Filsafat

kajian intelektual dan/atau logis dari masalah umum dan mendasar

Filsafat, falsafah, atau filosofi (berakar dari kata Yunani φιλοσοφία, philosophia , arti "cinta akan hikmat"[1][2] ) adalah metodologi yang mengkaji pertanyaan-pertanyaan umum dan asasi, misalnya pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi, penalaran, nilai-nilai luhur, akal budi, dan bahasa.[3] Istilah ini kemungkinan pertama kali diungkapkan oleh Pythagoras (c. 570– 495SM). Metode yang digunakan dalam filsafat antara lain mengajukan pertanyaan, diskusi kritikal, dialektik, dan presentasi sistematik.[4][5] Orang yang mempelajari ilmu filsafat disebut "filsuf" atau "filosof", sementara sesuatu yang berhubungan dengan konsep filsafat disebut "filosofis", "filsafati", atau "falsafi".

Patung The Thinker karya Auguste Rodin dianggap sebagai simbol pemikiran filsafati.

Secara historis, filsafat mencakup inti dari segala pengetahuan.[6] Dari zaman filsuf Yunani Kuno seperti Aristoteles hingga abad ke-19, filsafat alam melingkupi astronomi, kedokteran, dan fisika.[7] Sebagai contoh, pertanyaan filosofis klasik antara lain: "Apakah memungkinkan untuk mengetahui segala sesuatu dan membuktikannya?[8][9][10]" "Apa yang paling nyata?" Para filsuf juga mengajukan pertanyaan yang lebih praktis dan konkret seperti: "Apakah ada cara terbaik untuk hidup?" "Apakah lebih baik menjadi adil atau tidak adil (jika seseorang bisa lolos begitu saja)?[11]" "Apakah manusia memiliki kehendak bebas?[12]" Contoh lainnya, Prinsip Matematika Filosofi Alam karya Newton pada tahun 1687 di kemudian hari diklasifikasikan sebagai buku fisika. Pada abad ke-19, perkembangan riset universitas modern mengantarkan filsafat akademik dan disiplin lain terprofesionalisasi dan terspesialisasi.[13][14] Pada era modern, beberapa investigasi secara tradisional merupakan bagian dari filsafat telah menjadi disiplin akademik terpisah, beberapa diantaranya psikologi, sosiologi, linguistik, dan ekonomi.

Investigasi lain yang terkait erat dengan seni, sains, politik, dan beberapa bidang lainnya tetap menjadi bagian dari filsafat. Misalnya, apakah keindahan objektif atau subjektif?[15][16] Apakah ada banyak metode ilmiah ataukah hanya ada satu?[17] Apakah utopia politik merupakan mimpi yang penuh harapan atau hanya delusi yang sia-sia?[18][19][20] Sub-bidang utama filsafat akademik diantaranya metafisika (berkaitan dengan sifat dasar realitas dan keberadaan),[21] epistemologi (tentang "asal-muasal dan bidang pengetahuan [serta] ... Batas dan keabsahannya" [22]), etika, estetika, filsafat politik, logika, filsafat ilmu, dan sejarah filsafat barat.

Sejak abad ke-20, filsuf profesional berkontribusi pada masyarakat terutama sebagai profesor, peneliti, dan penulis. Namun, banyak dari mereka yang mempelajari filsafat dalam program sarjana atau pascasarjana berkontribusi dalam bidang hukum, jurnalisme, politik, agama, sains, bisnis dan berbagai kegiatan seni dan hiburan.[23]

Pengenalan

sunting

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab: فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk, dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = kebijaksanaan, س** ایرانی[butuh rujukan], sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".[butuh rujukan]

Pengetahuan

sunting

Secara tradisional, istilah "filsafat" mengacu pada badan (atau ibu) dari segala pengetahuan.[6][24] Dalam pengertian ini, filsafat sangat erat kaitannya dengan agama, matematika, ilmu alam, pendidikan, dan politik. "Prinsip Matematika Filosofi Alam", karya Newton pada tahun 1687 diklasifikasikan pada tahun 2000-an sebagai buku fisika; ia menggunakan istilah "filsafat alam" karena istilah itu digunakan untuk mencakup disiplin ilmu yang kemudian dikaitkan dengan ilmu pengetahuan seperti astronomi, kedokteran, dan fisika.[7]

Pada zaman klasik, Filsafat secara tradisional dibagi menjadi tiga cabang utama:

  • Filsafat alam ("fisika") adalah studi tentang dunia fisik (physis, makna harfiah: alam);
  • Filsafat moral ("etika") adalah studi tentang kebaikan, benar dan salah, keindahan, keadilan dan kebajikan (etos, makna harfiah: kebiasaan);
  • Filsafat metafisika ("logika") adalah studi tentang eksistensi, sebab-akibat, Tuhan, logika, bentuk dan objek abstrak lainnya ("meta-physika" makna harfiah: "apa yang terjadi setelah fisika").[25]

Pembagian ini tidaklah usang tetapi telah berubah. Filsafat alam telah terbagi menjadi berbagai ilmu alam, terutama astronomi, fisika, kimia, biologi, dan kosmologi. Filsafat moral telah melahirkan ilmu-ilmu sosial, namun tetap mencakup teori nilai (termasuk estetika, etika, filsafat politik, dll.). Filosofi metafisik telah melahirkan ilmu formal seperti logika, matematika dan filsafat sains, namun tetap mencakup epistemologi, kosmologi dan yang lainnya.

Kemajuan filosofis

sunting

Banyak perdebatan filosofis yang telah dimulai pada zaman kuno masih diperdebatkan hingga hari ini. Colin McGinn dan yang lainnya mengklaim bahwa tidak ada kemajuan filosofis yang terjadi selama interval tersebut.[26] Chalmers dan yang lainnya, sebaliknya, melihat kemajuan dalam filsafat serupa dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan.[27] Sementara Talbot Brewer berpendapat bahwa "kemajuan" adalah standar keliru yang digunakan untuk menilai aktivitas filosofis.[28]

Gambaran sejarah

sunting

Dalam satu pengertian umum, filsafat dikaitkan dengan kebijaksanaan, budaya intelektual, dan pencarian pengetahuan. Dalam hal ini, semua budaya dan masyarakat melek huruf mengajukan pertanyaan filosofis seperti "bagaimana kita hidup" dan "apa sifat dasar realitas". Konsepsi filsafat yang luas dan tidak memihak kemudian menemukan sebuah penyelidikan yang rasional mengenai masalah-masalah seperti realitas, moralitas, dan kehidupan di semua peradaban dunia.[29]

Filsafat Barat

sunting
 
Patung Socrates di Museum Vatikan.

