Work Text:
Megumi selalu ditanya teman-temannya,
“Emang enak pacaran sama dua orang sekaligus?”
Maka jawabannya tentu saja ‘iya’. Kadang dia heran kenapa pertanyaannya selalu begitu. Bukannya justru membosankan, ya, punya satu pacar saja? Belum lagi kalau pacarnya genit dan tukang selingkuh. Enak dua, toh? Dapat afeksi dua kali lipat, kenikmatan di ranjang meningkat juga, tidak ada yang merugi disini.
Terlebih kalau membicarakan masalah materi. Megumi yang notabene mahasiswa pengangguran dan tidak berasa dari keluarga kaya pun hidup bergelimang harta. Dari ujung kepala sampai ujung kaki hanya memakai barang-barang branded atau buatan desainer ternama, gonta-ganti ponsel tiap ada keluaran terbaru, digit saldo di ATM yang tidak pernah berkurang, sekarang apa Megumi Fushiguro masih bisa komplain perkara punya dua pacar?
Perkenalkan dua pacar super tampan, royal, dan loyalnya,
Sukuna Ryomen dan Satoru Gojo.
Mereka berdua sama-sama berasal dari keluarga terpandang. Maka dari itu tidak perlu kaget mengapa hidup Megumi sangat glamor. Awal kenal karena Megumi adik tingkat mereka, kemudian sedikit rumit karena sebenarnya Sukuna dan Satoru memperebutkan hatinya.
Sampai di tahap ini saja Megumi sudah lupa, tahu-tahu setahun yang lalu dia bangun dan menemukan dirinya di tengah-tengah keduanya.
Megumi baru saja balik dari kelas waktu menemukan Satoru sedang rapat daring di ruang makan apartemen mereka. Pacarnya itu melayangkan kedipan mata ke arahnya sebelum lanjut berbicara ke layar. Masuk ke kamar mereka, ternyata Sukuna belum pulang.
Padahal Megumi lagi horny berat karena nggak sengaja lihat Yuuji, Toge, sama Yuuta melakukan hubungan seks di kelas. Dia bukan seorang voyeur, namun melihat Toge keenakan digempur dua orang begitu, dia jadi pingin.
Kemudian ide cemerlang melintas di kepalanya. Megumi bangkit dari kasur, berjalan menghampiri Satoru yang terlalu fokus dengan rapatnya sampai tidak sadar akan kehadirannya. Lelaki itu jongkok, terus merangkak ke bawah meja. Seringai melambung di wajah manisnya saat tahu Satoru cuma memakai celana pendek karet, mudah diturunkan. Dia juga yakin pacarnya itu tidak memakai dalaman apa-apa di baliknya.
Satoru di tengah berbicara saat merasa ada sesuatu di bawahnya. Setengah melompat, manik birunya melebar sempurna saat melihat Megumi di bawahnya, sedang menurunkan celana yang ia kenakan. Bertemu netra hijau Megumi, Satoru sudah paham kalau kekasih kecilnya itu sedang nafsu berat. Maka dia sedikit mengangkat tubuhnya, membiarkan celananya turun dengan mudah agar Megumi bisa mengakses kemaluannya lebih leluasa.
Lihat, Satoru pacar yang baik dan pengertian, ‘kan?
Megumi membuka mulutnya, julurkan lidah untuk menjilat batang pacarnya yang sudah setengah mengeras. Padahal belum mulai tapi sudah mengeras duluan, bener kata Kak Una, Kak Toru itu sensitif.
Lidah Megumi dengan lihai mengitari ukuran panjang lelaki itu, dijilat dari pangkal sampai ujung secara perlahan, membuat Satoru berhenti bicara untuk menahan erangannya. Setelah basah, Megumi tidak ragu-ragu untuk memasukkan batang kemaluan lelaki itu ke dalam mulutnya, langsung mentok ke dinding tenggorokannya. Pengalaman digilir Sukuna dan Satoru untuk memberikan servis oral buat dia terbiasa, sudah tidak tersedak lagi.
Mulut Megumi yang membalut ereksinya dengan sempurna di mulut hangatnya buat Satoru ingin menyelesaikan rapat daring ini dan menyodok mulut binal pacarnya ini sampai air mata keluar dari manik zamrud cantiknya. Gerakan kepala Megumi semakin lama semakin cepat, maju dan mundur dengan ritme tepat, membuat paha Satoru bergetar kala lidah si surai gelap ikut andil dalam memanjakan penisnya itu.
