Actions

Work Header

Keseharian Cinta Itu - Akakuro (2)

Chapter 14: Hari Akashi dan Kuroko

Chapter Text

Akashi Seijuurou dan Kuroko Tetsuya mendapat libur selama seminggu, dan mereka menggunakannya sebagai waktu untuk beres-beres dan menikmati kebersamaan di rumah saja, mengingat waktu kebersamaan mereka yang sedikit dan cukup jarang akibat pekerjaan. Akashi Seiya pun membantu dengan membereskan barang-barang yang ada di ruang keluarga dimana Akashi memindahkan barang yang berat dan Kuroko membersihkan sekaligus mengelap bagian yang kotor.

“Tetsuya.”

Kuroko menoleh pada surai merah yang memanggilnya. “Aku tahu ini terlambat dan terdengar aneh pula” Kuroko hanya mengerjap bingung saat kekasihnya itu seolah ragu mengatakan apa yang hendak dikatakannya.

“Kenapa kau membiarkan Seiya memanggilmu dengan sebutan mama?” Seiya dan Kuroko ikut terkejut bersamaan kini.

“Ah, papa benar!” Seiya mengerti maksud ucapan Akashi yang tersenyum kini dimana Kuroko hanya mengerjap dua kali.

“Kau benar juga.”

Akashi memberikannya ekspresi tidak percaya bahwa kekasihnya sendiri baru sadar akan hal itu kini. Sebelum hendak menjawab, keduanya melihat Seiya bangkit berdiri dan mendesah pelan.

“Disini sudah, aku mau beres-beres di kamarku ya!”

Seiya melangkah dan melupakan pertanyaan dari sang ayah pada sang ibu. Akashi hendak menghentikannya sebelum tersenyum melihat hasil kerja anak angkatnya itu.

“Sejak kapan dia bergerak cepat seperti itu?”

“Aku tahu aku juga sama-sama laki-laki seperti Sei-kun

Akashi mengerjap ketika mendengar Kuroko mulai menjawab pertanyaannya.

“Kita sama-sama kuat, baik dalam basket maupun hal yang biasa bisa dilakukan seorang laki-laki. Namun, aku merasa nyaman disebut begitu oleh anakku sendiri.” Akashi membelalakan matanya. “Aku memang ingin melindungi Sei-kun, juga melakukan hal yang mungkin tidak bisa dilakukan oleh Sei-kun,” Akashi hanya mendengarkan. “Hanya saja, aku juga ingin dilindungi.” Akashi membelalakan matanya lebih lebar lagi. “Bukan berarti aku mengakui bahwa diriku lemah, aku tidak ingin disebut lemah. Namun, ada saat bahwa inilah yang bisa Sei-kun lakukan, untukku, demi diriku, yang tak bisa kulakukan dan hanya Sei-kun yang bisa.” Kuroko tersenyum pada lelaki bersurai merah itu.

“Itulah alasan mengapa aku menerima panggilanku sebagai mama dan bukan sebagai papa atau panggilan lainnya untuk laki-laki. Karena aku tahu, bahwa Sei-kun-lah yang lebih cocok disebut begitu.”

Kuroko menyentuh pipi Akashi. “Kau-lah ayah dari anak-anakku nanti.” Akashi mengerjap mencoba mencerna apa yang didengarnya itu.

Kata-kata yang lembut nan hangat, membuat Akashi merasa senang sekali. Kuroko mencintai dan menginginkannya seperti itu. Akashi pun mengecup bibir Kuroko lembut.

“Aku kehabisan kata-kata, Tetsuya.” Kuroko mengerjap. “Terima kasih.”

Suara langkah kaki yang bersemangat terdengar mendekat.

“Eh? Apa? Apa alasannya?”

Orang tua angkat Seiya itu pun hanya tersenyum melihat sikap anak mereka.

“Rahasia.” Ujar Kuroko dengan nada menggoda.

“Eehh?? Aku juga kan mau tahu!”

Seiya beranjak ke arah Kuroko dan memeluknya dengan ekspresi memohon. Akashi dan Kuroko hanya tersenyum menanggapinya.

 


 

Kuroko pulang malam dengan keadaan basah kuyup dan stress berat. Selain mengambil pekerjaan sebagai guru taman kanak-kanak, Kuroko mencoba mengambil pekerjaan kantoran. Namun ternyata itu membuatnya stress lebih cepat daripada hal lainnya.