Filsafat Barat adalah tradisi filosofis dunia Barat dan berasal dari pemikir Pra-Sokrates yang aktif di Yunani kuno pada abad ke 6 SM. seperti Thales (sekitar 624-546 SM) dan Pythagoras (sekitar 570-495 SM) yang mempraktikkan "cinta kebijaksanaan" (philosophia)[30] dan juga disebut physiologoi (murid physis, atau alam). Socrates adalah seorang filsuf yang sangat berpengaruh, yang bersikeras bahwa dia tidak memiliki kebijaksanaan tapi merupakan pengejar kebijaksanaan.[31] Filsafat Barat dapat dibagi menjadi tiga era: Kuno (Yunani-Romawi), filsafat Abad Pertengahan (Eropa Kristen), dan filsafat modern.

Era kuno didominasi oleh ajaran filsafat Yunani yang muncul dari beberapa murid Socrates, seperti Plato yang mendirikan Akademi Platonis. Plato merupakan salah satu pemikir Yunani yang paling berpengaruh dalam keseluruhan pemikiran Barat.[32] Murid Plato, Aristoteles juga sangat berpengaruh, ia mendirikan Sekolah Peripatetik. Tradisi lain termasuk Sinisisme, Stoikisme, Skeptisisme Yunani dan Epikureanisme. Topik-topik penting yang dibahas oleh orang-orang Yunani termasuk metafisika (dengan teori-teori yang kompeten seperti atomisme dan monisme), kosmologi, sifat kehidupan yang baik (eudaimonia), kemungkinan pengetahuan dan sifat akal budi (logo). Dengan bangkitnya kerajaan Romawi, filsafat Yunani juga semakin banyak dibahas dalam bahasa Latin oleh para filsuf Roma seperti Cicero dan Seneca.

Filsafat Abad Pertengahan (abad ke 5 - 16) adalah periode setelah jatuhnya kekaisaran Romawi barat dan didominasi oleh bangkitnya kekristenan dan karenanya mencerminkan keprihatinan teologis Yudeo-Christian dan juga mempertahankan kontinuitas dengan pemikiran Yunani-Romawi. Masalah seperti keberadaan dan sifat Tuhan, sifat iman dan akal, metafisika, masalah kejahatan dibahas dalam periode ini. Beberapa pemikir utama Abad Pertengahan mencakup St. Agustinus, Thomas Aquinas, Boethius, Anselm dan Roger Bacon. Filsafat bagi para pemikir ini dipandang sebagai penyokong untuk Teologi (ancilla theologiae) dan karena itu mereka berusaha menyelaraskan filsafat mereka dengan interpretasi mereka terhadap kitab suci. Periode ini mencetuskan perkembangan Skolastikisme, sebuah metode kritikal teks yang dikembangkan di universitas abad pertengahan berdasarkan pembacaan dan perdebatan yang dekat pada teks-teks kunci. Periode Renaisans (1355-1650) lebih melihat peningkatan fokus pada pemikiran klasik Yunani-Romawi dan pengaruh humanisme yang kuat. Filsafat modern awal di dunia Barat dimulai dengan pemikir seperti Thomas Hobbes dan René Descartes (1596-1650).[33] Setelah perkembangan ilmu alam, filsafat modern lebih terfokus mengembangkan landasan pengetahuan sekuler dan rasional, beralih dari struktur otoritas tradisional seperti agama, pemikiran skolastik dan Gereja. Filsuf modern utama meliputi Spinoza, Leibniz, Locke, Berkeley, Hume, dan Kant. [34][35][36] Filsafat abad ke-19 dipengaruhi oleh gerakan yang lebih luas yang disebut the Enlightenment, dan termasuk tokoh-tokoh seperti Hegel tokoh kunci dalam idealisme Jerman, Kierkegaard yang mengembangkan fondasi untuk eksistensialisme, Nietzsche seorang anti-Kristen yang terkenal, JS Mill yang mempromosikan Utilitarianisme, Karl Marx yang mengembangkan fondasi untuk Komunisme dan orang Amerika William James. Abad ke 20 menjadi saksi perpecahan antara filsafat analitik dan filsafat kontinental, serta tren filosofis seperti fenomenologi, eksistensialisme, Positivisme Logis, Pragmatisme dan Linguistik.

Filsafat Timur Tengah

sunting
 
Potret Ibnu Sina pada sebuah vas perak, Iran.

Daerah Bulan Sabit Subur, Iran dan Arab adalah cikal bakal bagi filosofi sastra hikmat yang paling awal dikenal, dan saat ini sebagian besar didominasi oleh budaya Islam. Literatur kebijaksanaan awal dari daerah ini adalah aliran yang berusaha menginstruksikan orang untuk melakukan tindakan etis, kehidupan praktis dan kebajikan melalui cerita dan amsal. Di Mesir Kuno, teks-teks ini dikenal sebagai sebayt (ajaran) dan ini sangat penting bagi pemahaman kita tentang filsafat Mesir Kuno. Astronomi Babilonia juga memasukkan banyak spekulasi filosofis tentang kosmologi yang mungkin telah mempengaruhi orang Yunani Kuno. Filosofi Yahudi dan filsafat Kristen adalah tradisi religius-religius yang berkembang baik di Timur Tengah maupun di Eropa, yang keduanya memiliki teks Yudaik awal tertentu (terutama Tanakh) dan kepercayaan monoteistik. Pemikir Yahudi seperti Geonim dari Akademi Talmud di Babilonia dan Maimonides terlibat dengan filsafat Yunani dan Islam. Kemudian filsafat Yahudi berada di bawah pengaruh intelektual Barat yang kuat dan mencakup karya-karya Musa Mendelssohn yang mengantarkannya ke Haskalah (the Jewish Enlightenment), eksistensialisme Yahudi dan Yudaisme Reformasi.

Filsafat Iran pra-Islam dimulai dengan karya Zoroaster, salah satu promotor pertama monoteisme dan dualisme antara yang baik dan yang jahat. Kosmogoni dualistik ini kemudian mempengaruhi perkembangan filsafat Iran seperti Manikheisme, Mazdakisme, dan Zurvanisme.

Setelah penaklukan Muslim, filsafat Islam Awal mengembangkan tradisi filosofis Yunani dalam arah inovatif baru. Zaman Keemasan Islam ini mempengaruhi perkembangan intelektual Eropa. Dua arus utama pemikiran Islam awal adalah Kalam yang berfokus pada teologi Islam dan falsafah yang didasarkan pada Aristotelianisme dan Neoplatonisme. Karya Aristoteles sangat berpengaruh di kalangan para ahli falsafah seperti al-Kindi (abad ke-9), Ibnu Sina (980 - 10 Juni) dan Ibnu Rusyd (abad ke-12). Yang lainnya seperti Al-Ghazali sangat kritis terhadap metode falsafah Aristoteles. Pemikir Islam juga mengembangkan metode ilmiah, kedokteran eksperimental, teori optik dan filosofi hukum. Ibn Khaldun adalah seorang pemikir berpengaruh dalam filsafat sejarah.

Di Iran, beberapa sekolah filsafat Islam terus berkembang setelah Zaman Keemasan dan mencakup berbagai arus seperti filsafat iluminasi, filsafat Sufi, dan teosofi transenden. Pada abad 19 dan 20 dunia Arab menjadi saksi dari Nahda (kebangkitan, atau pencerahan) yang mempengaruhi filsafat Islam kontemporer.