Saat Satoru melirik ke bawah, ia disuguhi dengan pemandangan Megumi yang tengah mendongakkan kepalanya, menunjukkan wajah memelas dan penuh birahinya. Nggak waras. Air mata sudah berkumpul di pelupuk di manik permata zamrud Megumi, sedikit lagi tumpah kalau saja Satoru bisa menyodok penisnya paksa ke dalam mulut pacarnya itu.
“Pak Satoru? Pak? Apa suara saya jelas?” Satoru mendongak, tersenyum canggung. Mengelap peluhnya, lelaki itu menyalakan microphonenya.
“Iya, jelas. Uh, jadi… Gimana?”
Sial, bahkan Satoru sudah tidak tahu-menahu apa yang dibicarakan oleh bawahannya ini. Yang ia tahu cuma Megumi yang sekarang tampak luar bisa cantik dengan mulut manis yang membungkus ukurannya.
Mematikan kamera dan microphone, Satoru mengerang, “aku mau keluar, sayang. Mau ditelen apa di muka?”
Tidak menjawab, Megumi justru memperdalam penisnya sampai benar-benar mentok. Kepala menengadah, Satoru tembakkan cairannya ke dalam mulut Megumi, melenguh panjang sedangkan yang di bawah terbatuk-batuk kecil sambil menatap kekasihnya tajam.
“Enak gak pejunya?”
“Lumayan, ada manisnya dikit. Punya Kak Una yang pahit,”
“Kebanyakan ngerokok itu berandal satu.”
Megumi keluar dari bawah meja, mengeluh kaki dan lehernya pegal karena tertekuk dalam waktu yang lama. Baru saja mau berjalan ke kamar, pergelangan tangannya sudah ditarik oleh yang lebih tua. Mengerutkan dahi, Megumi bertanya, “apa, sih?”
“Enak aja, tanggung jawab. Mau ngewe,”
Kemudian Satoru menutup laptopnya, dan menyambar bibir ranum Megumi, melumat dengan khidmat. Digigit, lidahnya melesak masuk, menjilat dan bergulat sebelum akhirnya saling tukar saliva. Bongkahan bokong sintal yang surai hitam diremas penuh nafsu, lenguhan kecil pun tak bisa tertahankan.
Seringai Satoru mengembang di paras tampannya. “Sejak kapan jadi lonte gini, hm? Tau pacarnya rapat malah disepongin?”
“Diajarin Kak Toru, ‘kan?”
Mendecih, Satoru menggiring tubuh kurus Megumi ke sofa, mendorongnya pelan dan menindihnya. Yang surai gelap hanya bisa menurut, pasrah pakaiannya dilucuti oleh Satoru. Ciuman mereka berlanjut, kali ini turun ke leher, meninggalkan tanda kemerahan di sana—padahal lehernya masih penuh dengan bekas ciuman sisa kemarin, sekarang sudah ditambahi lagi.
“Bentar, ambil lube sama kondom dulu,” namun tangannya malah ditahan Megumi. Melebarkan kakinya, memperlihatkan lubang senggamanya yang sudah basah berlumur pelumas perisa stroberi.
Satoru menutup wajah dengan tangannya, menahan tawa. Megumi sudah gila. Bisa-bisanya kekasih kecilnya ini berevolusi dari mahasiswa kutu buku yang minim pengetahuan seks, menjadi sosok nakal yang punya inisiatif sendiri untuk mempersiapkan dirinya dan memberi Satoru seks oral di tengah rapat?
“Kondom?” Megumi menunjuk celana training yang teronggok di lantai. Merogoh saku celana itu, Satoru menemukan satu bungkus kondom. “Cuma satu? Kalo mau nambah gimana?”
“Pindah kamar, Kak. Gak mau ngewe lama-lama disini, sempit.” tukasnya datar.
Terkadang Satoru takjub dengan bagaimana Megumi bisa mengontrol ekspresi wajahnya tetap datar di posisi yang paling binal begini; mengangkang lebar siap digagahi, penis keras yang mengacung ke atas, dan lubang analnya yang berkedut minta dihujam berkali-kali oleh Satoru.
Seksi, Megumi sangat seksi dan Satoru bisa menggila dibuatnya.
Satoru mensejajarkan ujung penisnya dengan liang senggama Megumi, mendorong pinggulnya keras dan berhasil memasukkan ukurannya dalam sekali hentakan. Megumi meloloskan jeritan terengah-engah yang paling erotis, membuatnya semakin semangat untuk mulai menggenjotnya.
Tiba-tiba Megumi memukul kepalanya, “orang gila! Belum juga di stretching!” keluhnya sambil menatapnya dengan nyalang.
Terkekeh, Satoru mengecup pelipisnya. “Maaf, aku kira udah?”
“Ya kurang!”
Ah, Megumi miliknya sangat menggemaskan kalau marah begini, membuat libidonya meningkat drastis, ingin menyodok penisnya lebih dalam sampai timbul di perut rata kekasihnya ini.
“Bagian stretching ‘kan, Sukuna. Aku lupa sayang,” mengatup bibirnya, Satoru menggerakkan pinggulnya dengan cepat. Kepala Megumi menengadah, tangannya secara tidak sadar mencakar punggung mulus Satoru.
Di tengah-tengah pergumulan panas itu, tiba-tiba saja pintu apartemen mereka terbuka, memperlihatkan pria dengan rambut merah muda berdiri di sana sambil mendecak heran.
“Wah, mana boleh seneng-seneng tanpa gue?”
Satoru mengerang frustasi, menghentikan gerakannya untuk melihat lelaki menyebalkan yang baru saja tiba. Dia menoleh, namun sudah disambut lumatan kasar dari Sukuna. Bibirnya digigit paksa, cembuannya panas namun terlalu agresif. Megumi melihat ini setengah bosan, Sukuna, Satoru, dan hubungan cinta-benci mereka.
“Anjing! Lu ngapain dimari?!” umpat Satoru sambil mengusap bibirnya kasar.
Melepas dasi dan kancing kemejanya, Sukuna berujar. “Gue barusan dikabarin sama bawahan lo, katanya Pak Satoru tiba-tiba lost connection di tengah rapat. Gue buru-buru pulang kali aja ada apa, eh, ternyata asyik ngewe.”
Satoru memutar bola matanya kesal, sedangkan Sukuna berjalan mendekat ke Megumi yang terbaring di sofa. Mengecup bibirnya lembut, Sukuna menyeringai, “habis nelen pejunya Satoru, ya?”
Pasang mata memelas, Megumi mengangguk. “Nggak enak, suka punya Kak Una,”
Melebarkan mata, Satoru menatap Megumi tidak percaya, merasa terkhianati. “Tadi kamu nggak bilang gitu!” Kemudian lelaki itu menghentakkan penisnya keras ke dalam Megumi, membuatnya keluar desahan keras.
“Kak Unaa, aku dibully Kak Toru,” nadanya manja, Satoru menghela napas kasar, lupa kalau Megumi itu selain berubah menjadi sosok penggoda, dia juga menjadi iblis kecil. “Masa aku dikatain lonte?”
Sukuna menoleh ke Satoru, memiringkan kepalanya. “Oh, ya?” Tangannya meraih dagu yang surai putih, mencengkramnya kasar. “Bener, Satoru?”
“Dia tiba-tiba nyepongin gue pas rapat! Kalo bukan lonte, apa namanya?”
Lagi-lagi Sukuna terkekeh, kali ini sambil melepas ikat pinggangnya. Satoru bergidik ngeri dibuatnya, sedangkan kilat mata Megumi tampak antusias. Mungkin yang paling muda itu menikmati adegan di depannya ini.
“Lupa, ya, kayak gitu itu ajaran siapa?” kemudian Sukuna menjambak surai putih Satoru. “Ayo, tengkurap, lonte.”
Satoru mendesah gusar. “Gue lagi ngewein Megumi!”
“Ya sambil ngewe, cepet.”
Sekarang wajah Satoru dan Megumi saling berdekatan, penisnya masih hangat di dalam si surai gelap. Seringai licik muncul di wajah ayu Megumi. “Balas dendam, siapa suruh asal masuk gak pake stretching? Sakit tau!”
Satoru merengut. Harusnya dia tahu kalau Megumi itu semakin bandel semenjak dimanja oleh keduanya. Lihat dia sekarang, berani balas dendam padanya. Terberkatilah Megumi karena wajah lembut dan cantiknya, Satoru jadi tidak tega untuk marah.
Sekarang bokong Satoru sedikit terekspos, oleh Sukuna ditepuk-tepuk pelan sebelum menamparnya keras, mendorong penis Satoru sampai menghentak lubang Megumi keras dan buat yang paling muda melenguh panjang; reaksi beruntun.
Tangan Sukuna yang sudah dilumuri pelumas itu mulai mengitari liang anal Satoru, membuat lelaki itu berseru. “Anjing, lo mau ngewein gue sekarang?!”
Mengangguk, Sukuna menelusupkan dua jari ke dalam, bergerak seperti gunting. Reaksi Satoru tentu menggelinjang, membuat penisnya secara alami ikut bergerak tak menentu di dalam Megumi.
“Kak Toru yang bener geraknya!” Kesal, akhirnya Megumi memilih untuk bergerak sendiri, menggoyangkan pinggulnya, membuat Satoru setengah gila karena penisnya digoyang seperti itu oleh Megumi sedangkan lubangnya sendiri dipenuhi tiga digit Sukuna yang kasar.
Ketika Satoru menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Megumi, Sukuna memajukan kepalanya, merampas ciuman kecil di bibir Megumi. Yang dicium barusan merengek, minta lebih. Tentu Sukuna kembali membawa bibir mungil Megumi ke gulat lidah yang lebih intens, sementara tangan kirinya masih mengoyak bagian dalam Satoru sampai lelaki itu mendesah berantakan.
“Megumi mau hancurin Kak Toru sampe nangis gak karuan, ‘kan?” Megumi mengangguk antusias, oh, inilah yang paling dia sukai dari hubungan poli seperti ini—dia bisa melihat orang yang biasanya menggagahinya jadi digagahi oleh yang lain.
Kasusnya seperti ini. Satoru itu semaunya sendiri dan egois kalau di ranjang, suka mengetes kesabaran Megumi. Untung saja ada Sukuna yang mampu membuat Satoru kewalahan sampai mendengkur minta ampunan. Ada rasa senang, puas. Dia cinta Satoru, tentu, tapi tidak mengelak fakta kalau lelaki ini luar biasa menyebalkan.
Megumi suka melihat Satoru digagahi sampai bodoh oleh Sukuna.
Kecup bibir Megumi sekali lagi, Sukuna menarik jarinya keluar dari lubang Satoru, sedangkan badan yang surai putih itu bergetar hebat. “Loh, Kak Toru udah keluar?”
Megumi memundurkan badannya, mengeluarkan penis Satoru dari dalamnya. Benar saja, kondom yang dikenakan lelaki itu sekarang sudah penuh akan cairan sperma.
“Nah, liat Megumi, ini contoh lonte yang sebenernya. Dikobelin doang udah crot,” ejek Sukuna yang dibalas dengan dengusan kasar dari Satoru.
Lupa, ya, ini dua kalo gue dikobelin sambil kontol gua digoyang sama Megumi?! pekik Satoru dalam hati, tidak berani bersuara daripada Sukuna makin menjadi-jadi.
Megumi meraih wajah Satoru, menghapus jarak untuk mempertemukan bibir mereka. Ciumannya lumayan panas karena Megumi mencoba mengambil alih pimpinan diantara mereka mumpung Satoru masih lemas karena habis keluar. Sukuna di depan mereka cuma tepuk tangan.
“Kayak porno lesbian, deh,”
Setelah Satoru sadar, dia harap ada yang mengingatkannya untuk mengusir Sukuna dari apartemen mereka untuk sementara waktu. Menyebalkan sekali celetukannya!
Puas dengan bibir Satoru, Megumi memisahkan ciuman mereka, tangannya masih menangkup sisi wajah Satoru. “Kak Toru, ajarin aku jadi lonte yang bener, ya?”
Satoru cuma anggukkan kepala sebagai respon. Sedangkan Sukuna di belakang sudah mencengkram pinggangnya, dan mengangkat tubuh Satoru ke pangkuannya. Megumi melihat itu bertanya, “udah kondomnya?”
“Udah, sayang,” balas Sukuna, mulai menyejajarkan kepala penisnya dengan liang senggama Satoru. Megumi di depan Satoru iseng mengocok penis lelaki itu, membuatnya kembali tegang lagi.
