Work Text:
Katanya kehidupan sempurna itu cuma ada di novel-novel saja. Namun, ucapan itu terpatahkan ketika orang-orang mengenal sosok Rindou Haitani. Ia terlahir sebagai alpha cerdas, berkecukupan, punya keluarga sehat dan teman baik mengelilinginya. Banyak orang menginginkan kehidupan seperti Rindou. Namun, di balik semua kelebihan Rindou, ia memiliki satu kekurangan fatal sebagai seorang alpha. Rindou menderita anosmia; suatu keadaan di mana seseorang kehilangan fungsi indra penciumannya. Untuk kasus Rindou, ia ia menderita anosmia permanen; telah seperti itu sejak lahir ke dunia.
Namun, apa Rindou menyalahkan Tuhan atas kecacatan dalam dirinya? Tidak. Ia menganggapnya sebagai bayaran atas kelebihan-kelebihan lain yang dimilikinya. Ia tidak akan pernah tahu bagaimana harumnya bunga di taman atau baunya sampah di pembuangan. Ia tidak akan pernah tahu bagaimana aroma feromonnya sendiri atau aroma feromon pasangannya. Bagi Rindou rasa syukur menjalani hidup yang normal terlepas dari kekurangannya telah cukup untuk mengubur rasa penasaran akan bau-bau di sekitarnya.
Dalam dunia Rindou, seorang alpha akan dapat mengenal pasangan omega mereka dari aroma khusus yang omega keluarkan. Untuk Rindou dengan anosmia-nya, boleh jadi ia tidak akan pernah tahu siapa pasangan omega-nya. Akan tetapi, Rindou tidak mempermasalahkan hal tersebut. Ia mencoba melihat keuntungan di sana. Dengan tidak bergantung pada aroma omega, Rindou bisa memilih sendiri pasangannya. Bisa jadi dia berakhir dengan seorang beta atau sesama alpha.
Hingga pada suatu waktu di tahun terakhir kuliahnya, Rindou bertemu dengan Sanzu. Saat itu Sanzu mengulang mata kuliah di semester satu sebab ia telah melewatkan banyak kelas mata kuliah tersebut membuatnya tidak memenuhi syarat kelulusan. Sementara Rindou sendiri ia mengambil mata kuliah serupa untuk mengisi waktu hingga wisudanya. Rindou dan Sanzu ditempatkan di kelas yang sama. Dari situlah Rindou mengenal sosok Sanzu.
Sanzu merupakan sosok misterius bagi Rindou. Ia tidak banyak bicara, selalu mengenakan masker yang tutupi separuh wajahnya. Rindou pikir Sanzu sedang sakit saat itu, sampai lama waktu mereka bersama membuat Rindou sadar Sanzu tidak pernah lepaskan masker itu darinya kecuali saat makan dan minum. Karena rasa penasaran yang tidak dapat ia bendung lagi, Rindou memberanikan diri bertanya pada Sanzu.
"Zu, lo kenapa selalu pakai masker?" Sanzu yang sedang mengerjakan tugas mereka berhenti menulis dan menatap Rindou sejenak. "Lo kan gak sakit tuh. Kalau soal luka lo, menurut gue lo tetep cantik dengan itu." Rindou mengatakan hal tersebut dengan santai sementara Sanzu berusaha mati-matian menetralkan ekspresi wajahnya meski ia masih kenakan maskernya.
Tiba-tiba Sanzu menurunkan maskernya; memperlihatkan dua garis luka di masing-masing sudut bibir. Rindou tidak pernah tahu cerita di balik luka tersebut. "Rin, kalau gue cerita lo gak akan ngejauh kan?" Rindou mengernyitkan dahi heran sejenak lalu ekspresinya kembali normal. Ia menatap Sanzu serius. "Zu, lo tau kan apa kata orang-orang soal lo? Mereka bilang lo tukang nyabu. Gue gak percaya itu karena buat gue lo normal sama seperti gue. Pun kalau rumor lo seorang pemakai, gue yakin lo udah terbebas dari itu sekarang. Lihat aja diri lo sekarang. Lo pasti bosen denger gue ngomong gini, tapi serius Zu, lo cantik, pinter, baik. Kalau gue bisa nyium bau, gue rasa lo punya aroma yang harum. I always feel at ease with you."