Filsafat India

sunting
 
Universitas Nalanda
 
Sarvepalli Radhakrishnan, filsuf dan presiden kedua India, 1962 hingga 1967.

Filsafat India ([darśana] Error: {{Lang-xx}}: text has italic markup (help); 'pandangan dunia', 'ajaran')[37] adalah tradisi filosofis yang berasal dari anakbenua India. Tradisi filsafat India umumnya diklasifikasikan sebagai ortodoks atau heterodoks - āstika atau nāstika - tergantung pada apakah mereka menerima otoritas Weda dan apakah mereka menerima teori Brahman dan Atman.[38][39] Aliran ortodoks umumnya mencakup Nyaya, Vaisheshika, Samkhya, Yoga, Mīmāṃsā dan Vedanta, dan aliran heterodoks yang umum antara lain: Jain, Buddhis, Ajñana, Ajivika dan Cārvāka. Beberapa teks filosofis yang paling awal bertahan adalah Upanishad dari Akhir periode Veda (1000-500 SM). Konsep filosofis India yang penting antara lain: dharma, karma, samsara, moksha dan ahimsa. Filsuf India mengembangkan sebuah sistem penalaran epistemologis (pramana) dan logika, topik yang diselidiki antara lain metafisika, etika, hermeneutika dan soteriologi. Filosofi India juga meliput topik seperti filsafat politik sebagaimana yang terlihat dalam Arthashastra c. Abad ke-4 SM, dan filosofi cinta seperti yang terlihat dalam Kama Sutra.

Enam aliran ortodoks yang umum dijumpai muncul pada awal Era Umum dan Kekaisaran Gupta.[40] Aliran Hindu ini berkembang dari "Hindu sintesis" penggabungan ortodoks brahmanikal dan elemen nir ortodoks dari Buddhisme dan jainisme sebagai cara untuk menanggapi tantangan nir ortodoks.[41] Pemikiran Hindu juga menyebar ke timur hingga Kerajaan Sriwijaya di Indonesia dan Kekaisaran Khmer di Kamboja.

Perkembangan selanjutnya meliputi pengembangan Tantra dan pengaruh Iran-Islam. Buddhisme sebagian besar hilang dari India setelah penaklukan Muslim di benua India, mereka bertahan di wilayah Himalaya dan India selatan.[42] Pada periode modern awal terjadi perkembangan Navya-Nyāya ('alasan baru') di bawah filsuf seperti Raghunatha Siromani (c.1460-1540) yang mendirikan tradisi, Jayarama Pancanana, Mahadeva Punatamakara dan Yashovijaya (yang merumuskan sebuah solusi Jain).[43]

Pada era modern awal terjadi kebangkitan nasionalisme Hindu, gerakan reformasi Hindu dan Neo-Vedanta (atau modernisme Hindu) yang pendukung utamanya memasukkan Vivekananda, Mahatma Gandhi dan Aurobindo dan untuk pertama kalinya mempromosikan gagasan tentang "Hinduisme bersatu". Karena pengaruh kolonialisme Inggris, kebanyakan karya filosofis India modern ada dalam bahasa Inggris, termasuk karya pemikir seperti Radhakrishnan, Krishna Chandra Bhattacharya, Bimal Krishna Matilal dan M. Hiriyanna.

Filsafat Buddhis

sunting
Para biksu tengah berdebat di biara Sera, Tibet, 2013.

Filsafat Buddha diawali dengan pemikiran Buddha Gautama (antara abad keenam dan keempat SM) dan dipelihara dalam teks Buddhis awal. Pemikiran Buddhis bersifat trans-regional dan trans-budaya. Pemikiran ini berasal dari India dan kemudian menyebar ke Asia Timur, Tibet, Asia Tengah, dan Asia Tenggara, mengembangkan tradisi baru dan sinkretik di wilayah-wilayah yang berbeda tersebut. Beberapa aliran pemikiran Buddhis adalah tradisi filosofis yang dominan di Tibet dan negara-negara Asia Tenggara seperti Sri Lanka dan Burma. Karena ketidaktahuan terhadap sifat sebenarnya dari sesuatu dianggap sebagai salah satu akar penderitaan (dukkha), filsafat Buddhis berkaitan dengan epistemologi, metafisika, etika dan psikologi. Akhir dari dukkha juga mencakup praktik meditasi. Konsep inovatif utama meliputi Empat Kebenaran Mulia, Anatta (bukan diri sendiri) sebuah kritik terhadap identitas pribadi tetap, ketidakkekalan (Anicca), dan sebuah skeptisisme tentang pertanyaan metafisik.

Tradisi filosofis Buddhis kemudian mengembangkan psikologi fenomenologis kompleks yang disebut "Abhidharma". Filsuf mahayana seperti Nagarjuna dan Vasubandhu mengembangkan teori Shunyata (kekosongan semua fenomena) dan Vijnapti-matra (penampakan saja), sebuah bentuk fenomenologi atau idealisme transendental. Ajaran Dignāga Pramāṇa mempromosikan bentuk kompleks epistemologi dan logika Buddhis. Setelah lenyapnya Buddhisme dari India, tradisi filosofis ini terus berkembang dalam tradisi Buddha Tibet, Buddha Asia Timur, dan Buddha Theravada. Pada periode modern muncul kebangkitan Modernisme Buddhisme dan Buddhisme Humanistik di bawah pengaruh Barat dan perkembangan Buddhisme Barat dengan pengaruh dari psikologi modern dan filsafat Barat.

Filsafat Asia Timur

sunting
 
Analekta Confusius (fl. 551–479 BCE)
 
Kitarō Nishida, profesor filsafat di Universitas Kyoto dan pendiri Aliran Kyoto.

Pemikiran filosofis Asia Timur dimulai sejak masa Tiongkok Kuno, dan filsafat Tiongkok dimulai pada masa Dinasti Zhou Barat dan pada periode berikutnya setelah dinasti tersebut jatuh, yaitu ketika "Seratus Aliran Pemikiran" berkembang (abad ke-6 sampai tahun 221 SM).[44][45] Periode ini ditandai oleh perkembangan intelektualisme dan budaya yang signifikan dan bangkitnya ajaran filosofis utama di China, Konfusianisme, legalisme, dan Taoisme dan juga banyak ajaran lain yang kurang berpengaruh. Tradisi filosofis ini mengembangkan teori metafisik, politik dan etika seperti Tao, Yin dan yang, Ren dan Li yang bersama dengan Buddhisme Tiongkok, secara langsung mempengaruhi filsafat Korea, filsafat Vietnam dan filsafat Jepang (yang juga mencakup tradisi asli Shinto). Buddhisme mulai berdatangan di Tiongkok selama Dinasti Han (206 SM-220 M), melalui transmisi Jalur Sutra secara bertahap dan melalui pengaruh asli yang mengembangkan bentuk bahasa China yang berbeda (seperti Chan/Zen) yang tersebar di seluruh budaya Asia Timur. Selama dinasti Tiongkok berikutnya seperti Dinasti Ming (1368-1644) dan juga di dinasti Joseon (1392-1897) sebuah kebangkitan Neo-Konfusianisme yang dipimpin oleh para pemikir seperti Wang Yangming (1472-1529) menjadi ajaran pemikiran dominan yang dipromosikan oleh otoritas kekaisaran.