“Anjing, Gum! Ahh, fuck! Gue capek,” rintihnya.
Manik safir Satoru berkaca-kaca, membuat senyum kembali merekah di wajah Megumi. “Kak Una, wajah Kak Toru binal banget, ya? Aku bisa begini juga gak, ya, pas ngewe?”
Sukuna menggeram sebagai respon, bersamaan dengan penis tebal dan beruratnya menerobos lubang anal Satoru. Yang surai putih menjerit tatkala merasakan penetrasi dadakan itu, kepalanya tengadah, tangannya meraih bahu Megumi yang berada di depannya.
“Wah,” itu reaksi Megumi, kemudian lelaki itu naik ke pangkuan Satoru. “Aku ikut, ya? Kak Una, nanti genjotin,”
Melihat Sukuna mengangguk beri persetujuan, Megumi pun bergerak membuka bungkus kondom dan memasangkan kondomnya di penis menegang yang sudah keluar cairan pra ejakulasi di mana-mana. Megumi setengah berdiri, mencari posisi yang pas sebelum akhirnya menurunkan kan pinggulnya agar lubangnya bisa menyelimuti batang kemaluan Satoru.
Tangan Megumi yang berada di bahu Satoru pun dikecup manja oleh Sukuna, membisikkan kata-kata manis. “Megumi pinter, ya? Udah bisa masukin sendiri. Mau dihadiahin apa, hm?”
Megumi tersenyum tipis. “Mau ewein Kak Una,” balasnya. Sukuna terkekeh, menggelengkan kepalanya. Megumi emang selalu menarik.
“Gedein dulu kontolnya, ya? Nggak kerasa.”
Memutar bolanya matanya kesal, Megumi baru ingat kalau Sukuna ini luar biasa tidak tahu aturan saat bicara. Iya, sih, faktanya begitu. Tapi tidak perlu diingatkan lagi? Buang muka, Megumi berujar, “sombong. Ya udah, gerakin.”
Dengan senang hati Sukuna menuruti. Tangannya di pinggul Satoru, pertama diangkat, kemudian dihentak keras. Satoru yang loloskan desahan keras, Megumi hanya menggigit bibir bawahnya saja, menahan rintihannya.
Sebenarnya agak berat bobot Satoru sekarang karena ditambah Megumi di atasnya, namun alasan Sukuna giat olahraga ‘kan, demi melayani dua kekasihnya ini sampai puas. Makanya dia bisa dengan mudah menggerakkan pinggul Satoru naik dan turun, membuat Megumi lubangnya masih penuh dengan penis Satoru ikut merasakan gerak piston yang diakibatkan oleh Sukuna.
Baik Satoru dan Megumi sekarang saling beradu desah, menggema di apartemen mereka yang luas, berdengung bagai musik di telinga Sukuna. Sangat menyenangkan melihat dua kekasihnya disetubuhi sampai nyaris gila. Yang Satoru menyandarkan kepala di bahunya, sedangkan Megumi memejamkan mata dengan lidah terjulur keluar, membuat Sukuna mau tak mau mengundang lidahnya ke dalam lumatan panjang, menelan bulat-bulat desahan yang paling muda.
“Gila, gila, gila, gue gak tahan! Gue mau keluar, please,” racau Satoru. Lubangnya disodok dalam oleh penis berisi Sukuna, sedangkan penisnya sendiri dijepit oleh lubang sempit Megumi. Orang gila saja yang mampu bertahan di posisi ini. Stimulasi terjadi di dua bagian yang paling sensitif, Satoru dibuat hilang akal.
Megumi merengek, tangannya melingkar di leher Satoru. “Ah, gak boleh, Kak. Aku ‘kan belum keluar, mmh, Kak Toru kontolnya enak banget,”
Sukuna mengangguk, hadap wajah samping untuk membenamkan kepala ke leher Satoru, menggigitnya sampai membekas merah. “Lubangnya Satoru juga enak, sempit gila kayak memek perawan! Gak pernah dipake, sih. Gue pake sampe subuh, ya?”
