Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang mempunyai kedudukan di ibu kota, kabupaten, atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) memiliki fungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan yang termasuk dalam ranah sengketa Tata Usaha Negara yang mana adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.[1] Melalui Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Pengadilan TUN diberikan wewenang (kompetensi absolut) dalam hal mengontrol tindakan pemerintah seperti menyelesaikan, memeriksa dan memutuskan sengketa tata usaha negara.[2]
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum meliputi wilayah kota atau kabupaten. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Saat ini terdapat 28 Pengadilan Tata Usaha Negara yang tersebar di seluruh Indonesia.
Tugas Pokok dan Fungsi
[sunting | sunting sumber]Tugas Pokok
[sunting | sunting sumber]- Menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor: 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 dan ketentuan dan ketenuan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan, serta petunjuk-petunjuk dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (Buku Simplemen Buku I, Buku II, SEMA, PERMA, dll).
- Meneruskan sengketa-sengketa Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) yang berwenang.
- Peningkatan kualitas dan profesionalisme Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), seiring peningkatan integritas moral dan karakter sesuai Kode Etik dan Tri Prasetya Hakim Indonesia, guna tercipta dan dilahirkannya putusan-putusan yang dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum dan keadilan, serta memenuhi harapan para pencari keadilan (justiciabelen).
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Peradilan guna meningkatan dan memantapkan martabat dan wibawa Aparatur dan Lembaga Peradilan, sebagai benteng terakhir tegaknya hukum dan keadilan, sesuai tuntutan Undang-Undang Dasar 1945.
- Memantapkan pemahaman dan pelaksanaan tentang organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, sesuai Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: KMA/012/SK/III/1993, tanggal 5 Maret 1993 tentang Organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
- Membina Calon Hakim dengan memberikan bekal pengetahuan di bidang hukum dan administrasi Peradilan Tata Usaha Negara agar menjadi Hakim yang profesional.
Fungsi
[sunting | sunting sumber]- Melakukan Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai Lainnya, Baik Menyangkut Administrasi, Tekhnis, Yustisial Maupun Administrasi Umum.
- Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim dan pegawai lainnya.
- Menyelenggarakan sebagian kekuasaan negara dibidang kehakiman.
Bentuk Objek dan Subjek Sengketa
[sunting | sunting sumber]Beberapa bentuknya antara lain Keputusan Tata Usaha Negara dan Tindakan Administrasi Pemerintahan. Terkait dengan tindakan administrasi pemerintahan, berdasarkan pada Pasal 3 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara bahwa apabila badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan sedangkan hal itu menjadi kewajibannya. Maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara. Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan suatu keputusan yang dimohonkan, sedangkan jangka waktu yang seharusnya telah lewat, maka badan atau pejabat TUN yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan yang dimaksud.[3]
Subjek dari sengketa tata usaha negara antara lain perseorangan/individu atau badan privat (sebagai pihak Penggugat), dan di lain pihak pejabat dan/atau lembaga pemerintahan negara yang berwenang sebagai pihak Tergugat.[4] Di samping adanya Para Pihak (yang berkedudukan sebagai Subyek Hukum), terdapat apa dikenal sebagai objek sengketa dari para pihak yaitu Keputusan Administrasi Pemerintahan (berdasarkan pengertian Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang 30 tahun 2014) dan Tindakan Administrasi Pemerintahan (Pasal 1 Angka 8 Undang-undang No. 30 tahun 2014).
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Undang-undang No. 51 Tahun 2009. Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 160. Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5079. Pasal 1 Angka 10.
- ^ Victor Yaved Neno. Implikasi Pembatasan Wewenang Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara. Cet. 1. Penerbit PT Citra Widya Bakti. 2006. Hal 1.
- ^ Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 3.
- ^ Ibid., Pasal 1 Angka 8.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]