Sanzu dibuat tidak bisa berkata-kata oleh Rindou. Semua yang Rindou katakan adalah apa yang selalu ingin ia dengar. Kalau saja Rindou tahu yang sebenarnya, mungkinkah ia masih akan bersikap seperti ini pada Sanzu? Sanzu tidak berani mengambil risiko tersebut. Ia sebenarnya sudah menyukai Rindou sejak lama, jauh sebelum mereka mengikuti kelas yang sama. Bagi orang seperti Sanzu, ia hanya bisa melihat Rindou dari kejauhan. Rindou seperti matahari; ia menjadi poros bagi orang-orang di sekitarnya. Ketika mereka akhirnya bisa dekat, Sanzu tahu kenapa semua orang ingin berada di sisi Rindou. Pemuda itu hangat layaknya matahari pagi.
Tanpa sadar setetes air mata jatuh. Sanzu menangis. Ia menangis tanpa suara di depan Rindou membuat pemuda itu panik. "Eh, Zu, kok nangis, sih. Astaga. Maaf kalau gue salah ngomong. Zu, jangan nangis dong." Rindou buru-buru memeluk Sanzu, berusaha menenangkan sang omega. Beberapa saat berlalu Sanzu telah berhenti menangis namun Rindou masih memeluknya. "Rin?" panggil Sanzu. Rindou menunduk, memperhatikan sepasang manik milik Sanzu. "Udah boleh lepas..." Rindou sedikit ragu, ia tidak bohong jika dirinya suka ketika Sanzu berada di dekapannya. "Janji jangan nangis tiba-tiba kayak tadi lagi?" Sanzu mengangguk dan Rindou mulai melepaskannya.
"Maaf, ya, tiba-tiba gue nangis kayak tadi." Rindou menggeleng, "iya gapapa, harusnya gue yang minta maaf kalau buat lo gak nyaman sama pertanyaan gue. Lo gak harus jawab kok, Zu. Lupain aja yang tadi." Rindou merasa sangat bersalah karenanya. Gantian Sanzu yang menggelengkan kepalanya sekarang. "It"s fine, gue emang mau cerita dari lama. Cuma, gue takut lo bakalan ninggalin gue kalau lo denger. Gue tau, gue egois karena masih pengen di sisi lo terus. Gue suka sama lo, Rin."
Rindou sepertinya tidak terkejut mendengar pernyataan suka dari Sanzu. Siapapun yang cukup jeli juga akan sadar begitu melihat bagaimana Sanzu menatap Rindou. Rindou sendiri juga menyimpan rasa pada Sanzu, ia tidak bohong dalam waktu singkat yang mereka habiskan Sanzu membuatnya merasa nyaman dan ia merasa mereka memiliki koneksi. Padahal belum tentu Rindou dan Sanzu adalah pasangan alpha-omega yang ditakdirkan. Oh, kalau saja Rindou dapat mencium bau. Ia ingin tahu apakah Sanzu pasangan omega yang ditakdirkan untuknya.
"Rin, lo gak harus balas perasaan gue. Tapi tolong dengerin gue dulu, ya?" Rindou mengangguk. "Apa yang orang-orang lain katakan itu bener. Gue dulu seorang pecandu. Gue tahu gak ada excuse bener buat nyentuh barang haram itu, but my life was miserable before I met you. I came from a broken family, I couldn"t handle my family situation back then hingga gue menemukan alternatif lain dengan drugs. I can"t tell the details; it"s my two years nightmare tapi setelah itu gue ketemu lo. You talked to me like normal person dan lo treat gue like normal person too. Sampai gue tahu kalau that"s just your nature. Rin, you are always kind to people. Your kindness helps me to change, to get out from drugs addiction, to be a better person of myself."
