Actions

Work Header

so much for saying us

Summary:

Sekonyong-konyong, ada sebuah besi panas yang dihunjamkan pada renggang di antara tulang rusuk Yukie. Ada denyut menyakitkan yang timbul dan membengkak di dadanya. Napasnya sesak. Kepalanya pening. Pandangannya mulai berkunang-kunang.

Ya Tuhan … kenapa lebih sakit kehilangan Koutarou yang bukan resmi miliknya sekarang ketimbang ketika ia kehilangan pacarnya dulu?

Ketika Yukie mengirimkan pesan rindu kepada Koutarou malam itu, balasan yang ia harapkan adalah, "Kie, aku juga kangen."

Bukan, "Kie, kayaknya aku mau nikahin Kaori."

Notes:

This fic was commissioned and prompted by saltedcaramelpops. I hope you find your peace soon. Remember that this too shall pass.

Work Text:

('cause you weren't mine to lose)

august - taylor swift

 

 

Bokuto Koutarou
Saturday, 7.33 PM

Kie, kayaknya aku mau nikahin Kaori.

 

Seketika, Yukie terlempar ke memoar masa lalu dan menemukan begitu banyak kecacatan logika pada pesan yang dikirimkan Koutarou. Ibarat pintu besi arkais yang sudah lama tak diberi oli, sesuatu yang tua dan berkarat dalam bilik kepalanya berdecit pengang, hingga sel-sel yang masih bertahan dalam serebrumnya bergetar dan mengancam rontok.

Lalu, untuk apa waktu itu Koutarou menawarkan rumahnya sebagai suaka tinggal? Tidak pahamkah pria itu bahwa sejak saat itu Yukie hampir seratus persen yakin bahwa pertanyaan yang suatu saat akan timbul adalah: ‘Kie, mau nggak kamu nikah sama aku?’

Bukannya Yukie tidak sudi menjadi tempat sampah untuk pemikiran-pemikiran abstrak Koutarou, namun jika gagasan tersebut adalah mengenai wanita yang bukan dirinya, bagaimana caranya ia bisa terlihat tegar? Lagi pula, apa yang Koutarou ekspektasikan dengan membocorkan perkara demikian? Bahwa Yukie akan mendukung niat untuk menikahi perempuan yang selama ini menjadi tempat curahan hatinya tentang Koutarou? Berpura-pura mendukung seolah ia tidak habis disula dari belakang? Memberikan afirmasi bahwa bahtera rumah tangga tersebut akan berlayar lancar dan memberikan tepukan di punggung, memuji keputusan Koutarou, berbohong kalau pilihannya sudah tepat?

Haram, ya, kalau Yukie tidak ingin munafik?

Bokuto Koutarou boleh terlihat senantiasa jenaka dan kekanak-kanakan. Jika ia mengemukakan intensinya pada karib yang lain, mungkin mereka cuma akan tertawa. Namun, Yukie telah mengenal Koutarou secara dekat dan personal selama hampir tujuh tahun. Hal tersebut membuatnya lebih dari mengerti soal kepribadian Koutarou—lebih dan cacatnya. Satu hal yang Yukie hafalkan di luar kepala adalah bagaimana Koutarou, jika sudah punya keinginan dan hajat, akan berubah menjadi seorang pria paling serius di seluruh dunia. Mungkin satu-satunya manusia yang bisa menandingi pengetahuan Yukie tentang Koutarou hanya Akaashi—kalau masih tidak percaya, tanya saja padanya.

(Oh, ya. Kenapa juga Koutarou memilih untuk bertanya pada Yukie akan ihwal ini dan bukan Akaashi? Yukie merutuk dalam hati.)

Sungguh, ketika Yukie mengirimkan sapaannya tadi sore, seusai menekan gengsinya hingga pipih dan menelan ketakutannya bulat-bulat, ia tidak menyangka konversasi mereka akan sampai di titik ini. Sebab, Yukie kira Koutarou akan membalas, ‘Kou, aku kangen, deh,’-nya dengan, ‘Aku juga.’ Bukan cuma, ‘Main, dong. ‘Kan temen kamu banyak,’ apalagi deklarasi ingin meminang perempuan lain seperti ini.

Sialan.

 

Shirofuku Yukie
Saturday, 7.45 PM

Hah? Serius? Kapan?

 

Yukie merasa bodoh lantaran cuma itu yang bisa ia katakan. Habis, apalagi? Pengakuan dosa kalau selama ini Yukie salah baca rambu-rambu di pinggir jalan?

(Namun, apabila direfleksikan lagi, memangnya ini seutuhnya salah Yukie?

Lampu yang berkedip tidak sepenuhnya merah. Kadang Koutarou menyulapnya agar terlihat begitu hijau; layaknya hutan tropis yang tidak mengenal musim gugur. Katakan, teman macam apa yang mengajaknya berunding mengenai metode didik anak—berjanji mereka akan mendiskusikannya lagi setelah mimpi masing-masing tercapai? Teman macam apa yang memperbolehkan Yukie merasa geer atas pujian-pujian kecil yang seringkali ia lemparkan? Teman macam apa yang seringkali memamerkan kehebatan Yukie pada kelompok pergaulan lain yang anggotanya tidak sepenuhnya Yukie kenal? Teman macam apa yang rela mengantarkan Yukie bolak-balik sejauh 15-25 km saban akhir pekan hanya untuk mencari sampel demi skripsinya yang menguras kapabilitas otak?

Jangan salahkan Yukie jika ia jatuh.

Kalau ia terlanjur terperosok terlalu dalam … mungkin setengah dari kekhilafan tersebut juga disponsori oleh tindak-tanduk Bokuto Koutarou yang ultra manis. Ultra perhatian. Ultra protektif. Dan ultra-ultra lainnya.)