Satoru menggeleng, air mata meleleh dari ujung matanya. Dia tidak tahan lagi. Ingin keluar namun belum diizinkan. Tapi ketika prostatnya dihujam tanpa ampun dan penisnya diapit dinding anal yang sempit dan panas, mana bisa tahan, sih? Apalagi ketika Megumi mulai menggoyangkan pinggulnya sendiri demi penis Satoru bisa meraih spot sensitifnya, gila.
“Please, please, please, pingin keluar! Sukunaa, Gumii, gak kuat!”
Tangan Sukuna dengan kuat menarik helai rambut putih Satoru. “Lacur jangan banyak ngatur.”
“Nghh, Kak Una, mau keluar juga!” sahut Megumi yang asik menggenjot dirinya ke penis Satoru. Mata Sukuna berkilat melihatnya.
“Boleh juga Megumi, besok coba genjot aku kayak gitu,” tukas Sukuna seraya mempercepat gerakannya.
Bola mata Satoru bergulir ke belakang, suaranya yang serak itu berhenti mengeluarkan desah kotor, berganti dengan lenguhan yang terbata-bata. Sedangkan Megumi meracau sampai kalimatnya tidak koheren, tangannya masih memeluk erat leher Satoru, pinggulnya secara tidak sadar digoyang sendiri dengan begitu liar.
Sial, pacar-pacarnya luar biasa binal, dan semua ini untuk Sukuna.
Yang pertama keluar adalah Megumi, putihnya muncrat mengenai perut dan dada Satoru. Kemudian dilanjut Sukuna yang keluar di dalam kondom, sebelum akhirnya menarik penisnya keluar dari lubang manis Satoru, dan melepas kondom yang ia pakai. Megumi mengernyitkan dahinya bingung.
“Kak Toru kok belum keluar?”
Sukuna melihat batang Satoru yang masih mengacung keras dan dibalut kondom, belum mengeluarkan apa-apa.
“Sayang, katanya mau keluar?”
Satoru membuka mulutnya yang setengah bergetar, dadanya naik-turun tidak stabil, “boleh keluar?”
Mengecup pipinya, Megumi melepas kondom Satoru. “Boleh.”
Kemudian cairan putih diikuti cairan bening muncrat tak karuan dari ujung penis Satoru. Sekujur tubuhnya menggelinjang, baik Sukuna dan Megumi membelalakkan mata tak percaya.
“Gilaaaaakkkk, sampe pipis-pipis, loh, Sat? Sinting ini badan lo lacur banget?” ujar Sukuna yang melihat sofa mereka sekarang basah akibat Satoru.
Sedangkan Megumi sekarang mulai menutup mulutnya, terkejut. “Jadi cowok squirting itu beneran bisa, ya?”
Satoru tidak bisa mendengar pembicaraan Sukuna dan Megumi saat pandangannya mulai buram dan menggelap.
“Sampe pingsan…” bisik Megumi, masih terkejut. Levelnya masih belum sebanding dengan Satoru, dia jadi makin tertantang. “Eh, sofanya gimana?”
“Beli lagi nanti malem. Kamu disini dulu ya, sama Kak Toru, aku siapin bathub dulu.”
Megumi mengangguk, kemudian memeluk tubuh Satoru yang lemas dan tidak sadarkan diri. Dia maklum, sih, digenjot depan dan belakang, pasti kewalahan banget.
“Mandiin kita, ya, Kak Una?”
Sukuna berdiri, menghampiri Megumi dan mencium keningnya, kemudian diikuti oleh kening Satoru. Walau Sukuna agak kejam saat hubungan seks dengan Satoru, tetap saja lelaki itu menyayangi yang surai putih selayaknya dia menyayangi Megumi. Nggak ada yang nomor satu, dua-duanya berada di posisi yang sama. Hal ini juga berlaku untuk Megumi dan Satoru.
“Iya, sayang. Tunggu, ya. Habis itu mau langsung tidur atau makan?”
Melirik Satoru yang masih memejamkan mata, Megumi menjawab, “tidur aja. Makannya nanti nunggu Kak Toru bangun.”
Sepeninggalan Sukuna, Megumi terdiam, memainkan anak rambut Satoru perlahan dengan senyum manis terpatri di wajah ayunya.
Orang-orang bilang, “ah, kasian Megumi digempur dua pihak!”
Nggak selalu begitu. Lihat sekarang siapa yang pingsan sampai tidak sadarkan diri.
Jelasnya, sih, bukan Megumi.