"Yang awalnya gue cuma menganggumi lo sebagai savior gue, I slowly see you as something else; crush. Setelah kita bener-bener ngobrol dan makin deket, gue gak bisa nahan perasaan gue ke lo. I fell deeper and harder to you." Sanzu menatap Rindou dengan penuh perasaan berkumpul di bola matanya. Ia sungguh serius dan tulus dengan ucapannya barusan. "Masker ini," Sanzu menyentuh maskernya, "it"s true gue pake buat nutupin luka gue. Tapi, juga ngebantu gue buat menghalau bau di sekitar gue. Gue punya penciuman yang sensitif. Rasanya semua bau di sekitar gue buat gue pusing dan kepala gue penuh. Tapi, engga dengan feromon lo, Rin. Gue suka, suka banget. Sampai gue rasanya candu dan gue takut. Takut kalau gue balik ke Sanzu yang dulu."
Sanzu memeluk diri sendiri, berusaha hentikan tubuhnya yang bergetar ketika ia mengingat masa-masa kelamnya. Rindou yang menyadari gelagat aneh Sanzu menyentuh bahunya, membuat Sanzu menatap Rindou. "Calm down, Zu. Lo gak akan kembali ke masa-masa itu lagi. Gue di sini sekarang." Rindou mengambil dua tangan Sanzu dan menggenggamnya lembut lalu menempelkannya di dadanya. "If I have to be honest, gue juga punya perasaan buat lo, Zu. Gue suka menghabiskan waktu dengan lo, gue suka bersama lo. Awalnya emang gue penasaran sama lo, pengen ngebuktiin apa kata orang-orang, but now I"m genuinely want to know about you, to learn about you, to understand you."
Sanzu sepertinya tidak menyangka jika Rindou memiliki perasaan yang sama dengannya. Sulit mengartikan sikap yang ditunjukkan oleh Rindou apakah ia hanya sekadar terlalu baik atau sungguh memiliki perasaan padanya. Namun, melihat Rindou sedekat ini dan mengatakan semua itu membuat Sanzu tersadar jika Rindou hanya melihatnya. "Sanzu Haruchiyo, will you give me an honor to be your boyfriend?" Sanzu mengangguk, sekali lagi menitikkan air mata namun kali ini memiliki arti kebahagian.
Mendengar kabar Rindou Haitani menjalin hubungan dengan Haruchiyo Sanzu cukup membuat gempar kampus. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat Rindou cukup terkenal. Bahkan dosen-dosen juga ikut membicarakan berita tersebut. Tapi, Rindou tidak peduli akan hal itu. Ia hanya peduli membahagiakan Sanzu. Mereka masih menjalin hubungan tanpa perlu dengarkan omongan orang-orang. Rindou menamatkan kuliahnya tepat waktu, sementara Sanzu harus mengulang satu tahun lagi demi mengejar kelas-kelas yang tertinggal.
Satu tahun kemudian, Sanzu berhasil menyelesaikan pendidikan dengan Rindou yang telah mendapatkan pekerjaan. Rindou masih setia dan selalu mendukung Sanzu. Di hari wisuda Sanzu, Rindou menyiapkan makan malam masakan sendiri. Mereka akan merayakan kelulusan Sanzu bersama di apartemen Rindou. Cukup sederhana namun sangat bermakna. "Sanzu, selamat untuk kelulusanmu. Aku tahu kamu bisa." Rindou mencium kening Sanzu yang direspons dengan ekspresi malu-malu dari Sanzu. Padahal mereka sudah bertahun-tahun berpacaran namun perlakuan Rindou masih manis dan sayang seperti dulu dan Sanzu selalu terbuai karenanya.
"Terima kasih, Rin. Semua berkat kamu. I"m glad to have you by my side." Tiba-tiba Rindou berlutut dengan satu kaki di depan Sanzu. Ia mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin. Rindou sudah menantikan ini sejak lama. Ia ingin memiliki Sanzu seutuhnya. Tidak peduli jika ia tidak bisa mencium aroma omega Sanzu atau apakah Sanzu adalah omega yang ditakdirkan untuknya apa bukan, Rindou akan melawan takdir itu. Rindou Haitani ingin Haruchiyo Sanzu untuknya, bukan yang lain.