“Aku pulang.”

Akashi beranjak ke pintu depan dan terkejut melihat Kuroko datang dengan basah kuyup dan kepala menunduk.

“Apa yang terjadi padamu?”

Akashi bergegas membawa handuk dan mengelap rambut basah Kuroko. “Tetsuya-“

Ucapan Akashi terhenti saat Kuroko memeluknya erat. “Maaf, Sei-kun.” Akashi menggeleng pelan.

“Tidak masalah. Ada apa?”

Kuroko mendongak dengan ekspresi putus asa. “Aku ingin Sei-kun.” Akashi membelalakan matanya.

“Aku ingin Sei-kun untukku seorang.”

Kuroko membenamkan wajahnya ke dada Akashi, membuat Akashi menghela nafas dan mengusap punggung lelaki surai biru muda itu.

“Ayo.”

Akashi tahu apa yang dibutuhkan Kuroko kali ini. Akashi membawanya ke kamar dan mengganti bajunya, menyiapkan segala hal untuk Kuroko dimana surai biru muda itu membiarkan kekasihnya melakukannya dengan baik dan rapih. Akashi menyalakan air dan siap memandikan Kuroko.

“Mandi denganku.” Akashi terkejut lagi. “Sei-kun.”

Kuroko memohon dari dalam bak mandi, membuat Akashi melepas pakaiannya tanpa ragu dan masuk langsung. Akashi menarik Kuroko dalam pelukannya dan mengecupnya di segala tempat. Kuroko membutuhkan perhatiannya dan kehangatannya. Kuroko mengerang, namun Akashi tahu itu kenikmatan dan kelegaannya. Dari stres yang menggunung. Akashi berusaha meringankannya dengan menghapuskan beban itu perlahan dengan kehangatan dan perhatiannya. Kuroko tak kalah menikmati Akashi, dipeluk dan dirasakannya kehangatan langsung tubuh pria itu di dirinya dan ingin agar Akashi bisa menghilangkan perasaan kecewa dan sakitnya.

“Aku tak suka bekerja kantoran.” Akashi berhasil membuat Kuroko menceritakan masalahnya.

“Berhentilah.” Akashi mendengar Kuroko mendesah pelan.

“Tapi aku ingin bekerja-“

“Aku carikan pekerjaan yang cocok untukmu.”

Kuroko berhenti saat mendengar ucapan kekasihnya. Tegas namun tenang, seolah itu kewajibannya dan Kuroko tak perlu khawatir. Akashi akan selalu disana saat dirinya senang dan sedih.

“Sei-kun

“Hm?” Kuroko mengusapkan wajahnya di pundak Akashi.

“Aku menyukaimu.” Akashi membelalakan matanya. “Aku sangat menyukaimu.” Kuroko merasa Akashi mengelus pundaknya pula dan tersenyum.

“Aku juga.”

Setelah mandi, Kuroko ingin lebih. Akashi memberinya ciuman seperti yang dilakukannya saat di bak mandi. Kuroko mengerang lagi, wajahnya memerah.

“Kau tidak kena demam kan Tetsuya?” Akashi meraih kening Kuroko namun tidak terasa panas.

Kuroko meraih pipi Akashi. “Aku demam karena Sei-kun.”

Akashi membelalakan mata sebelum mengecup surai biru muda itu. “Jangan mengatakan hal yang membuatku tak bisa berhenti menginginkanmu.”

Kuroko mendekap Akashi. “Jangan lepaskan aku.” Gumamnya pelan saat Akashi mulai mengecupnya lagi.

“Takkan pernah.”

Kuroko butuh Akashi dalam dirinya dan tidak hanya di hatinya.

 


 

“Ahh! Ahh! Sei-kun!”

Akashi memasukkan miliknya, mendorongnya dengan cepat namun teratur. “Tetsuya, kau ketat sekali.” Gumamnya di balik nafasnya yang cepat dan berkeringat.

“Ngh…ahh! Ahhh!”

Kuroko memeluk Akashi dengan erat, merasakan kenikmatan dari kegiatan yang mereka lakukan kini. Kuroko merasa Akashi begitu dekat dan selalu disisinya.

“Ahh!!”

“Ngh!”

Setelah berhasil keluar, Akashi menjatuhkan dirinya di atas Kuroko. “Bukan berarti kau harus pulang dalam keadaan begitu kan, Tetsuya.”

Kuroko tersenyum. “Aku mencari alasan agar Sei-kun mau melakukannya denganku.”

Akashi mengecup hidung Kuroko. “Aku selalu ingin melakukannya denganmu, Tetsuya.”

Wajah Kuroko memerah karenanya dimana Akashi hanya tersenyum puas. “Aku ingin hanya Sei-kun yang ada di dalamku.” Akashi membelalakan matanya. Dirinya melihat air mata mulai mengalir di mata Kuroko.

“Hei, aku takkan meninggalkanmu.” Akashi menyeka air mata Kuroko. “Mana mungkin setelah aku bersusah payah begitu.” Akashi membantu Kuroko bangkit duduk, dimana surai biru muda itu langsung menjatuhkan kepalanya di pundak Akashi. “Kau membuatku khawatir Tetsuya.” Akashi menyeka air mata Kuroko lagi yang masih mengalir. Dirinya mengecup lagi bibir Kuroko dengan lembut. “Aku disini, aku akan memberimu lagi bila kau masih menginginkannya.” Kuroko meraih tangan Akashi dan menyentuhkannya pada bagian miliknya. “Hm?” Kuroko memandangnya penuh harap. Akashi pun tersenyum.

“Akan kuberikan semuanya untukmu.”

Akashi dan Kuroko kembali melakukannya tanpa memikirkannya waktu dan apa yang akan terjadi pada mereka setelahnya. Akashi hanya memberikan apa yang Kuroko inginkan.

“Ah! Ah! Sei-kun!”

“Suaramu menggoda, membuatku sulit berhenti.”

“ah…ah…ng…” Kuroko memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang Akashi berikan untuknya. “Ah…aku…aku…” Kuroko mencengkram erat pundak Akashi.

“Aku tak keberatan melakukannya sesering apapun denganmu, Tetsuya.” Akashi mengecup Kuroko. “Asalkan apa yang kulakukan bisa membuatmu bahagia.”

Kuroko menikmati ciuman lembut Akashi. Kuroko menginginkan ini, kehangatan dan sambutan yang lembut dari orang yang dicintainya.

“Fuah…” Akashi tersenyum. “Ah…” Kuroko keluar lagi, begitu juga dengan Akashi di dalamnya. “Banyak sekali, Sei-kun…”

Wajah Akashi memerah. “Semakin lama aku melakukannya denganmu semakin banyak aku mengeluarkannya.” Wajah Kuroko memerah. “Jangan salahkan aku bila dirimu terisi penuh olehku.”

Wajah Kuroko memerah padam. “T-tolong hentikan ucapanmu itu…” Akashi tertawa.

“Kau masih mau lagi?” Kuroko terdiam, mereka masih dalam posisi yang sama dengan keadaan bersimbah keringat. Sekaligus lengket.

“Belum cukup…” Akashi membelalakan matanya saat merasa sesuatu mengalir hangat di pundaknya. “Aku masih menginginkan Sei-kun…” Kuroko memeluk Akashi dengan erat. Akashi hanya mendesah pelan sebelum akhirnya mengabulkan permintaan Kuroko.

Mereka berhenti saat menjelang pagi hari.

“Masih mau menjelaskan kenapa kau begitu tak tahan seperti ini?”

Kuroko kini memeluk Akashi dengan erat. Kuroko terdiam sebelum akhirnya mendongakkan kepalanya.

“Aku hanya menyadari bahwa kerja kantoran itu melelahkan.”

Akashi mengangguk. “Juga penuh stress dan tekanan.” Surai merah itu mendesah pelan.

“Ayahmu terus berjuang keras menghadapi yang seperti ini ya?” Akashi mengusap rambut Kuroko dengan jemarinya.

“Bila aku mengikuti perintah ayah dengan menjadi penerus keluarga”

Kuroko mendongak melihat kekasihnya. “Maka aku akan jarang bisa bersamamu, Tetsuya.”

Akashi mendekapnya erat. “Aku sudah cukup senang dalam melakukan pekerjaan sebagai Kishi, dan bisa bersamamu lebih banyak.” Kuroko tersenyum lembut.

