lapar.”

‘Sepertinya aku harus berpikir dua kali mengenai rencana B. Kok bisa Putri Desmond itu mengetahui semuanya?! Apakah ada seseorang yang membocorkan informasiku?! Apakah Desmond sudah mengetahui tentang operasi ini?! Aku harus mencari tahu terlebih dahulu. Untuk sekarang rencana B akan ditunda terlebih dahulu.’

Notes:

Disini Anya yang menyebut ayanya (yang mana dalam cerita ini adalah Donovan Desmond) dengan sebutan "Papa" kok agak aneh ya...