 

Bokuto Koutarou
Saturday, 7.46 PM
Hahaha, ya nggak sekarang lah.
Kan aku masih kuliah.

 

Bokuto Koutarou
Saturday, 7.47 PM
Mungkin nanti kalau aku udah lulus.
Kalau udah lebih siap secara mental dan material.

 

Kelakar macam apa yang sedang semesta beri padanya—Yukie tidak tahu. Sepertinya, dulu, di kehidupan pertamanya, Yukie pernah menghina Tuhan atau membunuh sekelompok orang dengan dingin. Inilah ganjarannya.

Hidupnya sekarang terasa amat merana. Pertama, nasib keluarganya sedang bergantung di ujung tebing, hanya bertahan pada seutas tali yang nyaris terpenggal. Yukie tidak begitu engah siapa yang pertama kali menghapus kata harmonis dari kamus orangtuanya. Mungkin ayahnya, atau ibunya, atau malah Yukie sendiri. Sedikit lagi, bangunan kecil yang Yukie sebut rumah, tempatnya berlindung sedari ia eksis di dunia (tanpa meminta—patut ditekankan), bakal porak-poranda, berikut dengan isinya. Lantas sekarang, ketika ia mencoba mengulurkan tangan untuk meraih satu-satunya individu yang bisa Yukie andalkan dan pernah berjanji buat selalu ada … ia terlanjur bertransformasi jadi sosok yang berbeda.

Boleh diakui kalau dalam perjalanannya hubungan mereka memang meregang, namun seharusnya normal, ‘kan?

Baik Yukie ataupun Koutarou punya mimpi sendiri-sendiri. Mereka sudah dewasa, tidak ada salahnya saling mengeksplorasi hayat masing-masing, ‘kan? Akan tetapi, bukan berarti mereka harus berpisah seperti ini. Bukan berarti Yukie harus rela Koutarou minggat dari halaman-halaman di buku hariannya. Yukie ingin pulang. Ia sedang mencari jalan pulang. Akan tetapi, kenapa kini Koutarou membangun sebuah dinding yang membuat rutenya buntu?

Sekonyong-konyong, ada sebuah besi panas yang dihunjamkan pada renggang di antara tulang rusuk Yukie. Ada denyut menyakitkan yang timbul dan membengkak di dadanya. Napasnya sesak. Kepalanya pening. Pandangannya mulai berkunang-kunang.

Ya Tuhan … kenapa lebih sakit kehilangan Koutarou yang bukan resmi miliknya sekarang ketimbang ketika ia kehilangan pacarnya dulu?

(Suara kecil di sanubarinya berbisik; karena ketika kehilangan pacarmu dulu, kamu menemukan Koutarou. Sekarang … pada siapa kamu bisa bersandar? Kalau Koutarou pergi, maka kamu akan ditinggal sendiri, sendiri, sendiri, sendiri ….)

 

Bokuto Koutarou
Saturday, 8.00 PM
Kie??? Gimana menurut kamu?
Butuh saran, nih.

 

Saran ….

Yukie berkedip pelan. Saran, huh?

Kalau Yukie boleh jujur, saran yang muncul di kepalanya adalah agar Koutarou segera sadar dan melihatnya yang berada di sini. Hampir tujuh tahun lamanya Koutarou hadir dan mewarnai hari-hari Yukie dengan kelir yang cemerlang dan mencolok. Janganlah ia hentikan dengan memulas kelabu atau hitam di jerambah yang telah dipenuhi oleh namanya.

Oke. Baik. Barangkali, Yukie juga tidak luput dari kelalaian. Bisa jadi Koutarou tidak peka bahwa selama ini tubuh Yukie dipenuhi oleh serat-serat afeksi akan pria itu, begitu penuh hingga nyaris meruak melalui lubang di mata dan telinganya, karena Yukie tidak pernah berterus terang secara gamblang. Mungkin Koutarou tidak sadar bahwa Yukie telah merespons gerak-geriknya dengan tulus. Agaknya Koutarou belum mengerti bahwa Yukie menginginkan presensi pria itu untuk ada di sekelilingnya hingga bumantara melebur dengan angkasa raya—tapi tidak apa-apa. Yukie bisa berubah. Yukie bisa berceloteh mengenai romansa dan cinta. Yukie bisa membuat Koutarou merasa disayangi. Yukie mau mengasihi Koutarou dengan sepenuh hati.

Itukah yang Koutarou butuhkan? Benarkah itu fragmen terakhir yang diinginkan Koutarou agar hubungan ini bisa terselamatkan?

(Apa yang akan terjadi kalau Yukie mengakui rasanya pada Koutarou sekarang juga?)

Bokuto Koutarou bagi Shirofuku Yukie merupakan apa yang disebut orang-orang sebagai belahan jiwa dan sahabat terbaik yang pernah dikaruniakan semesta. Kisah hidupnya boleh berantakan dan kerdil dibandingkan dengan suratan takdir ataupun rencana jagad raya, namun selama ada Koutarou, ia merasa bisa menghadapi semuanya. Koutarou merupakan sebuah pegangan yang selama ini Yukie andalkan.

Bukan soal emosi yang terbalas atau tidak—sungguh, bukan itu yang Yukie ragukan. Alih-alih patah hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan, ia lebih ngeri kalau harus kehilangan Koutarou lebih banyak lagi. Sebab, tidak mampu berada di samping Koutarou selama ini saja rasanya sudah begitu ganjil. Kalau Yukie nekat mengaku, maka ia harus berani untuk bertaruh. Buntutnya, ia harus ikhlas melepaskan Koutarou.

Untuk kehilangan itu semua, dia belum sanggup.

Mungkin Yukie tidak akan pernah sanggup.

Series this work belongs to: