Work Text:
Ini bukan pertama kalinya Nagisa melihat Masayuki menggunakan kacamata. Sungguh, harusnya Nagisa terbiasa dengan penampilan Masayuki yang mengenakan kacamatanya. Namun tak bisa ia sangkal, Masayuki dengan kacamata yang bertengger di antara hidungnya adalah pemandangan paling berbahaya bagi jantung Nagisa. Ia tak bisa tenang melihatnya. Masayuki terlalu.... Indah.
Astaga, apa yang ada di pikirannya?! Masayuki mengenakan kacamata memang karena matanya minus, bukan untuk fashion! Ingat Nagisa, kau harus tenangkan dirimu!
Sial. Tidak bisa.
Memangnya siapa yang tidak akan tambah jatuh hati jika melihat orang yang kau sukai terlihat tampan dan menawan seperti ini? Ingin sekali Nagisa membenturkan kepalanya pada dinding.
Ia harus pergi dari kamar sekarang. Jika ia lama-lama di dekat Masayuki, ia tak yakin jantungnya akan kuat. Bagaimanapun juga, ia masih sayang nyawa.
Tanpa sepatah kata, Nagisa meninggalkan Masayuki yang sedang fokus membaca skrip drama yang akan dibintanginya.
Nagisa berjalan lurus menuju dapur, lalu mengambil segelas air putih untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Tak lega dengan sekali dua kali tegukan, Nagisa menghabiskan segelas air itu sekaligus. Setelahnya ia menarik nafas, lalu ia hembuskan. Begitu terus hingga jantungnya berdetak normal kembali.
"Oh, Nagisa-kun. Sedang apa?" sapa Rei yang baru masuk dapur.
"Hanya minum," balasnya singkat. Nagisa melihat Rei mengambil sebuah apel, lalu memotongnya hingga menjadi beberapa bagian.
"Mau apel?" Rei menawarkan apel yang tadi ia potong. Nagisa mengangguk, mengambil sepotong apel dan mengucapkan terima kasih padanya.
Dan keduanya memakan apel dengan tenang. Sangat tenang, hingga Nagisa melupakan soal Masayuki sejenak. Dan itu adalah hal bagus untuknya.
Namun ketenangan Nagisa tidak berlangsung lama. Karena pasalnya, orang yang Nagisa lupakan tadi justru masuk ke dapur.
"Kau disini rupanya," ucap Masayuki, seperti sedang mencari Nagisa. Ia juga masih mengenakan kacamatanya. Sepertinya dia lupa melepasnya, karena biasanya ia langsung melepas kacamatanya jika sudah selesai. Tak nyaman menggunakan kacamata, alasannya.
Nagisa tak menjawab, melihat ke arah Masayukipun tidak. Ayolah! Dia ke dapur tadi karena ingin menenangkan dirinya, kenapa si pembuat masalah justru menemuinya?
Dan sekarang Masayuki ikutan menikmati apelnya Rei. Bahkan Rei memotongkan satu apel lagi untuk Masayuki.
"Abis menghafal skrip, ya?" Nagisa mendengar Rei bertanya pada Masayuki.
"Hu'um. Ya walau belum hafal sepenuhnya, tapi sudah lumayan lah," dan Masayuki membalas.
"Oi, Nagisa! Kenapa tadi keluar kamar nggak bilang-bilang?" Masayuki melempar pertanyaan padanya, dan jika boleh jujur, Nagisa tak mau menjawabnya. Tapi ia juga tak mau membuat Masayuki atau yang lain menaruh curiga padanya.
"Memangnya kenapa kalau nggak bilang? Toh, aku cuma mau minum," balasnya, yang sialnya terdengar seperti orang marah. Argh, ia tak bermaksud seperti itu!
"Iya sih," gumam Masayuki.
Tak mau menerima pertanyaan, Nagisa pun pergi tanpa sepatah kata. Ia masih bisa mendengar Rei yang bertanya, apakah mereka berdua sedang bertengkar atau tidak. Namun ia tak mendengar jawaban dari Masayuki karena ia sudah jauh dari dapur.
**
Saat makan malam, Nagisa yang biasanya duduk di samping Masayuki, kali ini ia pindah tempat dengan Rei yang letaknya jauh dari Masayuki. Setidaknya dengan begini, ia bisa menghiraukan keberadaan Masayuki.
Makan malam terlewati dengan aman dan tenang. Tidak terlalu tenang sih jika kau melihat tingkah Kakeru dan Yusuke yang tak pernah diam mempermasalahkan hal sepele. Namun cukup tenang bagi Nagisa.
"Ngomong-ngomong, Masayuki. Sepertinya aku jarang melihatmu pakai kacamata," Nagisa mendengar Kakeru bicara. Refleks Nagisa melepaskan sendoknya, namun segera ia ambil kembali. Kenapa juga Kakeru mengambil topik itu?
"Memang. Aku lebih suka pakai kontak daripada kacamata. Tapi mataku sedang tidak enak menggunakan kontak," balas Masayuki seadanya.
Yusuke yang berada di sebelahnya menyiku lengannya pelan. Nagisa menengok, namun yang ia lihat justru senyum mengejek dari Yusuke. Bolehkah ia menjitak temannya itu?
"Kau masih lemah ya~?" Yusuke berbisik, jelas sekali bahwa ia sedang mengejeknya.
"Berisik," balasnya dengan berbisik. Ia membuang muka, tak ingin melihat temannya yang jahat sekali dengan penderitaannya.
Dan ya, hanya Yusuke yang tahu mengenai titik lemah Nagisa. Itupun karena Nagisa tidak sengaja membeberkannya pada Yusuke. Dan ia menyesalinya seumur hidup, sungguh.
Tanpa Nagisa sadari, pandangan Masayuki sedari tadi ke arahnya terus. Ia bingung dengan Nagisa yang jelas mengacuhkannya. Dia salah apa?
**
Ketika Masayuki pamit ke kamar untuk meneruskan menghafal skrip, Nagisa berdiam diri di ruang tengah. Awalnya ia sendirian, dan ia bersyukur akan hal itu.
Namun beberapa menit kemudian, perusuh datang. Siapa lagi jika bukan Yusuke. Ia langsung memposisikan diri di samping Nagisa.
"Nagisa, Nagisa... Kalau kau begini terus, Masayuki akan kebingungan, loh. Kasihan dia," ucap Yusuke, mencoba menuturinya. Namun ucapannya ia tolak mentah-mentah. Memang Yusuke merasakan apa yang ia rasakan? Seenaknya bilang begitu.
Nagisa tak menjawab, namun bibir manyun lima senti ia tunjukkan. Menunjukkan bahwa ia tak menerima penuturannya.
"Dasar anak kecil. Bukannya seharusnya kau bersyukur bisa melihat orang yang kau suka terlihat lebih tampan dari biasanya? Apalagi kau tak selalu melihatnya seperti itu," ujar Yusuke, berusaha mengajaknya berbicara.
"Iya sih. Tapi jantungku tidak mau berdetak dengan normal," balasnya dengan lirih.
"Kalau kau begini terus, kau akan kehilangan dia, tahu! Dia akan berpikir kau mulai membencinya," ucap Yusuke, tak bermaksud menakuti Nagisa. Namun Nagisa semakin manyun.
"Aku tidak membencinya," ujarnya lirih.
"Aku tahu. Tapi dia tidak. Makanya, daripada kau berdiam diri seperti patung, lebih baik kau balik ke kamar sana!" suruh Yusuke, lebih tepatnya mengusir sih.
"Pokoknya kalau besok aku mati karena jantungan, kau yang akan kusalahkan!" ucap Nagisa, mencoba mengancam Yusuke dan menatapnya tajam.
Yusuke memutar bola matanya, dasar anak kecil, pikirnya.
"Iya, iya! Kalau kau mati jantungan, aku akan memberitahu Masayuki alasannya," ucap Yusuke menyeringai. Dan pukulan dari Nagisa ia terima di lengan.
"Awas aja kalau berani bilang!"
Dengan ucapan terakhirnya pada Yusuke, Nagisa pun pergi ke kamarnya.
Ketika ia masuk kamar, Masayuki sudah rebahan di kasur tanpa kacamata. Tolong garis bawahi, Masayuki saat ini sudah melepas kacamatanya. Dan tanpa sadar Nagisa menghela nafas dengan keras. Ia merasa sangat lega.
Helaan nafasnya itu ternyata menarik perhatian Masayuki. Ia menatapnya terus, namun tak berkata apapun. Nagisa acuh soal itu, ia berjalan ke kasur lalu mendaratkan pantatnya di sebelah Masayuki.
"Nagisa," panggil Masayuki dengan halus.
Nagisa menatapnya dengan pandangan bertanya. Ia pikir Masayuki akan bertanya soal sikapnya hari ini. Namun ketika senyum merekah di wajah Masayuki, keningnya berkerut heran.
Lengan Masayuki merangkul bahunya, mendekatkan tubuh mereka. Kepala Masayuki pun ia sandarkan di atas kepala Nagisa. Hal seperti ini yang tidak Nagisa mengerti.
"Awalnya kupikir kau sedang marah. Tahunya hanya masalah kacamata," ujar Masayuki dengan santainya.
Mendengar itu, Nagisa langsung menarik diri dari rangkulan Masayuki dan menatap kaget ke arahnya.
"Yusuke yang bilang," ucap Masayuki, seperti paham apa yang ada di pikirannya.
"Ck, dasar pengkhianat!" gumam Nagisa kesal.
"Hei, memangnya separah itu ya waktu aku pakai kacamata?" tanya Masayuki dengan pelan. Kedua bahu Nagisa dipegang erat olehnya, membuat Nagisa mau tak mau menatapnya.
"Sangat parah," Nagisa menjawabnya dengan lirih.
Dan Masayuki tersenyum lebih lebar. Sepertinya ia puas dengan jawaban Nagisa. Namun tak lama setelah itu, senyum lebarnya hilang. Masayuki memeluk pinggang Nagisa, kepalanya ia sandarkan pada bahu Nagisa.
Lagi-lagi Nagisa dibuat tak paham olehnya.
"Maaf,"
Nagisa mendengar Masayuki meminta maaf.
Untuk apa?
"Aku tak akan menggunakan kacamata lagi," Masayuki melanjutkan ucapannya.
Kenapa?
Eh, kenapa?
Walaupun Nagisa ingin bertanya, namun bibirnya terasa lengket hingga tak mau buka.
"Aku tak mau kau menjauh," dan Masayuki pun memberikan alasannya.
"Kalau saja aku tahu alasanmu tak mau dekat denganku karena kacamata, tentu saja aku tak akan menggunakannya."
Oh, sial. Kenapa jadi mellow seperti ini? Nagisa merasa bersalah sekarang. Sangat jarang Masayuki bersikap seperti ini. Dan ketika ia seperti ini, Nagisa yang paling tidak tahan. Ia tak bisa melihat Masayuki sedih karenanya.
"Bukan salah Masayuki, kok. Ini salahku karena tiba-tiba menjauhimu, padahal kau tidak salah apa-apa," Nagisa mencoba menenangkan Masayuki.
Masayuki melepas pelukannya, lalu menatap Nagisa. Kedua tangannya menangkup pipi Nagisa. Dikecupnya kening Nagisa sebentar namun penuh perasaan, lalu ia satukan kening mereka.
Keduanya hening, saling menikmati suasana yang mulai berubah menjadi 'sedikit' romantis ini.
"Masayuki," panggil Nagisa, memecah keheningan. Masayuki hanya bergumam merespon, kening mereka masih bersatu. Masayuki pun masih menutup matanya.
"Kurasa sekarang tidak masalah kamu pakai kacamata," ujar Nagisa dengan pelan.
Dan hal itu membuat Masayuki membuka mata dan melepaskan kening mereka. Ia menatap Nagisa dengan ekspresi terkejut yang kentara.
"Y-ya, abisnya tidak mungkin kalau aku harus menjauhimu tiap kali kamu pakai kacamata," ucap Nagisa, mengedarkan pandangannya kemanapun selain wajah Masayuki.
Perlahan Masayuki tersenyum. Nagisa'nya' yang biasanya sudah kembali.
"Baiklah, kalau itu maumu," ucap Masayuki. Nagisa melihat tangan Masayuki meraih kacamata yang tergeletak di meja.
Gawat.
Masayuki pun memasang kacamatanya kembali, lalu memperlihatkannya ke Nagisa. Seketika Nagisa mengalihkan pandangannya.
"Nagisa, lihat aku~" pinta Masayuki.
"Tidak mau!"
"Katanya tadi aku boleh pakai kacamata!" ucap Masayuki, terdengar sedang merajuk.
"Ya maksudnya tidak sekarang juga!" Nagisa membalas.
"Ya kan buat latihan," ujar Masayuki. Namun Nagisa tak mendengarkannya. Ia tetap tak mau memandangnya!
Hingga akhirnya Masayuki memaksanya untuk melihatnya.
"Lihat aku!" pinta, bukan, lebih tepatnya Masayuki menyuruhnya.
Mau tak mau Nagisa menatap Masayuki. Ah, ia tak kuat. Jantungnya mulai berdegup kencang kembali.
"Wajahmu merah," komentar Masayuki, entah untuk menggodanya atau memang polos akan kondisinya saat ini.
"AAAH-- Jangan lihat wajahku!" seru Nagisa yang langsung menyembunyikan wajahnya pada bantal.
Melihat reaksi Nagisa yang lucu, membuat Masayuki ingin menjahilinya. Ia baru tahu Nagisa akan bertingkah selucu ini hanya karena dirinya yang memakai kacamata.
"Ayolah, Nagisa~ kau harus latihan!" pintanya, mencoba menjauhkan wajah Nagisa dari bantal.
"Tapi tidak sekarang!" tolaknya mentah-mentah.
Percuma, Nagisa tetap tidak mau menunjukkan wajahnya. Mungkin ia harus menyerah untuk kali ini. Ia pun melepas kacamatanya.
"Aku sudah melepas kacamataku, jadi jangan tutup wajahmu. Nanti kau kehabisan nafas!" ucap Masayuki.
Awalnya Nagisa tak percaya, tahu sendiri kalau Masayuki kadang usil. Namun ketika ia melirik Masayuki sedikit, ia tak berbohong. Karena itulah ia sudah tak menyembunyikan wajahnya.
"Maaf," ucap Masayuki sambil mengelus lembut rambut Nagisa.
"Hmm," Nagisa hanya mengangguk.
"Ya sudah, ayo tidur," ajak Masayuki yang mulai merebahkan diri.
"Mau peluk~" pinta Nagisa.
Masayuki langsung merentangkan kedua tangannya, mengundang Nagisa agar masuk ke dalam pelukannya. Dan tanpa buang waktu, Nagisa langsung memeluk Masayuki.
"Selamat tidur."
"Selamat tidur."
Masayuki sudah menutup matanya, sedangkan Nagisa masih membuka matanya lebar. Ia melihat wajah Masayuki yang terlelap. Hm, biar kuperjelas. Lebih tepatnya, Nagisa menatap ke arah bibir ranum Masayuki.
Perlahan Nagisa mendekatkan wajahnya pada wajah Masayuki. Dan secepat kilat ia memberi ciuman selamat malam pada Masayuki. Setelah itu ia benamkan wajahnya pada dada bidang Masayuki, wajahnya memerah hingga ke telinga walau Masayuki tak melihatnya.
Dan tanpa Nagisa ketahui, Masayuki tersenyum setelah mendapatkan ciuman itu.