Di era Modern, pemikir Tiongkok memasukkan gagasan dari filsafat Barat. Filsafat Marxis Tiongkok berkembang di bawah pengaruh Mao Zedong, sementara pragmatisme Tiongkok berkembang di bawah Hu Shih dan Konfusian Baru meningkat dipengaruhi oleh Xiong Shili. Pemikiran Jepang modern sementara itu berkembang di bawah pengaruh Barat yang kuat seperti studi Ilmu Pengetahuan Barat (Rangaku) dan masyarakat intelektual modern Meirokusha yang mengambil pemikiran pencerahan Eropa. Pada abad ke 20 Negara Shinto dan nasionalisme Jepang berkembang pesat. Aliran Kyoto, sebuah aliran filsafat Jepang yang unik dan berpengaruh dikembangkan dari fenomenologi Barat dan filsafat Buddha Jepang Abad Pertengahan seperti Dogen.

Filsafat Afrika

sunting

Filsafat Afrika adalah filsafat yang dihasilkan oleh orang Afrika, filsafat yang menyajikan pandangan, gagasan dan tema dunia Afrika, atau filsafat yang menggunakan metode filosofis Afrika yang berbeda. Pemikiran modern Afrika banyak mengkaji Etnofilosofi, dengan mendefinisikan makna filsafat Afrika beserta karakteristiknya yang unik dan apa arti dari menjadi orang Afrika.[46] Selama abad ke-17, filsafat Etiopia mengembangkan tradisi sastra kuat seperti yang dicontohkan oleh Zera Yacob. Filsuf Afrika awal lainnya, Anton Wilhelm Amo (lahir 1703-1759) menjadi filsuf terhormat di Jerman. Ide filosofis Afrika yang berbeda antara lain: Ujamaa, gagasan Bantu tentang 'Kekuatan', Négritude, Pan-Afrikanisme dan Ubuntu . Pemikiran Afrika kontemporer juga mencakup perkembangan filsafat Profesional dan filsafat Afrikana, literatur filosofis diaspora Afrika yang mencakup arus eksistensialisme hitam oleh orang Afrika-Amerika. Pemikir Afrika modern telah dipengaruhi oleh Marxisme, sastra Afrika-Amerika, teori kritis, teori ras kritis, Postkolonialisme dan Feminisme.

Filosofi penduduk Amerika asli

sunting
 
Batu Matahari, suku Aztec, juga dikenal sebagai Batu kalender Aztec, di National Museum of Anthropology, Mexico City.

Filsafat Amerika pribumi adalah filosofi Penduduk Asli Amerika. Ada berbagai macam kepercayaan dan tradisi di antara budaya Amerika yang berbeda ini. Di antara beberapa penduduk asli Amerika di Amerika Serikat ada kepercayaan akan prinsip metafisik yang disebut "Misteri Besar" (Siouan: Wakan Tanka, dalam bahasa Algonquian: Gitche Manitou). Konsep lain yang tersebar luas adalah Orenda atau "kekuatan spiritual". Menurut Peter M. Whiteley, untuk penduduk asli Amerika, "Pikiran secara kritis diberitahu oleh pengalaman transendental (mimpi, penglihatan dan sebagainya) dan juga oleh akal."[47] Praktik untuk mengakses pengalaman transendental ini disebut Shamanisme. Ciri lain dari pandangan dunia Amerika asli adalah perpanjangan etika mereka terhadap hewan dan tumbuhan non-manusia.[47][48]

Di Mesoamerika, filsafat Aztec adalah tradisi intelektual yang dikembangkan oleh individu yang disebut Tlamatini ('mereka yang mengetahui sesuatu') [49] dan gagasannya dipelihara dalam berbagai kodeks Aztec. Pandangan dunia Aztec mengemukakan konsep energi universal atau kekuatan universal yang disebut Ometeotl yang dapat diterjemahkan sebagai "Energi Kosmik ganda" dan mencari cara untuk hidup seimbang dengan dunia "licik" yang terus berubah". Teori Teotl dapat dilihat sebagai bentuk Panteisme.[50] Filsuf Aztec mengembangkan teori metafisika, epistemologi, nilai, dan estetika. Etika Aztec difokuskan untuk mencari tlamatiliztli (pengetahuan, kebijaksanaan) yang didasarkan pada moderasi dan keseimbangan dalam semua tindakan seperti dalam pepatah Nahua "kebaikan tengah sangat diperlukan".[50]

Peradaban Inca juga memiliki kelas elit filsuf-cendekiawan (Amawtakuna), yang berperan penting dalam sistem pendidikan Inca sebagai guru agama, tradisi, sejarah dan etika. Konsep kunci pemikiran Andean adalah Yanantin dan Masintin yang melibatkan teori "saling berlawanan komplementer" yang melihat polaritas (seperti laki-laki/perempuan, gelap/terang) sebagai bagian dari keseluruhan yang harmonis.[51]

Kategori

sunting

Pertanyaan filosofis dapat dikelompokkan ke dalam kategori. Pengelompokan ini memungkinkan para filsuf untuk fokus pada serangkaian topik serupa dan berinteraksi dengan pemikir lain yang tertarik dengan pertanyaan yang sama. Pengelompokan juga membuat filosofi lebih mudah bagi siswa untuk didekati. Siswa dapat mempelajari prinsip-prinsip dasar yang terlibat dalam satu aspek lapangan tanpa terbebani dengan keseluruhan teori filosofis.

Berbagai sumber menyajikan beragam skema kategoris. Kategori yang diadopsi dalam artikel ini bertujuan untuk keluasan dan kesederhanaan.

Kelima cabang utama ini dapat dipisahkan menjadi sub cabang dan masing-masing sub cabang memiliki banyak bidang studi yang spesifik.[52]

Perpecahan ini tidak lengkap, tidak saling eksklusif atau berdiri sendiri-sendiri. (Seorang filsuf mungkin mengkhususkan diri pada epistemologi kantian, estetika platonik, atau filsafat politik modern.) Selain itu, pertanyaan filosofis ini terkadang saling tumpang tindih dengan pertanyaan lain seperti sains, agama atau matematika.[54]

Metafisika

sunting

Metafisika adalah studi tentang ciri-ciri paling umum dari realitas, seperti eksistensi, waktu, objek dan properti mereka, keseluruhan dan bagiannya, kejadian, proses dan sebab akibat, serta hubungan antara budi dan tubuh. Metafisika mencakup kosmologi, studi tentang dunia secara keseluruhan dan ontologi, studi tentang realitas.

Pokok perdebatan utamanya adalah antara realisme, yang berpendapat bahwa ada entitas yang independen terlepas dari persepsi mental dan idealisme mereka, yang berpendapat bahwa realitas tersebut dibangun secara mental atau immaterial. Metafisika membahas topik identitas. Esensi adalah himpunan atribut yang membuat objek sebaimana dasarnya dan tanpa esensi objek itu akan kehilangan identitasnya, sementara aksiden adalah properti yang dimiliki objek, yang tanpanya objek masih tetap dapat mempertahankan identitasnya. Partikular adalah objek yang dikatakan ada di ruang dan waktu, berlawanan dengan benda abstrak, seperti angka, dan universal, yang merupakan sifat yang dimiliki oleh beberapa hal khusus, seperti warna kemerahan suatu benda atau jenis kelamin. Jenis eksistensi (jika ada) benda universal dan abstrak adalah isu perdebatan dalam metafisika.

Epistemologi

sunting
 
Dignaga pendiri aliran epistemologi dan logika Buddhis.

Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan (dari bahasa Yunani episteme).[55] Ahli epistemologi mempelajari sumber pengetahuan, termasuk intuisi, argumen a priori, ingatan, pengetahuan perseptual, pengetahuan diri dan kesaksian. Mereka juga bertanya: Apa itu kebenaran? Apakah pengetahuan itu benar-benar keyakinan sejati? Apakah ada kepercayaan yang dibenarkan? Pengetahuan empiris mencakup pengetahuan proposisional (pengetahuan bahwa ada sesuatu yang terjadi), kecakapan (pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu) dan pengenalan (familiaritas dengan seseorang atau sesuatu). Ahli epistemologi memeriksa hal ini dan bertanya apakah pengetahuan itu benar-benar layak.

Teori nilai

sunting

Teori nilai (atau aksiologi) adalah cabang utama filsafat yang membahas topik-topik seputar kebaikan, keindahan dan keadilan. Teori nilai meliputi etika, estetika, filsafat politik, filsafat feminis, filsafat hukum, dan lain-lain.

 
Akademi kekaisaran Beijing adalah pusat intelektual untuk etika Konfusianisme dan klasik selama dinasti Yuan, Ming dan Qing.

Etika, atau "filsafat moral", mempelajari dan mempertimbangkan perilaku yang baik dan yang buruk, nilai yang benar dan salah, serta kebaikan dan kejahatan. Penyelidikan utamanya meliputi bagaimana menjalani kehidupan yang baik dan mengidentifikasi standar moralitas. Ini juga mencakup meta-analisis tentang bagaimana cara terbaik untuk hidup atau standar terkait yang ada. Cabang utama etika adalah etika normatif, meta-etika dan etika terapan.

Area perdebatan utamanya meliputi konsekuensial, di mana tindakan dinilai berdasarkan hasil potensial dari tindakan tersebut. Seperti misalnya untuk memaksimalkan kebahagiaan, yang disebut utilitarianisme, dan deontologi, di mana tindakan dinilai sesuai dengan bagaimana mereka mematuhi prinsip, terlepas dari tujuan negatif tindakan tersebut.

Estetika

sunting

Estetika adalah "refleksi kritis terhadap seni, budaya dan alam."[56][57] Cabang filsafat ini membahas sifat-sifat seni, keindahan dan rasa, kenikmatan, nilai-nilai emosional, persepsi serta penciptaan dan apresiasi terhadap keindahan.[58][59] Estetika, lebih tepatnya didefinisikan sebagai studi tentang hal-hal inderawi atau nilai-nilai inderawi-emosional, kadang-kadang disebut penilaian dari perasaan dan rasa.[60] Cabang utamanya adalah teori seni, teori sastra, teori film dan teori musik. Contoh dari teori seni adalah membedakan seperangkat prinsip yang mendasari karya seniman tertentu atau gerakan artistik seperti estetika Kubisme.[61] Filsafat film menganalisis film dan pembuat film berkaitan dengan kandungan filosofis dalam film dan mengeksplorasi film (gambar, sinema, dll.) Sebagai media refleksi dan ekspresi filosofis.[butuh rujukan]

Filsafat politik

sunting
 
Thomas Hobbes

Filsafat politik adalah studi tentang pemerintah dan hubungan individu (atau keluarga dan klan) dengan masyarakat, termasuk negara. Ini mencakup pertanyaan tentang keadilan, hukum, properti dan hak serta kewajiban warga negara. Politik dan etika adalah dua subjek yang secara tradisional terkait, karena keduanya membahas pertanyaan tentang bagaimana orang harus hidup bersama.

Cabang-cabang lain dari teori nilai antara lain:

  • Filsafat hukum (sering disebut yurisprudensi), mengeksplorasi berbagai teori yang menjelaskan sifat dan interpretasi hukum.
  • Filsafat pendidikan menganalisis definisi dan isi pendidikan, serta tujuan dan tantangan pendidik.
  • Filsafat feminis mengeksplorasi pertanyaan seputar gender, seksualitas dan tubuh, termasuk sifat feminisme itu sendiri sebagai gerakan sosial dan filosofis.
  • Filsafat olahraga menganalisis olahraga, permainan, dan bentuk permainan lainnya sebagai aktivitas manusia yang sosiologis dan unik.

Logika, ilmu, dan matematika

sunting

Banyak disiplin ilmu menghasilkan pertanyaan filosofis. Hubungan antara "X" dan "filosofi X" masih diperdebatkan. Richard Feynman berpendapat bahwa filosofi suatu topik tidaklah relevan dengan penelitian utamanya, dia mengatakan bahwa "filsafat ilmu sama bergunanya bagi para ilmuwan seperti halnya ornitologi bagi burung." Curtis White, sebaliknya, berpendapat bahwa alat filosofis sangat penting untuk humaniora, ilmu pengetahuan dan ilmu sosial.[62]

Topik-topik filsafat ilmu adalah angka, simbol dan metode formal penalaran seperti yang digunakan dalam ilmu sosial dan ilmu alam.

Logika

sunting

Logika adalah studi tentang penalaran dan argumen. Argumen adalah "sebuah rangkaian pernyataan yang terhubung dan dimaksudkan untuk membangun suatu proposisi". Rangkaian pernyataan-pernyataan yang terhubung disebut "premis" dan proposisi adalah kesimpulannya. Sebagai contoh:

  1. Semua manusia fana. (premis)
  2. Socrates adalah manusia. (premis)

Karena itu, Socrates adalah makhluk fana. (kesimpulan) Penalaran deduktif adalah ketika diberikan premis tertentu, kesimpulannya tersirat dan tak terhindarkan. Aturan inferensi digunakan untuk menyimpulkan kesimpulan seperti, modus ponens, di mana diberikan "A" dan "Jika A maka B", maka "B" harus disimpulkan.

Karena penalaran yang baik adalah elemen penting dari semua ilmu,[63] ilmu sosial dan disiplin ilmu humaniora, logika menjadi sebuah ilmu formal. Sub-bidang logika antara lain logika matematika, logika filosofis, Modal logika, logika komputasi dan logika non-klasik. Pertanyaan utama dalam filsafat matematika adalah apakah entitas matematika objektif dan ditemukan, yang disebut realisme matematika, atau diciptakan, yang disebut antirealisme matematika.

Filsafat ilmu

sunting

Cabang ini mengeksplorasi fondasi, metode, sejarah, implikasi, dan tujuan ilmu. Banyak sub-divisi yang berhubungan dengan cabang ilmu tertentu. Sebagai contoh, filsafat biologi berkaitan secara khusus dengan masalah metafisik, epistemologis dan etika dalam ilmu biomedis dan kehidupan. Filsafat matematika mempelajari asumsi filosofis, dasar dan implikasi matematika.

Sejarah filsafat

sunting

Beberapa filsuf mengkhususkan diri dalam satu periode historis atau lebih. Sejarah filsafat adalah studi tentang periode tertentu, individu, atau aliran tertentu. Bidang ini masih berkaitan, tetapi tidak sama dengan filsafat sejarah (aspek teoritis sejarah, yang berkaitan dengan pertanyaan seperti sifat bukti sejarah dan kemungkinan objektivitas).

Tulisan Hegel Lectures on the Philosophy of History memengaruhi banyak filsuf untuk menafsirkan kebenaran berdasarkan sejarah, melahirkan sebuah pandangan yang disebut historisisme.

Filsafat agama

sunting

Filsafat agama berkaitan dengan pertanyaan yang melibatkan agama dan ide-ide agama dari sudut pandang filosofis netral (berlawanan dengan teologi, yang dimulai dari keyakinan agama).[64] Secara tradisional, pertanyaan-pertanyaan keagamaan tidak dilihat sebagai bidang terpisah dari filsafat yang sesungguhnya, gagasan tentang bidang terpisah baru muncul pada abad ke-19.[65]

Permasalahan dalam cabang filsafat ini antara lain tentang keberadaan Tuhan, hubungan antara akal dan iman, pertanyaan epistemologi agama, hubungan antara agama dan sains, bagaimana menafsirkan pengalaman keagamaan, pertanyaan tentang keberadaan akhirat, masalah bahasa agama, keberadaan jiwa, serta tanggapan terhadap pluralisme agama dan keragaman.

Metafilsafat

sunting

Metafilsafat mengeksplorasi tujuan-tujuan filsafat, batasan-batasannya, serta metode yang digunakan.