“Aku menemukan kehangatan yang kuinginkan selama ini.” Tambahnya.

“Asalkan itu pilihan Sei-kun, aku ikut senang.”

Akashi tersenyum sebelum melepas pelukannya. “Nah, saatnya membersihkan diri? Aku lapar.”

Kuroko terkekeh. “Ayo makan.” Akashi tersenyum dan bangkit. “Terima kasih, Sei-kun.” Akashi mengerjap terkejut.

“Sudah kewajibanku membuatmu bahagia, dan menjadi tempatmu pulang, Tetsuya.” Akashi mengecup puncak kepala Kuroko, membuatnya tersenyum senang.

“Aku juga, Sei-kun.”

Akashi dan Kuroko mandi bersama lagi, bila Kuroko tak menghentikan Akashi dalam mengajaknya melakukan kegiatan itu lagi, kegiatan itu takkan berhenti.

“Pantas saja kau bilang selalu ingin.” Gerutu Kuroko saat hendak memakai baju.

Akashi terkekeh. “Sudah kubilang kau itu menggoda, Tetsuya.” Kuroko mendengus saat memakai baju Akashi.

“Sejak kapan kau suka memakai pakaianku hm?”

Kuroko menoleh pada kekasih berambut merahnya itu. “Benarkah?” Kuroko mengerjap melihat pakaian yang dipakainya kini.

“Aku hanya merasa pakaian yang kupakai beberapa hari ini nyaman.”

Akashi mengerjap sebelum tersenyum. “Kita tak perlu membeli pakaian untuk masing-masing lagi kalau begitu.”

“Eh?” Akashi menghampiri dan mengecup tangan Kuroko.

“Karena kita berbagi dalam memakainya.” Kuroko mengerjap tidak mengerti namun akhirnya tersenyum.

“Baiklah.”

Keduanya pun turun untuk makan pagi.

“Ngomong-ngomong kemana Seiya-kun?”

Akashi menyentuh pundak Kuroko dengan tawa kecil.

“Segitu beratnya kah pekerjaan kantoranmu itu Tetsuya tersayang? Sampai kau lupa pada anakmu sendiri?”

Kuroko menggembungkan pipinya kesal. “Aku hanya teringat pada Sei-kun.” Tegasnya dan membuat Akashi membelalakan matanya terkejut.

“Kau membuatku senang sekali Tetsuya.”

Kuroko melangkah mengikuti Akashi yang berjalan lebih dulu darinya ke dapur.

“Benarkah?”

Akashi mendekatkan wajahnya pada Kuroko yang kini berdiri di sampingnya. “Bahwa kau membutuhkanku.” Wajah Kuroko memerah dimana Akashi terkekeh.

“Aku mau tofu, apa kau punya bahan-bahannya?”

Akashi membuka kulkas dimana Kuroko melongok dari balik pundaknya.

“Bukankah sudah ada? Sei-kun belum menggunakannya kan?”

Akashi mencarinya dan menemukan satu paket dari supermarket. “Ada.” Kuroko pun tersenyum saat Akashi mengangkatnya.

“Lalu kemana Seiya-kun?”

Akashi mengerjap mendengar pertanyaan yang satu itu sekali lagi. “Dia ada latihan kemping dengan tim basketnya. Kembali besok.” Kuroko menghela nafas lega.

“Cek ponselmu. Apa ponselmu juga kebasahan?”

Kuroko menggeleng pelan. “Sei-kun membelikanku anti airnya kan?” Kuroko meraih ponselnya yang berwarna biru muda seperti rambutnya itu.

“Aku sampai lupa mengabarimu dulu.” Akashi melihat Kuroko memasang ekspresi sedih dan bersalah sembari memandang layar ponselnya.

“Aku nggak marah Tetsuya.”

Akashi tersenyum saat melangkah ke bak cuci piring. Kuroko menoleh dengan khawatir. “Karena aku sendiri berhasil melindungimu.” Akashi mengatakannya sembari mengedipkan matanya jahil. Kuroko tersenyum dengan rona merah di pipinya.

“Nah, Tetsuya mau apa?”

“Vanilla milkshake!” Kuroko berjalan ke tempat Akashi dengan bahagia.

Akashi mendesah pelan.

“Kuizinkan kali ini, Tetsuya.” Kuroko memeluk Akashi dengan wajah berbunga-bunga.