"Sanzu, maukah kamu menikah denganku?" Sanzu menutup mulutnya. Ia pernah membayangkan saat-saat seperti ini hadir di dalam hidupnya. Sanzu pun sama, ia ingin Rindou untuknya. Ia pikir dengan apa yang mereka miliki sekarang sudah lebih dari cukup. "Rin, aku mau. Siapa yang akan menolak orang sepertimu? Aku selalu memimpikan hidup bersamamu sebagai pendampingmu. Tapi, aku engga mau kalau kamu harus menderita denganku. Aku tahu kamu engga peduli dengan kata orang-orang dan aku tahu orangtua kamu menentang kita. Rin, aku sayang sama kamu. Aku mau kamu dengan yang lebih baik." Sanzu tidak ingin melakukan ini, tetapi ia tidak boleh egois. Tahun-tahun yang mereka habiskan selama ini seharusnya cukup.
"Sanzu, aku cuma mau kamu. Kamu yang terbaik buatku. Kalau kamu belum siap buat menikah, it"s fine I can wait but please don"t say those words again. Aku gak mau yang lain dan aku akan selalu memilih kamu, Sanzu." Rindou menyimpan kotak cincinnya lalu memeluk Sanzu erat. Mau satu, dua, atau sepuluh tahun lagi, Rindou akan menunggu Sanzu hingga ia siap.
Pada akhirnya penantian Rindou berakhir dalam enam bulan. Sanzu akhirnya memantapkan diri dengan keputusan mereka membawa hubungan mereka ke jenjang lebih serius. Rindou sangat senang mendengarnya sampai-sampai ia ingin menikahi Sanzu hari itu juga. Sanzu hanya tertawa geli melihat Rindou yang kegirangan. Keesokan hari mereka memutuskan untuk bertemu dengan orangtua Rindou.
"Rin," panggil Sanzu menahan lengan Rindou, "...takut." Rindou mengusap punggung Sanzu lembut, berusaha tenangkan kekasihnya itu. "Gapapa, kita bisa lewatin ini. Kamu tetap di sisiku aja."
"Kamu yakin ingin menikah dengannya? Kamu bahkan tidak tahu apakah ia pasangan omegamu! Kamu tidak bisa mencium aromanya," ujar Ibu Rindou setelah menarik anaknya itu ke dapur untuk bebricara empat mata. "Ma, how many time I told you kalau Rin serius sama Sanzu. All these years and you still doubt me. Keputusan aku udah bulat, Ma. I"m going to marry him with or without your permission."
Ibu Rindou bungkam. Rindou tidak pernah banyak menuntut. Dia adalah anak yang baik dan penurut. Namun, jika sudah menginginkan sesuatu ia akan bekerja keras untuk mendapatkan hal tersebut. Sebagai orangtua Ibu Rindou hanya menginginkan yang terbaik untuk kebahagian putranya. "Also, it"s not like I can find my mate kalau aku ngandelin indra penciumanku yang mati. Scent doesn"t have to do with it. Aku cinta Sanzu terlepas dari apapun gendernya."
"I"m sorry, as your mom, I just want the best for you, sweetheart. Mama gak akan menentang kamu lagi. I"ll talk with your Dad later." Ibu Rindou segera memeluk putranya sayang.
Dua bulan setelah kunjungan Rindou bersama Sanzu ke rumah orangtuanya, pernikahan mereka pun dilangsukan. Keduanya terlihat tampan dengan setelan jas mereka. Sanzu tidak lagi menyembunyikan luka di mulutnya dengan masker. Hari itu ia tersenyum lebar bersama Rindou, pria yang resmi menjadi suaminya mulai saat itu. Mereka bergandengan tangan meninggalkan Gereja dengan cincin melingkar di masing-masing jari manis.
Rindou dan Haruchiyo Haitani selamanya.