Referensi

sunting

Catatan

sunting

Kutipan

sunting
  1. ^ "Strong's Greek: 5385. φιλοσοφία (filosofia) -- cinta atau gemar akan hikmat". biblehub.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-23. Diakses tanggal 2020-04-16. 
  2. ^ "Home : Oxford English Dictionary". oed.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-24. Diakses tanggal 2018-01-17.  (tidak lagi berfungsi)
  3. ^ (Inggris) A.C. Grayling, Philosophy 1: A Guide through the Subject (Oxford University Press, 1998), p. 1: "The aim of philosophical inquiry is to gain insight into questions about knowledge, truth, reason, reality, meaning, mind, and value."
  4. ^ Adler, Mortimer J. (28 March 2000). How to Think About the Great Ideas: From the Great Books of Western Civilization. Chicago, Ill.: Open Court. ISBN 978-0-8126-9412-3. 
  5. ^ Quinton, Anthony, The ethics of philosophical practice, hlm. 666, Philosophy is rationally critical thinking, of a more or less systematic kind about the general nature of the world (metaphysics or theory of existence), the justification of belief (epistemology or theory of knowledge), and the conduct of life (ethics or theory of value). Each of the three elements in this list has a non-philosophical counterpart, from which it is distinguished by its explicitly rational and critical way of proceeding and by its systematic nature. Everyone has some general conception of the nature of the world in which they live and of their place in it. Metaphysics replaces the unargued assumptions embodied in such a conception with a rational and organized body of beliefs about the world as a whole. Everyone has occasion to doubt and question beliefs, their own or those of others, with more or less success and without any theory of what they are doing. Epistemology seeks by argument to make explicit the rules of correct belief formation. Everyone governs their conduct by directing it to desired or valued ends. Ethics, or moral philosophy, in its most inclusive sense, seeks to articulate, in rationally systematic form, the rules or principles involved.  in Honderich 1995.
  6. ^ a b "Philosophy". www.etymonline.com. Online Etymological Dictionary. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-01-28. Diakses tanggal 19 March 2016. The English word "philosophy" is first attested to c. 1300, meaning "knowledge, body of knowledge." 
  7. ^ a b Lindberg 2007, hlm. 3.
  8. ^ Greco, John, ed. (1 October 2011). The Oxford Handbook of Skepticism (edisi ke-1st). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-983680-2. 
  9. ^ Glymour, Clark (10 April 2015). "Chapters 1–6". Thinking Things Through: An Introduction to Philosophical Issues and Achievements (edisi ke-2nd). A Bradford Book. ISBN 978-0-262-52720-0. 
  10. ^ "Contemporary Skepticism | Internet Encyclopedia of Philosophy". www.iep.utm.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-01. Diakses tanggal 25 April 2016. 
  11. ^ "The Internet Classics Archive | The Republic by Plato". classics.mit.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-11. Diakses tanggal 25 April 2016. 
  12. ^ "Free Will | Internet Encyclopedia of Philosophy". www.iep.utm.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-06-01. Diakses tanggal 25 April 2016. 
  13. ^ Shapin, Steven (1 January 1998). The Scientific Revolution (edisi ke-1st). University Of Chicago Press. ISBN 978-0-226-75021-7. 
  14. ^ Briggle, Robert Frodeman and Adam. "When Philosophy Lost Its Way". Opinionator. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-05. Diakses tanggal 25 April 2016. 
  15. ^ Sartwell, Crispin (1 January 2014). Zalta, Edward N., ed. Beauty (edisi ke-Spring 2014). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-26. Diakses tanggal 2018-01-17. 
  16. ^ "Plato, Hippias Major | Loeb Classical Library". Loeb Classical Library. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-10. Diakses tanggal 27 April 2016. 
  17. ^ Feyerabend, Paul; Hacking, Ian (11 May 2010). Against Method (edisi ke-4th). Verso. ISBN 978-1-84467-442-8. 
  18. ^ "Nozick, Robert: Political Philosophy | Internet Encyclopedia of Philosophy". www.iep.utm.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-23. Diakses tanggal 25 April 2016. 
  19. ^ "Rawls, John | Internet Encyclopedia of Philosophy". www.iep.utm.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-29. Diakses tanggal 25 April 2016. 
  20. ^ More, Thomas (8 May 2015). Utopia (dalam bahasa English). Courier Corporation. ISBN 978-0-486-11070-7. 
  21. ^ "Merriam-Webster Dictionary". www.merriam-webster.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-05-08. Diakses tanggal 14 May 2016. 
  22. ^ "Merriam-Webster Dictionary". www.merriam-webster.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-05-08. Diakses tanggal 14 May 2016. 
  23. ^ "Why Study Philosophy? An Unofficial "Daily Nous" Affiliate". www.whystudyphilosophy.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-29. Diakses tanggal 2016-05-02. 
  24. ^ "Online Etymology Dictionary". etymonline.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-13. Diakses tanggal 2018-01-14. 
  25. ^ Kant, Immanuel (2012-05-21). Kant: Groundwork of the Metaphysics of Morals (edisi ke-2nd). Cambridge University Press. ISBN 9781107401068. Ancient Greek philosophy was divided into three branches of knowledge: natural science, ethics, and logic. 
  26. ^ McGinn, Colin (8 December 1993). Problems in Philosophy: The Limits of Inquiry (edisi ke-1st). Wiley-Blackwell. ISBN 978-1-55786-475-8. 
  27. ^ "Video & Audio: Why isn't there more progress in philosophy? – Metadata". www.sms.cam.ac.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-12. Diakses tanggal 25 April 2016. 
  28. ^ Brewer, Talbot (11 June 2011). The Retrieval of Ethics (edisi ke-1st). Oxford; New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-969222-4. 
  29. ^ Garfield (Editor), Edelglass (Editor); The Oxford Handbook of World Philosophy, Introduction.
  30. ^ Hegel, Georg Wilhelm Friedrich; Brown, Robert F. (1 January 2006). Lectures on the History of Philosophy: Greek philosophy. Clarendon Press. hlm. 33. ISBN 978-0-19-927906-7. 
  31. ^ "Plato's "Symposium"". www.perseus.tufts.edu. hlm. 201d and following. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-09. Diakses tanggal 22 April 2016. 
  32. ^ Process and Reality p. 39
  33. ^ Diane Collinson. Fifty Major Philosophers, A Reference Guide. hlm. 125. 
  34. ^ Rutherford, The Cambridge Companion to Early Modern Philosophy, p. 1: "Most often this [period] has been associated with the achievements of a handful of great thinkers: the so-called 'rationalists' (Descartes, Spinoza, Leibniz) and 'empiricists' (Locke, Berkeley, Hume), whose inquiries culminate in Kant's 'Critical philosophy.' These canonical figures have been celebrated for the depth and rigor of their treatments of perennial philosophical questions..."
  35. ^ Nadler, A Companion to Early Modern Philosophy, p. 2: "The study of early modern philosophy demands that we pay attention to a wide variety of questions and an expansive pantheon of thinkers: the traditional canonical figures (Descartes, Spinoza, Leibniz, Locke, Berkeley, and Hume), to be sure, but also a large 'supporting cast'..."
  36. ^ Bruce Kuklick, "Seven Thinkers and How They Grew: Descartes, Spinoza, Leibniz; Locke, Berkeley, Hume; Kant" in Rorty, Schneewind, and Skinner (eds.), Philosophy in History (Cambridge University Press, 1984), p. 125: "Literary, philosophical, and historical studies often rely on a notion of what is canonical. In American philosophy scholars go from Jonathan Edwards to John Dewey; in American literature from James Fenimore Cooper to F. Scott Fitzgerald; in political theory from Plato to Hobbes and Locke […] The texts or authors who fill in the blanks from A to Z in these, and other intellectual traditions, constitute the canon, and there is an accompanying narrative that links text to text or author to author, a 'history of' American literature, economic thought, and so on. The most conventional of such histories are embodied in university courses and the textbooks that accompany them. This essay examines one such course, the History of Modern Philosophy, and the texts that helped to create it. If a philosopher in the United States were asked why the seven people in my title comprise Modern Philosophy, the initial response would be: they were the best, and there are historical and philosophical connections among them."
  37. ^ "Sanskrit Einführung in die heilige Sprache Indiens". www.asien.net. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-14. Diakses tanggal 2020-04-16. 
  38. ^ John Bowker, Oxford Dictionary of World Religions, p. 259
  39. ^ Wendy Doniger (2014). On Hinduism. Oxford University Press. hlm. 46. ISBN 978-0-19-936008-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-03. Diakses tanggal 2018-01-14. 
  40. ^ Students' Britannica India (2000), Volume 4, Encyclopædia Britannica, ISBN 978-0852297605, p. 316
  41. ^ Hiltebeitel, Alf (2007), Hinduism. In: Joseph Kitagawa, "The Religious Traditions of Asia: Religion, History, and Culture", Routledge
  42. ^ Randall Collins (2009). he Sociology of Philosophies. Harvard University Press. hlm. 184–85. ISBN 978-0-674-02977-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-11. Diakses tanggal 2018-01-14. 
  43. ^ Ganeri, Jonardon; The Lost Age of Reason Philosophy In Early ModernIndia 1450–1700, Oxford U. press.
  44. ^ Garfield (Editor), Edelglass (Editor); The Oxford Handbook of World Philosophy, Chinese philosophy.
  45. ^ Ebrey, Patricia (2010). The Cambridge Illustrated History of China. Cambridge University Press. hlm. 42. 
  46. ^ Bruce B. Janz, Philosophy in an African Place (2009), pp. 74–79, Plymouth, UK: Lexington Books, https://books.google.com/books?isbn=0739136682
  47. ^ a b Whiteley; Native American philosophy, https://www.rep.routledge.com/articles/native-american-philosophy/v-1 Diarsipkan 2016-03-15 di Wayback Machine.
  48. ^ Pierotti, Raymond; Communities as both Ecological and Social entities in Native American thought, http://www.se.edu/nas/files/2013/03/5thNAScommunities.pdf Diarsipkan 2016-04-04 di Wayback Machine.
  49. ^ "Use of "Tlamatini" in Aztec Thought and Culture: A Study of the Ancient Nahuatl Mind – Miguel León Portilla". Google Books. Diakses tanggal December 12, 2014. 
  50. ^ a b IEP, Aztec Philosophy, http://www.iep.utm.edu/aztec/ Diarsipkan 2020-05-25 di Wayback Machine.
  51. ^ Webb, Hillary S.; Yanantin and Masintin in the Andean World: Complementary Dualism in Modern Peru Hardcover – March 15, 2012
  52. ^ "A Taxonomy of Philosophy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-11. Diakses tanggal 2018-01-14. 
  53. ^ Kenny 2012.
  54. ^ Plantinga, Alvin (2014-01-01). Zalta, Edward N., ed. Religion and Science (edisi ke-Spring 2014). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-18. Diakses tanggal 2018-01-14. 
  55. ^ G & C. Merriam Co. (1913). Noah Porter, ed. Webster's Revised Unabridged Dictionary (edisi ke-1913). G & C. Merriam Co. hlm. 501. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 October 2013. Diakses tanggal 13 May 2012. E*pis`te*mol"o*gy (?), n. [Gr. knowledge -logy.] The theory or science of the method or grounds of knowledge. 
  56. ^ Kelly (1998) p. ix
  57. ^ Review Diarsipkan 2017-01-31 di Wayback Machine. by Tom Riedel (Regis University)
  58. ^ "Merriam-Webster.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-08. Diakses tanggal 21 August 2012. 
  59. ^ Definition 1 of aesthetics Diarsipkan 2018-07-27 di Wayback Machine. from the Merriam-Webster Dictionary Online.
  60. ^ Zangwill, Nick. "Aesthetic Judgment Diarsipkan 2019-08-02 di Wayback Machine.", Stanford Encyclopedia of Philosophy, 02-28-2003/10-22-2007. Retrieved 24 July 2008.
  61. ^ "aesthetic – definition of aesthetic in English from the Oxford dictionary". oxforddictionaries.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-09-01. Diakses tanggal 2019-01-09. 
  62. ^ White, Curtis (2014). The Science Delusion: Asking the Big Questions in a Culture of Easy Answers (dalam bahasa English). Brooklyn, NY: Melville House. ISBN 9781612193908. 
  63. ^ Carnap, Rudolf (1953). ""Inductive Logic and Science"". Proceedings of the American Academy of Arts and Sciences. 80 (3): 189–197. doi:10.2307/20023651. ISSN 0199-9818. JSTOR 20023651. 
  64. ^ Encyclopædia Britannica: Theology; Relationship of theology to the history of religions and philosophy; Relationship to philosophy. Diarsipkan 2015-05-11 di Wayback Machine.
  65. ^ Wainwright, WJ., The Oxford Handbook of Philosophy of Religion, Oxford Handbooks Online, 2004, p. 3. "The expression “philosophy of religion” did not come into general use until the nineteenth century, when it was employed to refer to the articulation and criticism of humanity's religious consciousness and its cultural expressions in thought, language, feeling, and practice."

Lihat pula

sunting

Bacaan lanjutan

sunting
Sumber
30em
The unnamed parameter 2= is no longer supported. Please see the documentation for {{columns-list}}.
Pengenalan umum
Pengenalan topik
Timur
Afrika
Islam
Pengenalan sejarah
Kuno
  • Knight, Kelvin. Aristotelian Philosophy: Ethics and Politics from Aristotle to MacIntyre. ISBN 978-0-7456-1977-4
Abad pertengahan
Zaman modern
  • Existentialism: Basic Writings (Second Edition) by Charles Guignon, Derk Pereboom
  • Curley, Edwin, A Spinoza Reader, Princeton, 1994, ISBN 978-0-691-00067-1
  • Bullock, Alan, R. B. Woodings, and John Cumming, eds. The Fontana Dictionary of Modern Thinkers, in series, Fontana Original[s]. Hammersmith, Eng.: Fontana Press, 1992, cop. 1983. xxv, 867 p. ISBN 978-0-00-636965-3
  • Scruton, Roger. A Short History of Modern Philosophy. ISBN 978-0-415-26763-2
Zaman kontemporer
Karya referensi
  • Chan, Wing-tsit (1963). A Source Book in Chinese Philosophy. Princeton University Press. ISBN 0-691-01964-9. 
  • Huang, Siu-chi (1999). Essentials of Neo-Confucianism: Eight Major Philosophers of the Song and Ming Periods. Greenwood Publishing Group. ISBN 0-313-26449-X. 
  • Honderich, T., ed. (1995). The Oxford Companion to Philosophy. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-866132-0. 
  • The Cambridge Dictionary of Philosophy by Robert Audi
  • The Routledge Encyclopedia of Philosophy (10 vols.) edited by Edward Craig, Luciano Floridi (available online by subscription); or
  • The Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy edited by Edward Craig (an abridgement)
  • Edwards, Paul, ed. (1967). The Encyclopedia of Philosophy. Macmillan & Free Press. ; in 1996, a ninth supplemental volume appeared that updated the classic 1967 encyclopedia.
  • International Directory of Philosophy and Philosophers. Charlottesville, Philosophy Documentation Center.
  • Directory of American Philosophers. Charlottesville, Philosophy Documentation Center.
  • Routledge History of Philosophy (10 vols.) edited by John Marenbon
  • History of Philosophy (9 vols.) by Frederick Copleston
  • A History of Western Philosophy (5 vols.) by W. T. Jones
  • History of Italian Philosophy (2 vols.) by Eugenio Garin. Translated from Italian and Edited by Giorgio Pinton. Introduction by Leon Pompa.
  • Encyclopaedia of Indian Philosophies (8 vols.), edited by Karl H. Potter et al. (first 6 volumes out of print)
  • Indian Philosophy (2 vols.) by Sarvepalli Radhakrishnan
  • A History of Indian Philosophy (5 vols.) by Surendranath Dasgupta
  • History of Chinese Philosophy (2 vols.) by Fung Yu-lan, Derk Bodde
  • Instructions for Practical Living and Other Neo-Confucian Writings by Wang Yang-ming by Chan, Wing-tsit
  • Encyclopedia of Chinese Philosophy edited by Antonio S. Cua
  • Encyclopedia of Eastern Philosophy and Religion by Ingrid Fischer-Schreiber, Franz-Karl Ehrhard, Kurt Friedrichs
  • Companion Encyclopedia of Asian Philosophy by Brian Carr, Indira Mahalingam
  • A Concise Dictionary of Indian Philosophy: Sanskrit Terms Defined in English by John A. Grimes
  • History of Islamic Philosophy edited by Seyyed Hossein Nasr, Oliver Leaman
  • History of Jewish Philosophy edited by Daniel H. Frank, Oliver Leaman
  • A History of Russian Philosophy: From the Tenth to the Twentieth Centuries by Valerii Aleksandrovich Kuvakin
  • Ayer, A.J. et al., Ed. (1994) A Dictionary of Philosophical Quotations. Blackwell Reference Oxford. Oxford, Basil Blackwell Ltd.
  • Blackburn, S., Ed. (1996)The Oxford Dictionary of Philosophy. Oxford, Oxford University Press.
  • Mauter, T., Ed. The Penguin Dictionary of Philosophy. London, Penguin Books.
  • Runes, D., Ed. (1942). The Dictionary of Philosophy Diarsipkan 2014-04-24 di Wayback Machine.. New York, The Philosophical Library, Inc.
  • Angeles, P.A., Ed. (1992). The Harper Collins Dictionary of Philosophy. New York, Harper Perennial.
  • Bunnin, Nicholas; Tsui-James, Eric, ed. (15 April 2008). The Blackwell Companion to Philosophy. John Wiley & Sons. ISBN 978-0-470-99787-1. 
  • Hoffman, Eric, Ed. (1997) Guidebook for Publishing Philosophy. Charlottesville, Philosophy Documentation Center.
  • Popkin, R.H. (1999). The Columbia History of Western Philosophy. New York, Columbia University Press.
  • Bullock, Alan, and Oliver Stallybrass, jt. eds. The Harper Dictionary of Modern Thought. New York: Harper & Row, 1977. xix, 684 p. N.B.: "First published in England under the title, The Fontana Dictionary of Modern Thought." ISBN 978-0-06-010578-5
  • Reese, W. L. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western Thought. Atlantic Highlands, N.J.: Humanities Press, 1980. iv, 644 p. ISBN 978-0-391-00688-1

Pranala luar

sunting